Pengantar
Politik adalah suatu aktivitas yang berkaitan dengan perumusan dan implementasi kebijakan publik dalam masyarakat. Secara etimologis, istilah "politik" berasal dari bahasa Yunani "polis," yang berarti kota atau negara, dan mencakup berbagai aspek kehidupan sosial.Â
Apabila kita melihat definisi umum lebih jauh tentang politik akan dipaparkan bahwa politik sebagai proses penentuan tujuan dan cara pelaksanaan kebijakan dalam masyarakat, yang melibatkan interaksi antara pemerintah dan warga negara.Â
Politik dalam hal ini mencakup pembuatan keputusan yang memengaruhi kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dengan melihat secara cermat pendefinisian ini, jelas bahwa ada struktur yang diakui dan struktur tersebut terdapat elemen-elemen yang membentuk struktur.
Struktur paling umumnya tentu pemerintah dan masyarakat. Akan tetapi secara spesifik kemudian dibagi menjadi elemen-elemen khusus yang mengisi dan mengemban tanggung jawab khusus sebagai warga negara.Â
Bersamaan dengan pembagian ini ada unsur-unsur yang lebih dominan, medium dan bisa ekstrem yakni tidak mendapat tempat sama sekali. Dalam konteks bernegara, semua diasumsikan adil dan setara, tidak ada yang ditinggalkan. Sayangnya kenyataan tidak selalu demikian karena akan selalu ada bagian-bagian yang dilupakan dalam sebuah struktur negara.Â
Pelupaan dan terabaikannya sebuah kelompok, elemen atau subyek dalam bernegara lantas menjadi pemicu terbentuknya resistensi dan perjuangan untuk kesetaraan.
 Secara politis, khususnya dalam kajian filosofis ada pemikiran bahwa politik sejatinya muncul dan berperan pada situasi seperti ini bahkan kondisi seperti ini  merupakan keniscayaan dan menjadi presuposisi. Tokoh yang meyakini hal ini adalah  Rancire.
Kesetaraan sebagai Presuposisi Politis
Dengan merujuk kepada Ramlan Surbakti, kita akan menemukan pendefinisian politik sebagai komunikasi antara pemerintah dan masyarakat untuk mencapai kebaikan bersama. Sementara dari F. Isjwara, politik definisikan sebagai perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan dan menjalankannya demi kepentingan umum. Kemudian dari Roger F. Soltau, kita mendapatkan arti tentang ilmu politik.Â
Ia menyampaikan bahwa ilmu politik mempelajari negara, tujuan negara, serta hubungan antara negara dan warganya. Berdasarkan beberapa definisi politik dan apa isi dari ilmu politik dapat diambil sebuah simplifikasi terkait politik sebagai perjuangan dalam struktur kehidupan bernegara dengan segala bentuk penggolongan aturan dan elemennya.
Secara khusus dalam tulisan ini tentu merujuk pada pemikiran  Rancire.  Rancire melihat bahwa politik pada dasarnya ialah menghadapi tata kekuasaan pemerintahan yang mengatur susunan hierarki posisi dan fungsi dalam masyarakat. Politik dengan demikian terjadi hanya ketika sebuah tatanan yang menciptakan hierarki diinterupsi oleh sebuah praandaian dasar yakni kesetaraan (Bdk. Goenawan; 2020, 3).Â
Dalam hal ini, politik muncul dengan menjadikan kesetaraan sebagai praandaian dan hal ini merupakan gangguan bagi tatanan. Politik berpretensi mengganggu mekanisme penataan yang membagi-bagi peran dan jabatan secara hierarkis. Bagi  Rancire politik itu hal yang jarang tetapi ia muncul apabila tatanan itu diinterupsi. Artinya politik menjadi pembebasan dari tatanan dengan semangat kesetaraan yang mendasarinya.
