Mohon tunggu...
Senny Pellokila
Senny Pellokila Mohon Tunggu... Guru - Kebun binatang safari

Perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Cepat Menghakimi Orang Lain

11 Juli 2023   17:44 Diperbarui: 11 Juli 2023   17:56 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teks matius 7:1-5 ini di mulai dengan suatu pernyataan janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak di hakimi. Menghakimi di sini, tentu kita di anggap sebagai hakim yang selalu menyatakan kesalahan orang lain. Jadi walaupun kita punya hubungan kekeluargaan yang kuat tetapi pada waktu melihat kekurangan orang lain maka begitu mudahnya kita menyatakan kesalahan orang lain, begitu mudahnya kita menjatuhkan dia dan menganggapnya tidak layak.

Jadi dalam relasi, kita selalu bertindak sebagai hakim yang menyatakan kesalahan, bukan sebagai saudara untuk menolong. Misalnya pada waktu orang sakit, kecelakaan, kita katakan itu akibat dosa, pada waktu orang tidak bersalaman dengan kita, maka kita katakan orang itu tidak menyukai kita. Pada waktu kita buat pesta, orang tidak datang maka kita katakan dia benci dan iri hati pada kita.

Jadi kita itu sok tahu seperti hakim, yang tugasnya hanya melihat dan menyatakan kesalahan, padahal belum tentu orang itu seperti itu, dan yang kacau ukuran yang kita pakai untuk menyatakan kesalahan adalah ukuran manusia, ukuran berdasarkan diri sendiri bukan ukuran berdasarkan Firman Tuhan.

Orang jatuh sakit, kecelakaan bukan selamanya karena dosa, orang tidak bersalaman dengan kita, tidak datang pada pesta kita bukan juga menunjukkan dia orang jahat, tidak menyukai kita, itu ukuran/ pandangan kita bukan  pandangan  Firman Tuhan.

Dalam konteks Firman Tuhan yang berhak menyatakan orang itu jahat bukan manusia tetapi Tuhan, maka jangan seenaknya kita mengatakan orang itu jahat, apalagi kalau kita tidak tahu yang sebenarnya.

Tapi kalaupun orang itu jahat karena memang Firman Tuhan menunjukan prilakunya yang jahat tetapi tugas kita bukan untuk menghakiminya (menjatuhkan hukum pada dia) tetapi menolong dia sebagai seorang saudara agar dia bisa berubah.

Suatu waktu Yesus sedang berada di rumah seorang Farisi, lalu datanglah seorang perempuan yang terkenal sebagai perempuan berdosa (pelacur) membawa minyak wangi dan meminyaki kaki Yesus.

 Lalu Simon orang Farisi berkata jika dia nabi, dia tahu siapa perempuan yang menjamahnya, tentu Ia tahu bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa.

Ini menghakimi berdasarkan ukuran dirinya, bukan ukuran Tuhan, karena dalam pandangan Tuhan,  Tuhan katakan :  Ia datang untuk mencari orang berdosa.

Jadi kita lihat pada saat itu orang farisi  merasa diri lebih benar, sedangkan wanita (pelacur) ini adalah orang yang paling berdosa tetapi sebenarnya pada saat itu dia adalah orang yang jahat dan jauh dari Tuhan sedangkang wanita (pelacur) yang dianggap paling berdosa ini adalah  orang yang paling dekat dengan Tuhan.

Jadi jangan menghakimi menggunakan ukuran kita, karena kita tidak tahu kondisi sebenarnya,orang farisi merasa pelacur itu paling berdosa padahal pada saat itu wanita tersebut  yang paling dekat dengan Tuhan.

Inipun juga bisa terjadi dalam kehidupan kita pada waktu kita melihat ada wanita muda hamil diluar pernikahan maka kita menganggap dia adalah wanita tidak bermoral, tetapi bisa jadi kita tidak tahu bahwa dia juga menyesal atas dosanya, dia menangis dan minta pengampunan dari Tuhan, maka pada saat itu dia adalah orang yang paling dekat dengan Tuhan dibanding kita.

Oleh karena itu janganlah menghakimi, apalagi menggunakan ukuran kita, karena kita tidak tahu apa yang sebenarnya.

Memang tanpa sadar, mencari-cari kesalahan itu menyenangkan, bertindak seperti hakim membuat kita merasa paling benar. Tetapi ingat firman Tuhan dalam teks ini katakan  ukuran yang sama, yang di pakai untuk menghakimi juga akan di kenakan pada diri kita.

Seharusnya dengan hal ini membuat kita takut, karena kalau kita suka menghakimi maka suatu saatpun Tuhan akan menghakimi (menghukum kita) dengan ukuran yang sama.

Oleh karena itu janganlah kita mudah mencari kesalahan, dan menghancurkan orang lain karena hal itupun juga akan di kenakan pada diri kita.

Ada seseorang teman yang tidak menyukai teman kerjanya, maka apapun yang di lakukan orang itu tidak ada yang benar, selalu di kritik, di jatuhkan, dan tidak pernah di puji. Nah orang seperti ini nanti pada saat penghakiman Tuhanpun tidak menyukai dirinya, karena dia tidak menyukai orang lain, ukuran yang sama akan di kenakan padanya.  

Oleh karena itu seharusnya kita gentar karena tugas kita bukan untuk menghakimi tetapi menolong, hanya Allah saja yang berhak menghakimi, kalaupun kita menyatakan dia salah adalah berdasarkan Firman Tuhan tetapi  dengan tujuan bukan untuk merendahkan atau menjatuhkan dia tetapi menolong dia untuk bertobat atau kembali kepada Allah.

Selanjutnya Jangan mengahikimi, bukan berarti kita membiarkan seseorang terus hidup dalam kesalahan /  tidak perlu menegur kesalahan orang lain, tetapi kalaupun kita menegur tujuannya bukan menghakimi dia, membuang dia, bukan menunjukan kita lebih benar  tetapi tujuannya untuk menolong dia agar dia berubah.

Ada seorang senior yang lebih dulu studi di suatu kota sering menasehati bahkan menegur yuniornya agar jangan salah bergaul, belajar baik agar bisa menggapai prestasi yang didambakan orang tuanya.

Tetapi Yunior ini merasa senior  mengekang kebebasannya dia tidak suka, dia menggangap seniornya ini seperti polisi yang selalu membatasi keinginannya.

Padahal senior ini selalu menegur dengan maksud baik. Suatu waktu Yunior ini pergi ke kamar seniornya, karena seniornya tidak ada, dia melihat ada sebuah buku dimeja dan setelah dia mengambil ternyata itu adalah buku yang berisi catatan harian dan isi doa dari seniornya.

Dan betapa terkejutnnya karena setiap lembaran buku itu namanya selalu di doakan seniornya agar dia bisa menjadi orang yang berhasil.

Jadi kalau kita menghakimi tujuannya menyatakan kesalahan dan membuang orang itu , tetapi kalau kita menegur tujuan untuk menolong dia, dan itulah tugas kita sebagai seorang saudara dalam Tuhan. Jadi tidak menghakimi bukan berarti tidak boleh menegur.

 

Ternyata penghakiman seperti ini sering di lakukan oleh orang-orang munafik, mereka menghakimi untuk menunjukan diri lebih layak, lebih benar, padahal dalam kehidupannya ia lebih jahat. Inilah orang munafik. Jadi dengan cepat menyatakan kesalahan tetapi tidak mengenakan kesalahan itu pada dirinya, hanya selalu  kepada orang lain.

Ini seperti di katakan dalam ayat lima : "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Jadi orang munafik itu selalu melihat orang lain salah tetapi tidak mengenakan kesalahan itu pada dirinya, walaupun dirinya lebih salah.

Kalau ada orang yang di putuskan cinta maka di katakan, itu akibat terlau egonya dia dalam berpacaran tetapi kalau dirinya yang bersikap seperti itu dan di putuskan cinta maka ia akan katakan, Tuhan baik maka Ia tidak merestui saya dengan orang itu.

Kalau orang lain yang kena musibah, sakit, kecelakaan maka di katakan itu adalah hukuman dari Tuhan, tetapi kalau dirinya yang mengalami hal itu maka di katakan itu adalah ujian dari Tuhan.

Kalau orang lain cepat naik pangkat maka di katakan itu pasti KKN, tetapi kalau dirinya KKN dan cepat naik pangkat maka di katakan itu wajar karena Tuhan juga membantu melalui orang lain.

Ini adalah orang munafik yang selalu merasa layak di hadapan Tuhan, dan jarang bersalah karena tidak pernah mengoreksi dirinya sedangkan orang lain banyak salah dan tidak layak di hadapan Tuhan. Orang-orang seperti ini hidupnya hanya menjaga image dirinya bukan mencari kebenaran dan pujian dari Allah.

Memang kejatuhan yang sering terjadi dalam hidup kita adalah  kita tidak pernah mengoreksi diri kita, sama-sama pernah korupsi tetapi kita katakan perbuatan orang itu sangat jahat, sama-sama saling memaki, tetapi kita katakan saya memaki dia karena dia layak untuk hal itu.

Kalau kita mengoreksi diri kita di hadapan Tuhan, maka yang akan terjadi, kita akan minta pengampunan dari Tuhan dan tidak merasa diri seperti Allah yang layak menghakimi orang lain.

Pada waktu saya melihat diri saya dihadapan Tuhan, walaupun saya tidak seperti orang yang suka mabuk, suka maki tetapi ternyata banyak kejahatan yang orang lain tidak tahu.

Orang mungkin melihat saya baik tetapi dihadapan Tuhan banyak hal-hal jahat yang saya lakukan dan orang tidak tahu, kalau seandainya Tuhan bukakan hidup saya seperti sebuah layar besar dilihat orang maka saya akan lari, karena saya juga bejat. Maka pengampunan Tuhan saja hari demi hari yang bisa menyucikan saya.

Orang kalau bisa mengoreksi dirinya dengan Firman Tuhan maka ia tidak akan merasa diri paling benar, dan diapun tidak akan mudah menghakimi orang lain, apalagi yang belum tentu kebenarannya.

Paulus saja dalam kehidupan rohani yang sudah baik ia pernah katakan kalimat seperti ini, Roma 7 : Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Makanya dalam ayat selanjutnya. Paulus katakan aku manusia celaka.

Kalau dalam kondisi seperti ini, masih mungkinkah kita merasa diri lebih benar dari orang lain, masih layakkah kita menyatakan kesalahan orang lain, padahal kita juga orang yang penuh dengan kesalahan. Orang-orang yang menghakimi adalah orang-orang tidak pernah mengoreksi dirinya di hadapan Tuhan, sehingga selalu merasa  benar, padahal  dirinya juga salah.

Maka pada waktu orang berefleksi dengan Tuhan maka ia akan mendapati dirinya tidak layak di hadapan Tuhan, sehingga tidak menghakimi orang lain.

Maka sediakan waktu untuk membaca Firman Tuhan, berefleksi berdasarkan kebenaran Firman, kalau bapak ibu masih menemukan diri sebagai orang berdosa maka tidak layak untuk menghakimi, menjatuhkan seseorang tetapi pada waktu bapak, ibu melihat orang yang hidupnya kacau bapak/ibu mau menolong dia, bukan menghakiminya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun