Beberapa waktu yang lalu, di kelas saya, dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Gender melimpahkan sebuah tugas pada para mahasiswanya; mencari tokoh feminis laki-laki beserta pemikirannya. Dosen pengampu mata kuliah tersebut, yaitu ibu Ida, melimpahkan tugas dengan cara yang tak jauh beda dengan dosen-dosen lainnya, tak ada desakan khusus yang ia tekankan kepada mahasiswanya. Namun, apa jadinya bila tugas tersebut juga didapatkan oleh seseorang seperti saya?
Sebagai seorang pelajar yang katakanlah "rakus", melakukan hal yang lebih adalah sebuah kewajaran bagi saya. Oleh karena itu, saya tidak menganggap tugas yang dilimpahkan dosen pengampu sebagai tugas formal semata, melainkan tempat untuk mencurahkan isi hati.
Pada dokumen ini, saya akan menulis tentang seorang tokoh feminis asal Kanada, yaitu Justin Trudeau. Tulisan ini saya sebut sebagai sebuah esai, sebab penulisannya memang berasal dari nalar saya pribadi, dibantu oleh hasil bacaan saya mengenai tokoh feminis yang satu ini.
SIAPA SEBENARNYA JUSTIN TRUDEAU?
Justin Trudeau adalah seorang politisi asal Kanada yang bernaung di bawah Partai Liberal. Sebagai seorang politisi, ia dikenal umumnya karena dua hal; kesuksesannya meraih gelar Perdana Menteri dan kebijakannya yang mendukung kesetaraan gender. Kesuksesannya untuk meraih jabatan sebagai Perdana Menteri terjadi pada tahun 2015. Selain mendapatkan gelar sebagai kepala pemerintahan di negara yang terletak di Amerika Utara tersebut, Justin Trudeau juga dinobatkan sebagai Perdana Menteri termuda kedua sepanjang sejarah Kanada. Dalam hal kebijakan, Trudeau dikenal karena kebijakannya yang cukup unik; menyeimbangkan porsi menteri perempuan dan laki-laki di kabinet Kanada.
TRUDEAU DAN FEMINISME
Selain dikenal sebagai seorang perdana menteri yang berusia cukup muda dibandingkan para pendahulunya ketika menjabat, Trudeau juga dikenal karena pemikirannya yang dengan frontal memilih feminisme sebagai haluan. Gilanya lagi, pemikiran feminisme Trudeau tidak sekadar tertuang di atas kertas dan lalu dipajang saja, tapi benar-benar termanifestasikan melalui berbagai macam kebijakan yang dikeluarkannya selama menjabat sebagai perdana menteri. Salah satu kebijakannya yang paling terkenal adalah ketika dirinya menyusun kabinet menteri Kanada yang terdiri dari 15 perempuan dan 15 laki-laki.[1]
Kebijakan Trudeau di awal masa kepemimpinannya yang memutuskan untuk memberi porsi yang sama antara perempuan dan laki-laki di pemerintahan tentu mendapatkan banyak sekali respons. Di pihak perempuan, dan tentunya kaum feminis, keputusan Trudeau dianggap sebagai sebuah angin segar yang pantas untuk mendapatkan pujian. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada semua pihak, berbagai macam media menanyakan keputusan Trudeau yang cukup berani itu. Saat ditanya oleh seorang reporter tentang alasan mengapa ia melakukannya, Trudeau hanya menjawab "Because it's 2015."[2].Â
Kalimat terakhir yang saya kutip kini bak menjadi jargon bagi para feminis, ia mengimplikasikan bahwa di zaman yang semakin modern ini, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah hal yang hakiki, dan niscaya. Sifat hakiki dan keniscayaan itu tidak hanya tertuang di dalam pemikiran saja, tetapi juga tercermin dari sikap yang ditunjukkan oleh Justin Trudeau itu sendiri. Dalam mewujudkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, Trudeau tidak sekadar asal memilih perempuan untuk masuk ke pemerintahan. Namun, lebih dari itu, ia memang telah sejak lama berusaha untuk memilih dan melatih perempuan-perempuan hebat; yang nantinya akan ia pilih sebagai menteri di kabinetnya.
Trudeau berkata bahwa sulit untuk menemukan sosok perempuan yang mau dan memang kompeten untuk menjadi seorang menteri, sebab sistem sosial yang ada telah menekan minat perempuan untuk memimpin; perempuan sudah memiliki beban tugas domestik, ikut memimpin dianggap hanya akan menambah beban hidup, karena itulah perempuan cenderung kekurangan minat untuk ikut berpolitik. Namun, meski ia sendiri mengakui sulit untuk menemukan sosok perempuan yang cocok untuk dipilih sebagai menteri, usahanya tidak berakhir dalam keluhan. Pada tahun 2012, 2013, dan 2014, ia bersama timnya bekerja sama untuk mencari dan melatih wanita-wanita berbakat di Kanada, yang kemudian wanita-wanita ini nantinya akan ia lantik sebagai menteri.[3]
Sebagai penutup dari esai singkat ini, saya akan menjelaskan kesimpulan yang saya dapat setelah mencari tahu lebih jauh perihal sosok Justin Trudeau. Menurut saya, Trudeau adalah seorang tokoh feminis dengan pendekatan praktis. Pemikirannya tertuang dalam aksi, bukan sekadar tulisan. Kalau dari sisi makro, kita bisa melihat aksinya dari cara ia memimpin negara, dari bagaimana caranya memberikan jalan bagi perempuan untuk memimpin. Dari sisi mikro, ia menjalankan feminisme langsung di keluarga kecilnya. Trudeau secara gamblang menjelaskan kepada media, bahwa ia mengajarkan kepada anak-anaknya perihal feminisme sejak mereka masih kecil. Trudeau ingin anak-anaknya menjadi feminis, sebab menurutnya feminisme adalah sebuah tren, dan tren ini akan semakin melibatkan banyak orang nantinya tanpa memandang gender; Trudeau memiliki satu anak perempuan dan dua anak laki-laki.
Terakhir, Trudeau juga berkata bahwa feminisme bukanlah sebuah kata yang perlu dibesar-besarkan. Feminisme pada dasarnya adalah sebuah konsep tentang kesetaraan. Setiap usaha yang dilakukannya untuk mencapai kesetaraan itu, ia lakukan salah satunya karena ia ingin feminisme bisa diterima sebagai satu hal yang normal, tanpa perlu masuk ke judul pemberitaan tiap kali ia disebutkan.
Referensi:
[1] Treanor, Jill, dan Greame Wearden. "Embrace feminism to improve decision-making, says Justin Trudeau". The Guardian. 22 Januari 2016. https://www.theguardian.com/world/2016/jan/22/embrace-feminism-to-improve-decision-making-says-justin-trudeau.
[2] Browne, Rachel. "'Because It's 2015': Why Justin Trudeau Pushed for Gender Parity in His Cabinet". VICE. 5 November 2015. https://www.vice.com/en/article/d39ykv/because-its-2015-why-justin-trudeau-pushed-for-gender-parity-in-his-cabinet.
[3] Panetta, Alexander. "I am a feminist,' Trudeau tells UN crowd". The Toronto Star. Â 16 Maret 2016. https://www.thestar.com/news/canada/2016/03/16/i-am-a-feminist-trudeau-tells-un-crowd.html
Catatan Tambahan:
Esai ini masihlah sama seperti esai saya sebelumnya; sebuah tugas kuliahan yang saya bagikan ke internet. Pun begitu dengan alasan saya membagikannya ke internet, saya membagikan esai ini dengan maksud untuk mencari kesempatan; kesempatan untuk membuat esai ini bisa jadi lebih bermanfaat lagi. Apabila esai ini hanya saya tulis untuk kemudian saya serahkan kepada dosen, maka ia hanya akan menjadi tugas yang memberikan saya nilai secara formal. Namun, apabila tugas ini saya bagikan ke media publik, saya yakin, ada kemungkinan esai ini dibaca oleh banyak orang, dan kemudian memberikan manfaat kepada orang-orang yang membanya teresebut.
Semoga niat baik ini bisa mencapai tujuannya; memberikan manfaat pada orang-orang yang meluangkan waktunya untuk membaca esai saya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H