Alasan bantahan saya bahwa pendidikan tidak hanya diukur dari kualitas fisik. Bukan pula banding umur dan usia entahlah.
Itu merupakan satu-satunya alasan mengapa dibantah dan menentang atas apa yang diungkapkan oleh mereka.
Bahkan bantahan saya mempertahankan istilah kerabat bahwa kita sama derajat, selaras dan seimbang. Akan tetapi, tetap ditaklukkan yang menang niscaya mereka.
Seorang terpelajar jangan sekali-kali banding umur dan usia tentang siapa lebih tua dan/atau muda tapi doktrin menyatakan kesamaan derajat sebagai teman sekelas.
Logis jika dibahas dan diskusikan siapa tinggi atau rendah, tua ataupun muda tetapi justru yang terpenting adalah saling akui sesama kerabat (kita satu dan sama).
Sangat berat bakal menerima stigmatisasi, melabeli dan penjulukan terhormat yang lantas dilontarkan para kolega. Namun, apalah daya pantas mengalah, mengaku dirinya ade seperti dikatakan mereka.
Intinya kita satu dalam ikatan cinta dan kasih. Hidup di dunia yang satu dan sama. Berdiri sama tinggi duduk sama rendah.
Tapi, itu hanya sekadar menulis. Dulu nyaris baku pukul gegara siapa lebih tua diantara kami. Hasil yang didapat nol pasalnya kita satu leting sama derajat.
Kisah yang kami perbuat cukup terkesan, sehingga kali pertama saya melayangkan pesan moral mengenang bulan Damai Natal (2022).
Surat dari Sepi buat sahabat-sahabat terkasih di mana mereka berada:
Apa kabar sahabatku? Aku harap kamu, Â dia, dan kita semua baik adanya dalam lindungan sang Ugatame.