Persoalan Filosofis
Apa klaim dasar dan mengapa kita perlu menerima adanya penegakan HAM? Â Bagaimana klaim yang dibuat oleh manusia yang terbatas ini dapat diterima secara umum? Seharusnya setiap problem terkait kemanusiaan mesti dicari dasar-dasarnya. Problem HAM terkait keadilan, khususnya penghargaan terhadap martabat. Akan tetapi apa sebenarnya martabat manusia dan apa pendasaran filosofis dan moral sebuah penghargaan HAM. Secara tidak langsung HAM muncul dari concern terhadap hidup manusia. Meski demikian tetap dipertanyakan juga berkaitan relativitas budaya dan perkembangan zaman, di samping bahwa klaim HAM juga membutuhkan sebuah dasar yang bisa dipakai untuk kebaikan bersama.
Martabat Manusia Adalah Dasar dari Hak Asasi Manusia
Martabat berarti derajat atau pangkat manusia sebagai manusia. Dengan kata lain martabat manusia mengungkapkan apa yang merupakan keluhuran manusia yang membedakannya dari makhluk-makhluk lain di bumi (Suseno, 1991).
Konsep ini menekankan bahwa setiap individu memiliki nilai dan kehormatan yang melekat, yang tidak dapat dirampas oleh siapa pun. Dalam konteks ini, martabat manusia mengacu pada derajat atau pangkat yang dimiliki setiap orang sebagai manusia, yang membedakannya dari makhluk lainnya. Martabat manusia berasal dari keyakinan bahwa setiap individu diciptakan menurut gambar dan citra Allah. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki hak untuk dihormati dan diperlakukan dengan baik, terlepas dari latar belakang, status sosial, atau karakteristik lainnya. Martabat ini tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga aspek intelektual, emosional, dan spiritual.
Dalam etika Kantian, martabat manusia dianggap sebagai persyaratan umum, setiap manusia rasional harus memperlakukan dirinya sendiri dan semua manusia yang berbagi "atribut" ini sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, tidak pernah sebagai sarana. Martabat manusia juga berlandaskan prinsip etika yang menuntut perlindungan terhadap individu yang lebih lemah. Prinsip ini menegaskan bahwa mereka yang kuat memiliki kewajiban untuk melindungi yang lemah.
Akan tetapi masalah kemudian muncul terkait gagasan abstrak tentang martabat yang beresiko kekurangan konten praktis misalnya dalam kemungkinan tertentu. Gagasan bahwa setiap budaya telah berkembang, di waktu dan tempat yang berbeda, dan bagaimana menjembatani, dalam pengertian ini gagasan tentang martabat tampaknya lebih dapat diterima. Menurut Klaus Dicke "martabat manusia adalah norma transendental formal untuk melegitimasi klaim HAM. Martabat manusia adalah rujukan pada sifat khusus dan nilai inheren manusia, alasan memiliki hak yang dinyatakan oleh perjanjian, sebelum dan terlepas dari proklamasi hukum positif. James Griffin berpendapat bahwa gagasan martabat paling baik dipahami dalam kaitannya dengan pentingnya agensi normatif dalam kehidupan manusia. Nilai agensi normatif manusia mengungkapkan dirinya sendiri bahwa memiliki otonomi sebagai makhluk hidup, yaitu, kemampuannya untuk menentukan sendiri akan seperti apa bentuk hidupnya dan bagaimana hidupnya akan berjalan.
 Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap individu hanya karena mereka adalah manusia. Hak-hak ini bersifat universal, tidak dapat dicabut, dan saling terkait. Beberapa contoh hak asasi manusia mencakup: hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk tidak disiksa. Setiap orang berhak untuk hidup dan bebas dari ancaman kekerasan. Setiap orang memiliki kebebasan untuk berpendapat, beragama, dan berkumpul. Setiap individu berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat ( Mojokerto, 2019).
 Martabat manusia merupakan landasan bagi pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Ketika martabat seseorang dihormati, maka hak-haknya juga akan dihormati. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak asasi manusia sering kali merupakan pelanggaran terhadap martabat individu tersebut. Oleh karena itu, upaya untuk melindungi hak asasi manusia juga merupakan upaya untuk menjaga martabat setiap orang.
Martabat manusia adalah dasar dari hak asasi manusia yang menegaskan nilai intrinsik setiap individu. Penghormatan terhadap martabat ini tidak hanya penting dalam konteks hukum tetapi juga dalam konteks moral dan etika. Dengan memahami hubungan antara martabat manusia dan hak asasi manusia, kita dapat lebih menghargai pentingnya perlindungan hak-hak setiap individu dalam masyarakat yang adil dan beradab.
Martabat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Deklarasi Universal HAM, yang diadopsi oleh PBB pada 10 Desember 1948, dimulai dengan pernyataan: Semua manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak. Pembukaan Deklarasi juga berbicara tentang martabat manusia dan HAM secara bersamaan, ''kepercayaan pada HAM, dalam martabat dan nilai pribadi manusia". Penghormatan martabat setiap orang melarang negara untuk membuang setiap individu hanya sebagai alat untuk tujuan lain, bahkan jika tujuan itu untuk menyelamatkan nyawa banyak orang lainnya. Fakta bahwa konsep martabat manusia juga kadang-kadang dapat memfasilitasi kompromi ketika menetapkan dan memperluas HAM dengan menetralkan perbedaan yang tidak dapat dijembatani tidak dapat menjelaskan kemunculannya yang terlambat sebagai konsep hukum. Selain itu, konsep hak-hak asasi manusia terbukti sebagai salah satu katalis paling kuat dan kreatif bagi harapan-harapan sosial dari rakyat, dan tetap merupakan simbol kokoh bagi aspirasi-aspirasi politik, moral, ekonomi dan sosial. (Mulyana, W. Kusumah, 1986).
Hak-hak Asasi Manusia adalah sejumlah hak yang berakar dalam kodrat setiap pribadi manusia yang justru karena kemanusiaannya yang tidak dapat dicabut oleh siapa pun juga, karena kalau dicabut hilang pula kemanusiaannya (Mudhofir; 1992, 25). Apabila merujuk ke banyak tradisi agama, termasuk Kristen dan Yudaisme, martabat manusia dianggap suci dan harus dihormati. Ajaran-ajaran ini mendorong pengakuan atas nilai setiap individu sebagai ciptaan Tuhan. Semenatar itu, dari segi hakikatnya, hak-hak asasi manusia merupakan hak yang melekat secara kodrati pada manusia karena martabatnya, dan bukannya karena pemberian oleh masyarakat atau negara. Oleh karena itu, dalam hak-hak itu termuat unsur-unsur kehidupan seorang pribadi yang tidak boleh dilanggar.
.Sumber
Diskominfo -- Informatika Mojokerto, 2019, Ini 30 Macam Hak Asasi Manusia Menurut PBB, diakses dari https://mojokertokab.go.id/detail-artikel?slug=ini-30-macam-hak-asasi-manusia-menurut-pbb-1680060108.
Mudhofir, Ali, 1992, Nilai, Martabat dan Hak-Hak Asasi Manusia, Jurnal Filsafat UGM 12, 23-27.
Kusumah, Mulyana W., 1986, ak-Hak Asasi Manusia dan Pembangunan di Indonesia", dalam Menguak Mitos-Mitos Pembangunan, ed. M. Sastrnpratedja, Jakarta, Gramedia.
Suseno, Franz Magnis, 1991, Berfilsafat dalam Konteks, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Diskominfo -- Informatika Mojokerto, 2019, Ini 30 Macam Hak Asasi Manusia Menurut PBB, diakses dari https://mojokertokab.go.id/detail-artikel?slug=ini-30-macam-hak-asasi-manusia-menurut-pbb-1680060108.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI