Sebagai penutup dari esai singkat ini, saya akan menjelaskan kesimpulan yang saya dapat setelah mencari tahu lebih jauh perihal sosok Justin Trudeau. Menurut saya, Trudeau adalah seorang tokoh feminis dengan pendekatan praktis. Pemikirannya tertuang dalam aksi, bukan sekadar tulisan. Kalau dari sisi makro, kita bisa melihat aksinya dari cara ia memimpin negara, dari bagaimana caranya memberikan jalan bagi perempuan untuk memimpin. Dari sisi mikro, ia menjalankan feminisme langsung di keluarga kecilnya. Trudeau secara gamblang menjelaskan kepada media, bahwa ia mengajarkan kepada anak-anaknya perihal feminisme sejak mereka masih kecil. Trudeau ingin anak-anaknya menjadi feminis, sebab menurutnya feminisme adalah sebuah tren, dan tren ini akan semakin melibatkan banyak orang nantinya tanpa memandang gender; Trudeau memiliki satu anak perempuan dan dua anak laki-laki.
Terakhir, Trudeau juga berkata bahwa feminisme bukanlah sebuah kata yang perlu dibesar-besarkan. Feminisme pada dasarnya adalah sebuah konsep tentang kesetaraan. Setiap usaha yang dilakukannya untuk mencapai kesetaraan itu, ia lakukan salah satunya karena ia ingin feminisme bisa diterima sebagai satu hal yang normal, tanpa perlu masuk ke judul pemberitaan tiap kali ia disebutkan.
Referensi:
[1] Treanor, Jill, dan Greame Wearden. "Embrace feminism to improve decision-making, says Justin Trudeau". The Guardian. 22 Januari 2016. https://www.theguardian.com/world/2016/jan/22/embrace-feminism-to-improve-decision-making-says-justin-trudeau.
[2] Browne, Rachel. "'Because It's 2015': Why Justin Trudeau Pushed for Gender Parity in His Cabinet". VICE. 5 November 2015. https://www.vice.com/en/article/d39ykv/because-its-2015-why-justin-trudeau-pushed-for-gender-parity-in-his-cabinet.
[3] Panetta, Alexander. "I am a feminist,' Trudeau tells UN crowd". The Toronto Star. Â 16 Maret 2016. https://www.thestar.com/news/canada/2016/03/16/i-am-a-feminist-trudeau-tells-un-crowd.html
Catatan Tambahan:
Esai ini masihlah sama seperti esai saya sebelumnya; sebuah tugas kuliahan yang saya bagikan ke internet. Pun begitu dengan alasan saya membagikannya ke internet, saya membagikan esai ini dengan maksud untuk mencari kesempatan; kesempatan untuk membuat esai ini bisa jadi lebih bermanfaat lagi. Apabila esai ini hanya saya tulis untuk kemudian saya serahkan kepada dosen, maka ia hanya akan menjadi tugas yang memberikan saya nilai secara formal. Namun, apabila tugas ini saya bagikan ke media publik, saya yakin, ada kemungkinan esai ini dibaca oleh banyak orang, dan kemudian memberikan manfaat kepada orang-orang yang membanya teresebut.
Semoga niat baik ini bisa mencapai tujuannya; memberikan manfaat pada orang-orang yang meluangkan waktunya untuk membaca esai saya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H