Mohon tunggu...
Almira Yulia
Almira Yulia Mohon Tunggu... -

Belajar dari "0" dan berusaha menjadi "1"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puzzle Kehidupan adalah Program Masa Depan

10 September 2012   13:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mila seorang anak tunggal dari keluarga sederhana yang hidup dipelosok pulau Kalimantan, saat ini aku merantau ke Jogja untuk mencari ilmu di bangku kuliah. Dan aku bersyukur telah dilahirkan dikeluarga luar biasa ini.

Suatu Malam

Malam ini cuman ada aku dan mamah di kamar sedangkan ayah lagi serius nonton pertandingan liga inggris kesukaannya di ruang TV. Malam ini berasa tenang banget ada suara jangkrik dan kodok yang bernyayi bersahut sahutan saling beradu tingkat kemerduan suara untuk menarik perhatian kodok betina.  Semua suara itu saling bergantian dengan gemericik air yang keluar dari pancuran di kolam ikan di halaman rumah. Dikeheningan ini tiba-tiba aja aku nanya ke mamah.

Gimana sih mamah bisa yakin sama ayah kalo itu jodoh mamah?

Dari dulu aku hanya mendengar cerita mamah kalo mamah sama ayah cuman beberapa bulan saja sejak pertama kali kenalan langsung punya komitmen untuk menikah.

Mamah tersenyum mendengar pertanyaan anaknya yang bawel ini. Mamah beralih posisi yang tadinya posisi memandangi langit langit kamar sekarang mamah memiringkan badannya dengan posisi badan mengarah ke depan ku dan melihat wajahku sambil ngelus hangat rambut anaknya ini.

Mamah liat ayah mu itu berwudhu pas mau sholat dan mamah liat ayah sudah kerja.

Terus! kataku langsung melemparkan pertanyaan lagi.

Mamah tersenyum lagi dan menjawab, itu aja sayang kata mamah, cuman dua hal itu yang mamah liat dari ayah mu.

Waww.. cuman dua point itu saja yang mamah liat kataku sambil berdecak kagum tanda ga percaya.

Dua point yang ternyata begitu dahsyat ke depannya, dua hal itu jangan dianggap sepele tapi dua hal itu yang memang sangat amat penting mendasari seorang wanita memilih lelaki menjadi calon suaminya.

Lalu mamah melanjutkan ceritanya di masa lalu, mengikis kenangan yang dirajut bersama dengan Ayah ku.

Tahun pertama pernikahan dengan uang yang tidak terlalu banyak, ya maklum orang pertama kali berumah tangga memang seperti itu adanya, menjadi pegawai baru dan uang tabungan pun belum banyak terkumpul. Taukah apa yang ayah bilang ke mamah?? penghasilan dari gaji itu besar atau kecil sama saja, dalam artian kalo gaji sebesar apapun kalo ga bisa memanajemen uang dengan baik ya tentunya ga akan jadi apa-apa tapi jika uang sedikit kalo itu di manajemen dengan benar maka akan menjadi sesuatu yang luar biasa ke depannya. Dari situ lah ibu ku mulai melakukan kesepakatan dengan ayah. kata mamah: kalo gitu biar gaji pian, pian tabung aja, gaji ulun biar gasan kebutuhan makan lawan keperluan rumah lain ( kalo gitu biar gaji mas, mas tabung aja, gaji saya biar buat kebutuhan makan dan keperluan rumah lain ). Dari situlah gaji setiap bulan ayah selalu ditabung dan selama ini hanya gaji mamah saja yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup semuanya.

Padahal kata mamah menurut Islam, duit dari hasil gaji istri itu merupakan hak dari istri sendiri. Sedangkan gaji suami itu wajib hukumnya untuk memenuhi kebutuhan semua keperluan istri dan anak-anaknya. Sebenarnya tidak ada kewajiban istri itu bekerja, soalnya yang wajib mencari nafkah untuk hidup adalah suami bukan istri. Istri tugasnya hanya mendidik anak dan mengurus suami. Tapi kata mamah lagi, jika sang istri mengikhlaskan semua gajinya untuk keperluan rumah tangga, maka surga balasannya. Subhanallah...

Dari situlah mamah ga pernah merasakan gaji dari ayah, uang ayah selalu ditabung di bank. Tapi mamah percaya sama ayah. Kata mamah bisa aja ayah berpikiran dengan uang tabungannya nyari istri lain tapi itu "ga pernah" ga pernah terlintas dipikiran ayah buat selingkuh atau apalah itu. Uang itu tetap ada di bank dan ayah sesekali memperlihatkannya ke mamah. Dan baru waktu aku kuliah (3 tahun yang lalu), ayah ngasih uang gaji ayah ke mamah. Air mata berlinang waktu mamah menerima, sudah 20 tahun lebih mamah ga merasakan uang gaji suami. Uang itu lah yang digunakan ayah untuk investasi masa depan ku. Mamah percaya ayah...

Waktu aku masih di perut mamah, mamah bilang ke ayah. Yah, mumpung anak kita bentar lagi lahiran, mending kita nyari tanah sekarang. Dari situlah ayah nyari tanah (sekarang jadi rumah kami). Tanah sudah didapat tapi kendalanya adalah Ayah mau kuliah dulu atau membangun rumah dulu. Kata Ayah bangun aja rumah dulu, kuliah nanti bisa lanjutkan lagi. Rencana ke depan disusun kembali, langkah awal membangun rumah membeli barang-barang yang umurnya bisa tahan lama, seperti kayu. Bahan sudah terkumpul, perlahan-lahan uang sudah mulai terkumpul kembali supaya ke depannya cukup menggaji tukang. Uang buat tukang sudah terkumpul, baru saatnya membangun rumah, tahap demi tahap rumah pun sudah mulai terbentuk sampai atapnya. Sampai disitu rumah sudah cukup aman, dan untuk sementara berhenti, waktunya menabung lagi. Terus begitu sampai akhirnya rumah indah kami jadi (hasil jerih payah Ayah dan mamah).

________

Apa cukup dengan punya rumah saja semua sudah beres? ternyata rencana mamah dan ayah jauh melesat ke depan untuk masa depan anaknya. Kebetulan waktu itu ada teman dekat ayah mau meneruskan S2 dan butuh uang, tanah yang hampir berdekatan dengan rumah kami (milik teman ayah tadi) dijual. Dan ayah bilang: beli aja tanah itu, kita jadikan kos-kosan buat modal kuliah anak kita nanti. Subhanallah, pemikiran yang jauh ke depan. Padahal waktu itu aku ingat sekali, waktu ayah membangun kos-kosn itu aku masih sangat kecil, entah aku lupa tepatnya usia ku berapa, mungkin sekitar 5 tahun. Bertahap demi tahap dengan uang gaji yang disisihkan, kos-kosan itu sudah berbentuk dengan kokohnya. Aku ingat sekali waktu zaman itu, baru sedikit kos-kosan disekitar sini. Alhamdulillah sampai sekarang kos-kosan itu masih ramai.

___________

Aku ingat aku waktu itu aku baru kelas 2 SD. Ibu dan Ayahku berangkat haji. Sedih banget aku, usia ku yang masih anak-anak, yang masih ingin ikut induknya kemana pun dia pergi. Selalu menangis dan setiap malam mengambil baju ibu ku di lemari dan menciumnya setiap aku mau tidur. Aku ga bisa tidur setiap malam sebelum mencium baju ibu ku, hanya itu yang membuat hati ku tenang, hanya itu yang bisa ku buat, hanya itu obat rinduku kepada ibuku. Padahal hanya sebentar ibuku berangkat haji tapi entah mengapa bagi ku itu sangat lama, lama sekali. Aku rindu mamah dan ayah Cepat pulanggg....

Mungkin itu waktu yang tepat bagi ayah dan ibu ku berangkat haji. Aku yakin mereka juga ga tega meninggalkan anaknya yang masih kecil di rumah bersama mbah nya. Tapi itu lah waktu yang tepat, anak masih kecil dan uang ditabungan masih cukup buat menunaikan ibadah haji. Bukankah haji diperuntukkan bagi orang yang sudah mampu, mungkin itu yang membuat mamah dan ayah pengen berangkat haji. Kalo aku sudah besar tentu banyak biaya lagi yang harus dipersiapkan bukan!

________

Semua yang didapatkan sekarang tentunya hasil dari perencanaan masa depan kedua orangtua ku yang luar biasa. Di keluarga ku ga mengenal kata mewah, ga mengenal uang itu terbuang seperti air. Semua itu selalu direncanakan, pelan tapi pasti.

Semua terlihat sederhana, dan itu yang orangtua ku ajarkan. Menanamkan nilai hidup sederhana, bukan penampilan yang di nomor satukan tapi pemikiran ke depan yang di nomor satukan. Aku ingat sewaktu aku masih sekolah dasar, aku selalu minder teman-teman menanyakan uang saku ku setiap harinya. Jelas berbeda, aku ingat sekali waktu itu aku dari kelas 1-4 SD diberi uang jajan hanya Rp 500 per hari, tapi waktu itu uang Rp 25 masih berlaku. Sedangkan uang saku temanku bisa mencapai RP 3.000 per hari. Kelas 5 - 6 aku diberi uang saku Rp 3.000 per hari sedangkan teman ku Rp 10.000 per harinya. Aku sempat berpikir kenapa orangtuaku berbeda memberiku uang jajan dengan teman ku yang lain, kenapa uang jajan aku sedikit sekali ketimbang yang lain. Tapi itu hanya ku pendam didalam hati, tidak pernah ku tanyakan ke orangtuaku sampai saat ini.

Sejak aku SMP aku sudah dilatih orangtua ku hidup bertanggungjawab dengan diri sendiri. Bertanggungjawab dengan diberi uang jajan setiap bulan kalo ga salah waktu itu uang jajan ku sebulan Rp100.000 sebulannya. Ternyata dalam trik seperti ini melatih anak buat memanajemen uang untuk memenuhi kebutuhan dia. Dengan uang segitu apa dia bisa mengelolanya dengan baik atau malah dia menghambur-hamburkannya. Kalo aku bersikap nakal tentu aku diberi hukuman, karena itu uang jajan ku jatah ku buat satu bulan. Kalo aku belanjakan semuanya tentu aku ga dapat uang lagi dari mamah sebelum jatuh tempo (awal bulan). Berlatih mandiri, berlatih berpikir dewasa, dan banyak hal lagi yang aku dapatkan dari pelajaran ini. Ternyata teman-teman seusiaku belum ada yang mendapatkan pelajaran seperti ini dari orangtuanya.

__________

Tau ga mil, kata mamah tiba-tiba. Aku terbangun dari kenangan ku beberapa tahun lalu waktu.

ohhh... ehhh... iya kenapa mah, kata ku sambil memulihkan kembali konsentrasi ku.

Kemaren mamah liat temen mamah di kantor. Mereka berpenampilan wahh.. banget dari baju yang bagus-bagus, keluaran bermerek, terus mamah liat ditangannya banyak banget tuh berjejer emas. Terus waktu mamah pulang ke rumah, waktu makan siang sama Ayah mu mamah bilang gini.

Yah, mamah  ini penampilan ga kaya orang-orang ya... yang pake gelang banyak berjejer di tangan besar-besar lagi, mamah juga pengen kaya orang-orang tu yah.

Ayah bilang: Ngapain mamah punya pikiran kaya gitu, itu di Jawa mamah punya emas gede.

Mamah senyum mendengar jawaban dari Ayah.

Mamah jawab: Iya bener juga apa yang ayah bilang, yang di Jawa lebih dari emas itu kalo anak kita sudah berhasil. ( Mereka berdua lalu tertawa bersama-sama)

Aku nyimak mamah cerita dan lalu tersenyum.

Luar biasa jawaban ayah tu dalam dan membuka hati mamah. Jadi maksud ayah, bukan penampilan harta yang diperlihatkan, keberhasilan anak ke depan itu lebih dari nilai emas yang besar-besar di tangan. Subhanallah ayah....

Pelajaran luar biasa dari kedua orangtua ku. Dan aku baru mengerti dan memahaminya, mengapa selama ini kami hidup sederhana seperti ini, demi anak tercintanya. Bekerja keras, apa pun yang dikerjakan asal halal, ulet bekerja. Mereka adalah cermin ku cermin kehidupan ku. Itu lah puzzle kehidupan yang tersusun dari program-program masa depan.

Terus mamah ngelanjutin petuahnya yang diperuntukkan untuk anak semata wayangnya ini. Mila anak mamah dengerin apa yang mamah bilang ini ya.

Aku mengangguk, mengiyakan permintaan mamah dan mendengarkan kalimat-kalimat yang keluar dari bibir mamah.

Hidup tanpa program, bisa membuat kita terlena, terlena dengan harta yang ada, lupa akan masa depan yang masih jauh. Dan tentunya kita tidak akan pernah tau, masa depan itu apakah akan sebaik sekarang atau malah sebaliknya. Semua itu rahasia Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun