Dalam diri kita ada dua dimensi yang menopangnya yaitu dimensi jiwa dan dimensi badannya. Keduanya sangat penting untuk menempatkan martabat manusia pada posisi kemuliaannya.Â
Meski keduanya penting, namun yang sungguh-sungguh terpenting diantara keduanya adalah jiwa. Jiwa itu adalah ruh bukan roh. Jiwa atau ruh adalah kesadaran yang letaknya ada dalam akal-pikiran manusia. Jiwa atau ruh fungsinya menuntun manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Sementara roh adalah nyawa (zat hidup) yang menghidupkan badaniyah manusia. Badan dan roh adalah satu kesatuan yang tak terpisah. Tanpa roh manusia tak ada. Kita sebut manusia karena badan dan rohnya ada dalam satu kesatuan tak terpisah. Roh (zat hidup/nyawa) ada pada tumbuhan, hewan dan manusia yang kita sebut sebagai mahluk hidup. Mahluk lainnya seperti gas, benda-benda cair dan benda-benda padat adalah mahluk mati atau kita sebut benda mati.Â
Setiap mahluk hidup memiliki perbedaan dimensi fisik dan fungsi sesuai ketetapan ilahi. Tumbuhan misalnya, hanya memiliki zat hidup saja (nyawa) dan bentuk fisik yang statik, sementara hewan selain memiliki zat hidup (nyawa) juga memiliki naluri dan bentuk fisik yang dinamik. Sementara manusia selain ada nyawa, naluri, bentuk fisik yang sempurna, juga memiliki pikiran sebagai wadah bersemayamnya kesadaran.
Manusia Berdimensi Hewan
Bagaimana manusia tanpa ruh (kesadaran) ? Manusia yang hidup tanpa kesadaran (ruh) maka hidupnya akan berdasarkan pada nalurinya. Jika manusia hidup hanya mengandalkan nalurinya saja maka Manusia akan sejajar dengan binatang atau hewan. Manusia yang mengandalkan naluri sama dengan hewan yang berfikir tapi tak menggunakan pikirannya.Â
Manusia dimensi binatang ini hidupnya hanya untuk makan, ngesek, melahirkan, besarkan anak, bergaul, berkelompok, ikut orang banyak dan berbuat baik sesuai tuntutan kelompok, tua dan mati. Kehidupannya persis sama dengan binatang dalam kawanannya. Lihat bagaimana kawanan singa, serigala, kambing, monyet, ular, burung, babi, anjing, semut, domba, lebah, maupun nyamuk.Â
Kemuliaan Bangsa Hewan
Semua hewan punya bangsa sendiri (bangsa serigala misalnya). Ada pemimpin, ada juga persaingan untuk milih memimpin, ada pembagian kekuasaan, ada pesta seks, pacaran, senda gurau, makan bersama dan masa melahirkan serta masa membesarkan anak mereka dan kematian.Â
Semua itu mereka jalani tanpa berfikir sedikitpun. Tak perlu akal-pikir pun mereka sudah berbangsa dan bernegara dengan luar biasa. Mereka taat aturan sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh alam. Mereka telah tunduk patuh pada hukum Tuhan. Maka Tuhanpun sayang kepada mereka.Â
Bentuk kasih sayang Tuhan pada hambanya yang taat adalah dengan menjamin tercukupinya rizki bagi hambanya. Tak ada satupun bangsa hewan yang lapar. Cicak butapun ada rizkinya sendiri yang diberikan Tuhan kepadanya. Mereka tak pernah takut esok makan apa, sebab mereka yakin pada Tuhan pemilik semesta raya tempat mereka mengabdi. Tak ada satupun hewan yang stress memikirkan besok makan apa.
Bahkan, ada satu kemuliaan yang melekat pada bangsa hewan yaitu mereka tak pernah merusak alam. Mereka tak menebang hutan, apalagi membakarnya, tak membuat senjata, tak membuat huru hara, tak rakus, tak menimbun uang, tak butuh emas dan perhiasan, tak butuh pakaian mahal, tak butuh mobil atau pesawat. Kemuliaan hewan adalah sesuai janjinya kepada Tuhan. Mereka hidup apa adanya, sesuai dengan kebutuhannya saja, tak berlebihan apalagi sampai menimbun harta hingga tujuh turunan.
Bahkan bangsa hewan telah menunjukkan kemuliaannya selaku hamba Tuhan. Bangsa hewan telah mengajarkan cara berorganisasi, kerjasama, berbangsa dan bernegara yang baik, membangun rumah dan istana yang luar biasa, menguburkan jenazah temannya, menutup kotoran, menggendong bayi, melahirkan, berkorban untuk sesama, membela kawanan, membangun temtara yang kuat, membuat sandi, berkomunikasi, gotong royong, menghasilkan madu, telur, air, suara, makanan, pupuk, membantu penyerbukan dan beragam produk kerajinan yang luar biasa nilainya.Â
Monster Perusak
Tidak ada mahluk Tuhan yang paling luar biasa kecuali manusia. Sebab hanya manusia yang beroleh akal pikiran dari Tuhan. Alat yang paling tercanggih sebagai bentuk kasih sayang dan penghargaan Tuhan. Tuhan memberi mata, telinga dan pikiran untuk menjadikan manusia sebagai wakil Tuhan di alam.
Tuhan butuh eksistensi, butuh kesaksian dan manusialah sebagai saksi Tuhan tentang keberadaannya. Tanpa manusia dengan darah dan daging dan akal-pikirnya Tuhan sama saja tak ada. Tuhan tak mungkin minta kesaksian pada batu atau mau diwakili oleh hewan untuk menjaga alam semesta miliknya.Â
Namun, manusia lupa akan janjinya kepada Tuhan. Manusia lupa diri tentang keterbatasannya selaku mahluk Tuhan. Manusia pun pingin menjadi Tuhan. Manusia pingin melampaui batas yang telah ditetapkan Tuhan. Kini manusia tampil sebagai Raja manusia, mengatur manusia, menjadikan dirinya sebagai pusat pengabdian. Manusia berubah wujud menjadi Tuan penguasa alam, menaklukkan alam, merusak alam, menegasikan Tuhan.
Manusia menjadi monster perusak mengerikan. Manusia menakutkan bagi tumbuhan, bagi hewan maupun bagi manusia lainnya. Tak ada lagi keindahan alam yang dititipkan Tuhan pada manusia. Semua titipan Tuhan telah rusak dan punah.Â
Manusia semakin terperosok jauh pada keangkuhannya, egonya, keakuannya. Manusia kehilangan kendali, kehilangan arah, tak tau arah, tak tau jalan kembali. Manusia telah tersesat sejauh-jauhnya. Manusia monster lebih rendah dari binatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H