Dengan membaca lebih cermat maksud  Rancire dapat diambil asumsi bahwa politik baginya harus menjadikan kesetaraan sebagai praandaian awalnya. Bagi  Rancire, tidak bisa dipungkiri, politik dalam artian mekanisme penataan selalu memunculkan  orang-orang yang tidak dihitung, yang tidak dianggap penting, di dalam tatanan yang dibentuk.Â
Orang-orang, atau kelompok-kelompok ini sejatinya bagian dari tatanan sosial, sayangnya sebagai efek dari penataan, orang-orang ini seolah-olah kehilangan bagiannya pada tatanan sehingga perannya tidak dianggap.Â
Oleh karena itu, politik menjadi wadah untuk tindakan orang-orang pada umumnya yang selalu dalam perselisihan, orang-orang yang dianggap tidak pernah setara dengan keseluruhan yang mendapat bagian. Tegasnya dapat dikatakan bahwa politik berlangsung ketika orang-orang yang tampaknya tidak punya hak untuk dihitung sebagai tetapi mereka berbicara membuat diri mereka dihitung.
Dengan pertimbangan di atas, sangat penting sebuah dissensus yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak dianggap sebagai bagian dalam tatanan sosial. Mereka berdissensus terhadap model logika tatanan yang membagi-bagi berdasarkan kegunaan, tempat, kekayaan, kepercayaan dan, bakat.Â
Tatanan dalam hal ini menjadi basis utamanya dan sebuah aktivitas politik bergerak dari dissensus ketika sebuah logika kesetaraan hadir dalam masyarakat yang berbenturan dengan tatanan. Dalam hal ini, tatanan yang memungkinkan dissensus adalah tatanan demokratis.Â
Artinya politik berjalan searah dengan demokrasi. Bagaimanapun, demokrasi dilaksanakan oleh orang-orang yang menempatkan akal budinya setara dengan siapa saja (Goenawan; 2020, 3). Dengan demikian hal ini digunakan untuk mengusik tatanan sosial yang mapan dan menyingkirkan atau enggan mendengar orang-orang yang seolah-olah tidak mendapat bagian.
Menggali lebih dalam tentang demokrasi dari  Rancire, pada hakikatnya demokrasi merupakan sebuah disensus. Dalam hal ini, setiap warga negara dalam demokrasi sejatinya setara. Hanya saja fakta dalam tatanan sosial tidak bisa dipungkiri akan selalu muncul oligarkis (bdk. Wibowo; 2020, 38) dan untungnya berkat terbatasnya inderawi, sebuah tatanan memang tidak pernah sanggup menata segala sesuatunya secara total.Â
Merujuk lebih jauh ke  Rancire, baginya sebuah ketidaksetujuan dalam kehidupan bernegara bukanlah sesuatu yang perlu dihindari juga tidak untuk dipaksakan menjadi kesepakatan. Bagi  Rancire, justru perselisihan yang terjadi pada tatanan sosial dapat berfungsi bagi pembenahan tatanan sosial untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.
Penutup
Kehidupan politis bisa didefinisikan dengan berbagai pengertian, salah satunya seperti yang diangkat dalam tulisan ini. Â Rancire tidak menuduh dan berprasangka lebih pada politik sebaliknya politik menjadi ranah perjuangan untuk mencapai kesetaraan. Tentu saja dengan hal ini, Â Rancire menunjukkan bahwa akan selalu ada ketidakadilan, ketidaksetaraan dan adanya golongan yang diabaikan.Â
Lantas, disensus diperlukan untuk menjamin kesetaraan itu dan hal itu hanya mungkin terjadi apabila politik dilakukan. Â Rancire tidak menetapkan bahwa ketidaksetaraan adalah keharausan tetapi lebih pada kemungkinan yang harus ketika tidak ada kesetaraan yakni munculnya politik. Ketidaksetaraan sebagai presuposisi dengan demikian menjadi faktisitas dalam kehidupan bernegara dan sebagai warga negara tidak perlu terlalu cemas melainkan optimis dengan segala yang terjadi.
Daftar Pustaka
Goenawan Mohamad, Goenawan. 2020. Â Rancire: Politik dan Seni, dalam Basis, 11-12 (69).
Wibowo, A. Setyo. 2020. Une Bonne Occasion? Dari Jacques  Rancire, dalam Basis-Pandemi dan Kesenjangan Baru? Basis, 09-10 (69).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI