Mohon tunggu...
Senny Pellokila
Senny Pellokila Mohon Tunggu... Guru - Kebun binatang safari

Perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alkitab Berkata "Miskin Dihadapan Allah Berbahagia", Aneh Sekali

14 Maret 2022   18:06 Diperbarui: 14 Maret 2022   23:50 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah menonton putusan pengadilan terhadap kasus cembongan, pembunuhan terhadap 4 orang narapidana dari NTT dan saya melihat saudara ucok dan teman-temannya itu tidak punya keinginan untuk bertobat. Dengan alasan ingin mencari keadilan, maka mereka  banding. Bagi saya banding itu tidak masalah, mencari keadilan perlu tetapi yang penting mau bertobat, bukannya membenarkan diri bahwa saya telah menolong banyak orang dengan membunuh preman yang telah meresahkan masyarakat.  Ini sikap yang membenarkan diri tidak ingin menerima kesalahan.

Mencari keadilan perlu tetapi mencari keadilan kan tidak menghilangkan kita untuk mengakui bahwa diri kita sudah salah. Tiba-tiba suatu waktu kita mencuri tetapi kita katakan tidak apa-apa karena kita  mencuri untuk bisa makan dan minum, bukan untuk memperkaya diri.  Ini suatu kondisi yang sangat parah karena tidak mau mengakui kesalahan tetapi  mau membenarkan diri.

Suata saat, kita maki orang dan kita katakan dia layak mendapatkan makian kita. Gila, kita tidak lagi menyadari itu salah karena pakai standar yang berbeda. Banyak orang katakan kita sombong, kita tidak mau mendengarkan, kita langsung katakan saya tidak sombong tetapi kalian yang tidak mau menerima kritikan saya. Ini parah sekali, seharusnya yang kita lakukan adalah melihat diri kita sebenarnya berdasarkan Firman Tuhan bukan sangat "defend" terhadap perkataan orang lain.

Cobalah kita menilai diri kita berdasarkan Firman Tuhan maka kita akan menemukan diri sangat bobrok, tetapi pada waktu kita mengakuinya maka pada saat itu Tuhan akan membenarkan kita dan itulah saat yang terindah.

Akhirnya, kebahagiaan itu tidak selamanya indentik dengan suatu keberhasilan atau sesuatu yang bersifat positif tetapi kebahagian itu bisa terjadi pada saat kita menyadari diri kita miskin secara rohani, jauh dari kesempurnaan sehingga mau bertobat maka pada saat itulah Tuhan akan membenarkan kita. Inilah kebahagiaan dalam pandangan Tuhan, maka berjanjilah untuk dapatkan kebahagiaan seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun