Mohon tunggu...
Senny Pellokila
Senny Pellokila Mohon Tunggu... Guru - Kebun binatang safari

Perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alkitab Berkata "Miskin Dihadapan Allah Berbahagia", Aneh Sekali

14 Maret 2022   18:06 Diperbarui: 14 Maret 2022   23:50 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kita bertanya pada banyak orang : "Apa itu kebahagian" maka pasti akan ada begitu banyak variasi jawaban. Dan biasanya orang mengatakan : kebahagiaan indentik dengan  keberhasilan / kesuksesan yang kita raih. Ada juga yang mengatakan kebahagiaan itu akan kita rasakan kalau kita punya harta yang banyak, sangat kaya.  

Tetapi ada juga yang mengatakan kebahagiaan itu  kalau kita punya suami/istri yang bukan hanya cantik atau tampan tetapi sangat bertanggung jawab. Semua jawaban-jawaban itu ingin menunjukan bahwa kebahagiaan itu berhubungan dengan kita mendapatkan sesuatu yang positif.

Tetapi hari ini kita belajar suatu konteks kebahagiaan yang sangat berbeda dengan semuanya itu bahkan sangat negative tetapi Tuhan katakan  itu kebahagiaan yang terindah.

Dalam ayat yang ketiga Tuhan Yesus memberikan suatu pernyataan yang membuat tercengang para pendengarnya yaitu : Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah. 

Mereka tercengang karena pada waktu mereka memikirkan kalimat ini tentu mereka akan heran. Koq bisa orang yang miskin itu berbahagia? Apakah ini suatu pernyataan yang hanya ingin menghibur, karena banyak pengikut Kristus adalah orang miskin ataukah ini suatu pernyataan yang sungguh nyata : bahwa orang  miskinlah  yang akan  berbahagia.

Memang pernyataan ini bersifat rohani kalau di lihat dari konteksnya, bukan miskin secara fisik. Tapi tetap aneh, karena seharusnya yang berbahagia itu adalah orang yang kaya secara rohani, bukan miskin secara rohani. Kalau dia kaya secara rohani, hidupnya menyenangkan Tuhan, selalu setia kepada kehendak Tuhan maka ia akan bahagia. Pemazmur mengatakan orang seperti ini :  seperti pohon yang di tanam di aliran air, wao sungguh  bahagia. Tetapi disini Tuhan katakan yang miskin secara rohanilah yang berbahagia, mengapa bisa seperti itu ? Inikan negative.

Yang perlu di pahami bahwa pernyataan ini di mulai dari sudut pandang Tuhan. Jadi dalam pandangan Tuhan walaupun seseorang sudah hidup menurut kehendak Tuhan tetapi jauh dari kesempurnaan. Dalam pandangan Tuhan orang-orang benar itu (kita yang sudah percaya pada Kristus) hidupnya jauh dari kemurnian, dan kalau mereka menyadari akan hal itu maka mereka akan bahagia.

Karena siapa yang berani berdiri di hadapan Tuhan dan mengatakan bahwa dia ini kaya secara rohani, dia selalu setia kepada kehendak-kehendak Tuhan, dia selalu menjalankan apa yang Tuhan kehendaki, maka Tuhan akan menunjukan dosa-dosanya yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain dan akan membuat dia malu dan lari dari pada Tuhan.

Saya membayangkan kalau Tuhan itu menunjukan hidup saya seperti sebuah tayangan film yang di lihat oleh semua orang, maka saya akan lari. Karena dari luar orang melihat saya itu seperti orang yang sangat suci. Berkhotbah menegur dosa tetapi ternyata juga banyak dosa-dosa yang tersembunyi, ada juga motivasi yang tidak benar yang orang tidak ketahui selama ini. Nah kalau kondisi seperti ini maka saya tidak akan berani mengatakan bahwa saya adalah orang yang layak di hadapan Tuhan, karena saya sangat jauh dari standar-standar Tuhan selama ini..

Kalau saya mengingat-ingat  dan menghitung akan dosa-dosa saya, misalnya dalam seminggu ini maka waduh saya sangat jauh dari standar Tuhan, sangat jauh dari kemurnian. Malu menyebutnya.

Jadi kita semua dari sudut pandang Tuhan jauh dari pada kesempurnaan, jauh dari pada kemurniaan, miskin secara rohani dan Tuhan ingin kita menyadari itu. Walaupun dari sudut pandangan manusia, kita kelihatan sangat baik tetapi tetap tidak sempurna.

Saya teringat cerita dalam Alkitab. Di katakan ada seorang yang berlari-lari mendapatkan Yesus dan sambil berlutut  Mengatakan : Guru yang baik, apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal. Kalau seandainya saya yang menjadi Tuhan Yesus, maka saya akan terkesima dengan orang muda ini.

Misalnya saya mengantikan Tuhan Yesus : Saya katakan jangan membunuh, orang muda tersebut mengatakan saya tidak pernah membunuh, lalu saya katakan jangan bersinah, ia pun menjawab itupun sudah saya taati, lalu saya katakan : jangan mencuri, ia katakan dari dulu saya tidak pernah mencuri. 

Tentu saya akan kaget, dan mengatakan hebat sekali anak muda ini. Lalu saya katakan lagi : jangan mengucapkan saksi dusta, dan ia menjawab saya tidak pernah bersaksi dusta, waduh saya tambah memuji anak muda ini. Lalu saya katakan : jangan mengurangi hak orang lain, dan ia katakan itupun saya tidak pernah melakukannya. Waduh kalau saya berikan penilaian maka anak muda ini akan saya berikan nilai A, sempurna. Terakhir saya katakan : homatilah orang tuamu, dan saya  kaget sampai pada klimaksnya karena ia katakan : semua yang dikatakan oleh saya sudah di lakukannya.

Orang ini betul-betul sempurna, saya tidak hanya akan berikan nilai A, tetapi A plus kalau nilai itu ada. Tetapi ternyata saya berbeda dengan Tuhan, dari sudut pandang saya orang itu sempurna, tetapi pada waktu Tuhan katakan : jualah hartamu dan berikanlah kepada orang miskin baru ketahuan bahwa selama ini ternyata ia lebih mencintai hartanya di banding Tuhan. Ternyata ia tidak sempurna, ternyata ia lebih mencintai berkat Tuhan dari pada Tuhan yang adalah sumber berkat tersebut.  Ternyata  ada juga dosa yang saya tidak ketahui dan Tuhan nyatakan akan hal itu. Maka dari sudut pandang Tuhan ia tidak masuk standarnya Tuhan.

Tetapi terkadang konsep kebaikan kita juga sama seperti anak muda ini. Kalau kita sudah mentaati kehendak Tuhan hanya empat/lima saja kita merasa sudah layak. Ternyata tidak. Kita sangat jauh dari pada kesempurnaan, dan celakanya banyak orang tidak menyadari hal itu.

Banyak orang kalau dia sering berdoa, pergi ke gereja, berikan perpuluhan, dia merasa sangat layak berdiri di hadapan Tuhan, apalagi kalau dia bandingkan dirinya dengan orang yang tidak pernah melakukan hal yang sama seperti dia, maka dia merasa berdiri di atas awan, kalau dia bandingkan dirinya dengan anak-anak yang suka minum di jalanan, dan tidak pernah ke gereja maka dia memandang rendah mereka, kalau membandingkan dirinya dengan orang yang pernah mencuri uang kantor, apalagi orang yang  bersinah maka dia merasa bahwa dirinya jauh lebih benar dari pada orang itu. Padahal selama ini dia memakai standar yang salah dan tetap merasa diri benar, ini kan kondisi yang sangat gila.

Ini sama seperti orang farisi dan pemungut cukai. Orang farisi dengan begitu sombongnya dia katakan pada Tuhan : Aku mengucap syukur, karena aku tidak sama seperti orang lain. Aku bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pesinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini. Aku berpuasa dua kali seminggu, memberikan persepuluhan. Tetapi ternyata Tuhan menolaknya mentah-mentah.  Karena standar yang di pakainya adalah salah. Bukan Firman Tuhan tetapi membandingkan dirinya dengan orang lain. 

Oleh karena itu pakailah perkataan Tuhan untuk menilai diri kita, dan pada saat kita menggunakan Firman Tuhan untuk menilai diri kita maka kita akan selalu menemukan diri kita jauh dari kesempurnaan, jauh dari kemurniaan dan pada saat itu adalah saat-saat yang terindah karena Tuhan mau mengampuni kita, membenarkan kita  dan bersama dengan kita.

Orang Farisi yang saya ceritakan tadi kehilangan saat yang terindah karena merasa diri benar padahal bobrok sedangkan pemungut cukai itu menemukan saat yang terindah. Alkitab mengambarkan dirinya seperti ini : Ia tidak berani memandang ke langit dan melainkan ia memukul dirinya dan berkata : Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Ia  sadar akan dirinya pada waktu membandingkan dirinya dengan Tuhan. Sangat berdosa, sangat bejat, tetapi pada saat itulah Tuhan membenarkan & bersama dengan dia, itulah saat yang terindah.

Maka jangan berusah membenarkan diri kalau Tuhan nyatakan kita bersalah terimalah itu dan bertobatlah, maka Tuhan akan membenarkan atau mengembalikan kita.

Saya pernah menonton putusan pengadilan terhadap kasus cembongan, pembunuhan terhadap 4 orang narapidana dari NTT dan saya melihat saudara ucok dan teman-temannya itu tidak punya keinginan untuk bertobat. Dengan alasan ingin mencari keadilan, maka mereka  banding. Bagi saya banding itu tidak masalah, mencari keadilan perlu tetapi yang penting mau bertobat, bukannya membenarkan diri bahwa saya telah menolong banyak orang dengan membunuh preman yang telah meresahkan masyarakat.  Ini sikap yang membenarkan diri tidak ingin menerima kesalahan.

Mencari keadilan perlu tetapi mencari keadilan kan tidak menghilangkan kita untuk mengakui bahwa diri kita sudah salah. Tiba-tiba suatu waktu kita mencuri tetapi kita katakan tidak apa-apa karena kita  mencuri untuk bisa makan dan minum, bukan untuk memperkaya diri.  Ini suatu kondisi yang sangat parah karena tidak mau mengakui kesalahan tetapi  mau membenarkan diri.

Suata saat, kita maki orang dan kita katakan dia layak mendapatkan makian kita. Gila, kita tidak lagi menyadari itu salah karena pakai standar yang berbeda. Banyak orang katakan kita sombong, kita tidak mau mendengarkan, kita langsung katakan saya tidak sombong tetapi kalian yang tidak mau menerima kritikan saya. Ini parah sekali, seharusnya yang kita lakukan adalah melihat diri kita sebenarnya berdasarkan Firman Tuhan bukan sangat "defend" terhadap perkataan orang lain.

Cobalah kita menilai diri kita berdasarkan Firman Tuhan maka kita akan menemukan diri sangat bobrok, tetapi pada waktu kita mengakuinya maka pada saat itu Tuhan akan membenarkan kita dan itulah saat yang terindah.

Akhirnya, kebahagiaan itu tidak selamanya indentik dengan suatu keberhasilan atau sesuatu yang bersifat positif tetapi kebahagian itu bisa terjadi pada saat kita menyadari diri kita miskin secara rohani, jauh dari kesempurnaan sehingga mau bertobat maka pada saat itulah Tuhan akan membenarkan kita. Inilah kebahagiaan dalam pandangan Tuhan, maka berjanjilah untuk dapatkan kebahagiaan seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun