Perkembangan awal yang terjadi pada anak-anak dipengaruhi oleh lingkungan, baik,lingkungan rumah mereka maupun lingkungan pusat perawatan anak atau lembaga pendidikan,prasekolah (Bronfenbrenner & Morris, 1998),setiap pengalaman yang diperoleh anak akan saling berkaitan dengan pengalamannya yang lain dan akan menghasilkan perubahan perkembangan permanen pada anak,menurut teori ekologi, lingkungan yang menyediakan peluang dan dukungan untuk pertumbuhan adalah lingkungan yang mampu menciptakan situasi untuk anak berinteraksi dengan orang-orang dan lingkungannya,pengalaman baik ataupun buruk yang didapat anak dapat terjadi karena lingkungan,sekitarnya Lingkungan yang baik akan memberikan pengalaman baik pula untuk anak,sebaliknya jika kondisi lingkungan sekitar anak tidak baik maka pengalaman yang didapat anak akan kurang baik. Kekacauan lingkungan adalah konstruk teoritis yang menunjukkan sistem yang terlalu menstimulasi karakteristik lingkungan yang merugikan terkait dengan perkembangan dan kesejahteraan anak-anak.
Bronfenbrenner (Carter,2016) menyatakan bahwa perkembangan awal anak dipengaruhi oleh beberapa konteks sosial dan budaya yang termasuk keluarga, pengaturan pendidikan, dan masyarakat. Perkembangan yang dialami anak mencerminkan pengaruh dari sejumlah sistem lingkungan keluarga. Keluarga termasuk dalam sistem mikrosistem yaitu lingkungan tempat tinggal hidup,konteks ini meliputi keluarga, teman sebaya, sekolah, dan lingkungan sekitar, yang didalam mikrosistem inilah terjadi interaksi yang paling langsung dengan agen-agen sosial misalnya dengan orangtua, guru, dan teman sebaya,tidak banyak penelitian tentang kekacauan anak di lingkungan sekolah,ada satu penelitian tentang pengaruh pengaturan pendidikan dan perawatan awal yang kacau pada pengembangan anak-anak dengan mengukur dimensi kacau individual misalnya, ruang kelas yang terlalu padat, pergantian pengasuh,pada pengaturan perawatan anak dinilai menjadi kacau saat menunjukkan perilaku yang tidak sesuai atau tidak sama dari anak-anak biasanya. Perilaku yang tidak sesuai tersebut bisa jadi sering ditunjukan oleh anak, sehingga perawat atau pendidik menilai anak tersebut mengalami masalah dalam perkembangan sosial emosionalnya.
Hurlock (1978) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau berperilaku dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat yang sesuai dengan tuntunan sosial. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. kemampuan sosial anak dapat diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya,ebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, ketika anak sudah mampu mengenall ingkungannya.Â
Suparno, dkk (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perilaku sosial adalah tindakan perilaku yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungan antar individu maupun inter individu dengan dirinya sendiri yang dapat dilihat dan dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari,setiap anak memiliki hak untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya, walaupun setiap anak mengalami proses perkembangan yang berbeda, sangat cepat,wajar dan ada pula yang sangat lambat (Hidayah, 2009). Proses perkembangan yang dilalui anak tentu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.Â
Faktor internal berupa motivasi,setiap anak memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam dirinya untuk tetep bersemangat dalam menjalani kehidupan ini. Misalnya, anak melakukan manipulasi perilaku dalam interaksi sosialnya untuk memperoleh motivasi, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar terhadap sesuatu hal, seingga anak akan terus mencari jawabannya hingga dirinya merasa puas (Ostroff,2013). Sedangkan faktor eksternal bisa berupa lingkungan sosial tempat tinggal anak,bagaimana anak berinteraksi dalam lingkungan sosialnya, apakah mereka lebih banyak mendapatkan energi-energi positif yang akan mendoronganya menjadi lebih baik ataukah mereka lebih banyak mendapatkan energi negatif.
Goleman (2002) menyatakan bahwa orang yang secara emosionalnya cakap maka orang tersebut dapat menangani perasaannya sendiri dan mampu membaca dan memahami perasaan orang lain,orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu mengendalikan diri, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah, mampu mengendalikan dan mengatasi stres, mampu menerima kenyataan.Â
Senada dengan Mayer & Salovey dalam penelitian (Ensari, 2017) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi memiliki hubungan sosial yang lebih baik, dapat memecahkan masalah emosional lebih cepat dan lebih mudah, kuat dalam kecerdasan verbal,sosial, dan kurang terlibat masalah perilaku:
1. Identifikasi Lingkungan Sekitar Anak
a. Lingkungan Rumah
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak, sehingga orang tua harus mampu menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif bagi anak,pengalaman pertama kali didapat anak dari lingkungan keluarganya. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa anak-anak dari lingkungan rumah berkualitas rendah (dinilai menggunakan observasi sensitivitas ibu dan lingkungan rumah) dan lingkungan penitipan nnak yang berkualitas rendah (dinilai menggunakan observasi pengaturan penitipan anak)memiliki tingkat tertinggi masalah perkembangan dan tingkat perilaku prososial terendah,temuan ini menunjukkan bahwa anak-anak dapat memiliki berbagai pengalaman di seluruh konteks pembelajaran awal mereka di rumah,tetapi keutamaan lingkungan rumah yaitu mendikte bagaimana pengalaman mempengaruhi pengembangan anak(Crosnoe dkk, 2010),keluarga adalah lingkungan yang sangat dekat dengan anak, keluarga memiliki peranan dan fungsi yang besar dalam mendukung perkembangan anak secara optimal.
Hurlock (1987, p. 202) menyatakan bahwa sikap orangtua yang positif akan memberikan dampak yang positif dan baik terhadap perilaku anak,tetapi sebaliknya jika sikap orang tua yang kurang memberikan sikap acuh pada anak maka anak akan cenderung tidak bertanggung jawab serta memiliki perilaku yang kurang baik,seperti dalam penelitian Nokali, Bachman & Drzal (2010, p. 1) bahwa anak dari orangtua yang terlibat lebih tinggi dalam fungsi sosial akan lebih sedikit memiliki masalah perilaku. Kusuman, Sutadji &