Jadi kita sebagai pelayan dan hamba bekerja untuk Tuhan dengan melayani orang lain, sebagai hamba/ pelayan kita tidak bisa memaksa orang untuk menghargai/ menghormati karena tugas kita melayani mereka sehingga biarlah kehormatan dan pujian itu datang dari Tuhan.
Adakah hamba/ pelayan Tuhan mencari kehormatan manusia, tidak ada, yang namanya hamba lebih banyak tidak dihargai, itu wajar.
Saya ingat suatu peristiwa di seminari. Biasanya pada akhir semester kami mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengevalusi para dosen. Ada seorang dosen lulusan dari seminari terkenal di dunia, tapi karakter dia tidak bagus, dia selalu masuk terlambat, tidak mempersiapkan bahan ajar dengan baik, dan beberapa sikap buruk lainnya.
 Pada waktu ada seorang mahasiswa memberikan penilaian buruk padanya (mungkin juga banyak mahasiswa) dan seharusnya format evaluasi itu di masukan dalam amplomp yang sudah disediakan dan dosen  tidak boleh membaca eveluasi tersebut tetapi ia mengambil lembar evaluasi dalam amplomp dan membaca evalusia buruk terhadap dirinya dari mahasiswa ini.
Maka dia sangat ngamuk dan mengancam siapa yang menulis, kalau tidak  maka seluruh mahasiswa tidak akan lulus, akhirnya mahasiswa ini mengaku dan ia katakan bahwa mahasiswa ini tidak akan lulus selama-selamanya dari setiap mata kuliah yang dia ajar.
Tanpa sadar peristiwa ini sampai terdengar pada pemimpin seminari kami, dan biasanya kami selalu ibadah chapel dan hari itu yang memimpin chapel adalah pimpinan seminari dan setelah ibadah, ia minta waktu sebentar dan di hadapan seluruh mahasiswa dan dosen yang menghadiri ibadah tersebut maka ia katakan sebagai pimpinan seminari maka saya yang bertanggung jawab terhadap seluruh  peristiwa yang ada termasuk evaluasi yang dilakukan.
Oleh karena itu saya meminta maaf kepada seluruh mahasiswa terhadap kejadian yang telah terjadi, saya minta maaf telah melukai mahasiswa.
Wao suatu pengakuan luar biasa, rendah hati, seorang rektor/direktur meminta maaf kepada mahasiswa. Ini jarang terjadi.
Yang saya takuti kesombongan kita membuat kita terus ingin menghancurkan  orang lain pada waktu merasa terhina padahal itu adalah kesalahan kita karena kita tidak pernah rendah hati sehingga tidak menyadari hal itu, padahal di dalam Tuhan kita bisa rendah hati  dan akhirnya menyadari kesalahan kita dan meminta maaf. Kesombongan dihancurkan didalam Tuhan.
Jadi akhirnya kita melihat yang menjadi perbedaan dalam keputusan Mordekhai dan Haman, adalah Mordhekai di dasarkan pada kemauan Tuhan tetapi Haman didasarkan pada harga dirinya yang terhina. Maka buatlah keputusan yang menyenangkan hati Tuhan, sesuai dengan apa yang Tuhan mau bukan kesenagan diri yang ujungnya kita jatuh dalam kesombongan dan bisa berbuat ha jahat lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H