Mohon tunggu...
Abdul Muholik
Abdul Muholik Mohon Tunggu... Lainnya - Mr. Puguh Cenageh

Masih dalam Tahap Belajar. Saya suka membaca, menulis, belajar, membaca alan, mendengarkan musik dan lain lain untuk mengisi waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu Tua Penjual Telur Asin

2 Agustus 2024   13:32 Diperbarui: 4 Agustus 2024   21:50 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya ilustrasi. Sumber www.bing.com

Ibu Tua Penjual Telur Asin

Suatu malam dalam perjalanan pulang kuliah, aku melihat sinar lampu batman yang menari-nari di atas langit. Sinarnya membentuk batang panjang putih yang meliuk-liuk kesana kemari. Kebetulan malam hari ini cuacanya cerah tetapi sedikit berawan, jadi sinar lampu tersebut cukup jelas terlihat, terlebih ketika sinarnya mengenai awan putih. 

Biasanya lampu ini digunakan sebagai Signal  atau tanda bahwa di sana ada tempat hiburan. Kuperhatikan pangkal sinar lampu batman tersebut, ternyata sumbernya berada di kampung sebelah. Kampung yang warganya banyak menikah bulan ini. Rupanya di sana sedang ada hiburan.

Tiba-tiba handphone aku berdering  ada telepon masuk. Lama sekali deringnya. Lalu Aku menyalakan lampu sein kiri dan menepi dijalan raya. Kulihat Handphone aku, ternyata keponakan aku yang menelpon.

"Halo Assalamu'alaikum, Mang Asep!"  Ujar Aziz di ujung telepon. Aziz adalah keponakanku yang masih kecil, yang selalu minta dibeliin makanan kalo aku pulang di akhir pekan.

"Wa'alaikum salam, ada apa Ziz ?" tanya aku.

"Mang Asep lagi di mana? udah pulang belom?" tanya Aziz.

"Mamang udah pulang Ziz. Ini lagi dijalan. Ada apa Ziz?"

"Biasa Mang, hehehe" ketus Aziz sambil ketawa nyengir diujung telepon sana. 

"Mau minta pesen  sesuatu kah?" tanya aku sambil  ngeledek.

"iya Mang, Aziz pengen dibeliin  telur asin, Mang. Dari kemarin kepingin banget makan telur asin hehe"

"Oh telur asin." Malem-malem gini pengen telur asin? Ada ada aja, ujar ku dalam hati. "Pesen  berapa butir?" tanya aku memastikan, sambil berfikir di mana tempat yang jual telur asin malam-malam gini.

"Terserah Mamang aja, Aziz mah satu juga cukup. Hehehee"

"oke deh kalo gitu. Tunggu ya, nanti mamang belikan."

"oke terima kasih Mang Asep!"

"ya sama-sama"

       Aku menutup telepon dan kembali memasukkan nya kedalam saku celana, lalu menghidupkan kembali motorku. 

Aku terus melaju sambil berfikir dan mencari-cari tempat atau toko Sembako makanan ataupun warteg yang masih buka tengah malam gini. Tiba-tiba aku  teringat tentang lampu batman tadi, tempat yang ada hiburan. Biasanya di sekitar tempat hiburan suka ada yang jual telur asin.  Aku segera melaju kesana, mengikuti arah sumber lampu batman itu berada. Kebetulan searah dengan arah pulang kerumah. 

Ternyata benar. Disepanjang jalan menuju lokasi lampu batman, sudah banyak pedagang telur asin yang berjualan di pinggir jalan. Jarak antara pedagang satu dengan yang lainnya berkisar 5 sampai 10 meter. Dagangan yang mereka jual tidak hanya telur asin saja, tetapi juga kacang tanah rebus, lepet, ubi rebus, dan lain-lain.  Semua dagangannya diletakkan diatas nampan kecil dengan menggunakan bakul untuk menyanggahnya. Lalu ditengah-tengah atau di pinggirnya, diletakkan pelita atau lampu minyak tanah yang biasa ditempel di tembok rumah. Biasanya yang berjualan ini para ibu-ibu atau bapak-bapak, ada yang sambil mengasuh anaknya  bahkan ada juga yang sudah sepuh atau  kakek-nenek.

 Aku mampir ke salah satu dari mereka,  yaitu pedagang ibu-ibu tua renta yang sambil mengendong dan mengasuh anak kecil  yang tertidur pulas dipangkuannya, sambil sesekali mengibaskan kain untuk mengusir nyamuk. Mungkin itu cucunya. Ku perhatikan keadaan mereka. Sangat memprihatinkan. Telur-telur asin yang jumlahnya banyak, masih tertata rapih di atas nampan kecilnya. Nampaknya ia baru saja buka. Sinar kuning pelita itu memancarkan cahaya kesederhanaan. Kulihat wajahnya tersenyum ketika aku mendekatinya.

"Mau beli telur asinnya, De?" tanya ibu itu, sambil terus mengibaskan kain di atas badan anak kecil yang ada dipangkuannya. Ibu ini tau aja kalo aku lagi cari telur asin.

"iya bu, telur asin yang ini harganya berapaan bu?" tanya aku sambil memilih telur asin yang ukurannya agak besar.

"itu tiga ribu satunya de" jawab ibu itu.

"oh tiga ribu, yaudah  saya beli tiga butir ya Bu. Oh ya kalo lepet,  satunya berapa Bu?" tanya aku lagi

"satunya dua ribu De"

"Oh,, aku beli 5 ya Bu." Ujar aku sambil mengeluarkan uang di dompet.

"Semuanya jadi sembilan belas ribu De!" ujar ibu itu sambil menyerahkan semua makanan itu yang dimasukkan kedalam kantong plastik ke aku. 

"ini Bu uangnya" aku menyodorkan uang seratus ribuan. Karena memang aku ga ada uang receh.

"uang pas aja De, Ibu ga ada kembalian. Ibu baru aja buka, belum ada yang beli sebelum ade."

"ya udah kalo gitu kembaliannya buat ibu aja deh" ketus aku 

"jangan gitu de, ini kan uang ada kembalian punya ade, atau saya ke warung sebelah dulu ya, buat nukerin receh"

"udah ga apa-apa Bu, ambil aja buat Ibu, Buat nambah jajan anak ibu" kata aku sambil mengarahkan pandangan ke anak kecil yang tertidur pulas. Kasihan sekali aku melihatnya. 

"Masya Allah De, terima kasih banyak ya, mudah-mudah si Ade dipanjangkan Umurnya, disehatkan badanya, dilancarkan rezekinya. Amiinn... " ujar ibu itu, sambil matanya berkaca-kaca.

"Aamiin. Terima kasih ya Bu."

"Ibu juga terima kasih banyak De, udah penglaris. Oh ya kalo ade mau, Ambil lagi aja telur asinnya atau lepetnya, buat tambahan, terserah ade mau berapa aja" 

"ga usah Bu, ini juga udah cukup ko. Ya udah saya mau pamit dulu ya Bu, udah malam"

"ya de hati-hati ya dijalan"

"ya Bu, saya pamitnya!"

Aku pun pamit, terus melaju memecah suasana malam. Sorotan lampu batman, meliuk-liuk kesana kemari seolah turut merasa haru terhadap apa yang dirasakan ibu tua itu. Pikiranku pun masih terganggu dengan penjual telur asin tadi. Keadaanya sangat mengharukan. Hingga kini, kalo inget telur asin, pasti jadi teringet dengan keadaan pedagang telur asin seperti ibu tadi. Kadang kasihan kalo dagangan nya tidak ada yang membeli sama sekali. 

Tanpa terasa. Aku sudah hampir sampai rumah. Aku coba hempaskan lamunanku tentang ibu tua tadi. Dan aku memarkirkan motor di serambi rumah. 

Setiba dirumah, aku disambut keponakan. Aziz. Dia nampak senang sekali ketika aku datang. Dia langsung menanyakan telur asin yang dia pesan tadi. Lalu aku mengeluarkannya dan memberikan telur asin itu kepadanya. Dan aku menceritakan kisah aku dengan penjual telur asin tadi. Aziz pun jadi terharu mendengarnya. 

Setelah kami selesai memakan telur yang aku beli tadi, kamipun bersiap-siap untuk istirahat. Namun lagi-lagi pikiranku masih teringat dengan penjual telur asin tadi. keadaan yang memprihatinkan, apalagi dengan anak kecil yang dipangku nya. Apakah mereka juga bisa beristirahat malam ini? Terlebih kalau melihat anak kecil itu. Ya Allah mudah-mudahan engkau memberikan keberkahan dan kebaikan bagi kami dan mereka. Aamiin. (17/Mar/2018. Abdul Muholik)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun