Mohon tunggu...
Seno Kristianto
Seno Kristianto Mohon Tunggu... Guru - Guru/SMP Van Lith Jakarta

Pendidik yg jg menikmati sosial, budaya, sejarah, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Manfaat Menulis Bagi Profesi Guru

21 Desember 2022   23:03 Diperbarui: 21 Desember 2022   23:12 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menulis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mengungkapkan gagasan, opini, dan ide dalam rangkaian kalimat. Gagasan, opini, ide, dapat diperoleh dari berbagai sumber bisa imajinasi atau dari hasil literasi. 

Oleh karena itu untuk memiliki gagasan, opini, dan ide maka harus banyak membaca. Semakin banyak membaca maka akan banyak gagasan, opini, dan ide, begitu pula sebaliknya.  Apalagi di era komunikasi saat ini, peluang untuk membaca berbagai sumber terutama yang daring sangat terbuka. 

Persoalannya adalah tergantung kita mau mulai membaca atau tidak.  Menulis tidak hanya mengungkapkan gagasan, opini, dan ide sembarangan tapi bagaimana tulisan itu menarik untuk dibaca dan bermanfaat bagi yang membaca, baik itu tulisan fiksi maupun non fiksi.

Guru menurut KBBI adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Guru merujuk pada profesi pengajar di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)sampai Pendidikan Menengah/Kejuruan. 

Profesi guru sangat dekat dengan kegiatan belajar terutama membaca dan menulis. Secara sederhana ketika mendengar kata belajar, maka dua kata yang muncul yaitu membaca dan menulis, dan itu yang diajarkan sejak PAUD sampai SMA/SMK. 

Oleh karena itu sebagai sebuah profesi, maka guru harus menguasai membaca dan menulis, disamping juga kemampuan lain yang mendukung kegiatan mengajar. Bisa dikatakan, membaca dan dan menulis adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai guru karena hal itu adalah salah satu yang akan dicontohkan untuk peserta didik. 

Menulis sangat dekat dengan profesi guru terutama dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar bukan sekedar memfasilitasi peserta didik dalam memahami materi atau  bahan ajar, tetapi juga memberi teladan tentang belajar yang didalamnya ada kemampuan membaca dan menulis.  Lalu apa manfaat menulis bagi profesi guru :

1. Memberi teladan kepada peserta didik.

Sudah diketahui secara umum, maka guru menyuruh (menasehati) agar peserta didik rajin belajar. Rajin belajar yang dimaksud adalah pasti membaca materi atau bahan ajar yang akan maupun yang sudah difasilitasi oleh guru. Salah satu bukti telah belajar adalah nilai yang diraih peserta didik, baik penilaian harian, penilaian tengah semester, maupun penilaian akhir semester/tahun. 

Kalau pertanyaan berasal dari peserta didik dan ditujukan pada guru, apakah guru juga belajar dan apa buktinya ? Jika guru itu rajin menulis entah buku atau artikel maka sudah memberi contoh pula tentang belajar yaitu membaca dan ada bukti atau hasil yaitu tulisan. 

Guru yang menulis pasti membaca banyak literatur, sedangkan guru yang tidak menulis mungkin hanya membaca buku bahan ajar dan belum tentu membaca literatur, atau bahkan jarang membaca. Apalagi sekarang digalakkan literasi bagi peserta didik  sebelum mulai pelajaran, persoalannya apakah guru juga melakukan literasi ? Dalam hal ini posisi guru sebagai teladan, maka menulis sekaligus sudah memberi contoh belajar dan hasilnya.

2. Berpikir sistematis,kronologis, dan kritis.

Menulis adalah menuangkan gagasan, opini,dan ide secara baik dan benar agar memberi manfaat bagi yang membaca. Oleh karena itu tidak tidak sekedar menulis, tapi menulis yang sistematis, kronologis, dan kritis. 

Meskipun berupa fiksi tetap perlu sistematis, kronologis, dan kristis, apalagi tulisan non fiksi. Dengan menulis, maka guru selalu belajar terus menerus agar bisa menghasilkan tulisan yang sistematis, kronologis dan kritis. 

Untuk menghasilkan tulisan seperti itu, maka guru harus sering membaca agar bisa menghasilkan pemikiran sistematis,kronologis, dan kritis yang akan dituangkan ketika menulis. Ketika mengajak peserta didik untuk belajar berpikir sistematis, kronologis, dan kristis, maka guru sudah memilik contoh  konkret yang bisa untuk teladan.

3. Belajar sepanjang hayat.

Menulis identik dengan salah satu unsur dari belajar, disamping juga ada membaca. Menulis adalah salah satu satu bentuk konkret dari belajar yaitu membaca. Memang tidak selalu setelah membaca lalu akan menulis, tetapi ketika menulis maka sebelumnya sudah dibekali atau diisi dengan membaca. Melalui membaca maka akan banyak hal atau informasi yang bisa menjadi sumber atau referensi ketika menulis sehingga tidak asal menulis.

Sering membaca buku apapun yang menjadi minatnya bisa dikatakan bahwa guru itu belajar sepanjang hayat. Wawasan guru itu menjadi luas, tidak hanya materi bahan ajar, tapi bisa berbagai hal yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan bahan ajar. 

Apalagi setiap bahan ajar bisa didekati dengan berbagai disiplin ilmu. Belajar pendekatan dari berbagai disiplin ilmu terhadap bahan ajar inilah yang bisa didapatkan oleh guru melalui menulis. Maka ketika guru rajin menulis maka sudah melakukan belajar sepanjang hayat.

4. Berkarya tulis terus menerus.

Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, maka ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah". Inilah pentingnya bukti otentik yaitu menulis karena bisa dipertanggungjawabkan. Peradaban suatu bangsa akan dikenal karena peninggalan otentiknya. Ketika peninggalan otentik sedikit maka informasi yang bisa digali juga sedikit. 

Apalagi di era sekarang dengan sarana komunikasi yang luar biasa canggih sehingga bisa mencari sumber atau referensi kapanpun dan dimanapun. Ditambah saat ini sebagian guru yang sudah punya sertifikat pendidik sehingga mendapat tunjangan sertifikasi, seharusnya punya kemampuan untuk membeli buku yang mendukung dalam rangka tugas mengajar. 

Tapi apakah guru yang menerima tunjangan sertifikasi kemudian sering membeli buku dan membuat karya tulis? Memang perlu penelitian lebih lanjut tentang hal itu, tapi penulis cukup yakin masih jarang guru yang menerima tunjangan sertifikasi maka sering beli buku dan membuat karya tulis. 

Padahal tujuan tunjangan sertifikasi disamping untuk kesejahteraan, juga meningkatkan kualitas guru. Salah satu cara meningkatkan kualitas guru disamping studi lanjut adalah membeli buku dan membuat karya tulis.

Menulis  memang butuh keberanian tersendiri karena tidak mudah menuangkan gagasan,opini, dan ide dalam bentuk tulisan. Menuangkan  gagasan, opini, dan ide yang paling mudah adalah lisan. Tapi lisan tidak meninggalkan jejak, sedangkan tulisan  ada bukti otentik. 

Sedangkan yang ada dihadapan peserta didik dan guru salah satunya adalah bukti otentik yaitu buku bahan ajar. Ketika guru sering menulis entah artikel ataupun buku tentu membuat cara pandang peserta didik kepada guru itu pasti berbeda. Berbeda artinya bahwa peserta didik punya nilai pandang yang lebih terhadap kemampuan guru. Maka jadilah guru yang punya nilai lebih, salah satunya menulis dan menghasilkan karya tulis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun