Mohon tunggu...
Sendi Wijaya
Sendi Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Mpd Univeritas Pelita Harapan

Seorang mahasiswa magister pendidikan di Universitas Pelita Harapan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Experiential Learning di Dalam Dunia Pendidikan Kontemporer

16 September 2021   22:34 Diperbarui: 16 September 2021   23:39 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memiliki seorang murid bimbingan belajar yang pada dasarnya terbilang cukup baik secara akademik dan sudah saya damping selama lebih dari 3 tahun. Kepercayaan dirinya tergerus setiap kali dia mendapatkan nilai buruk di dalam tugas-tugasnya baik itu tes, kuis ataupun proyek. Saya ingat dia pernah berkata seperti ini "Mr, kenapa ya aku tidak pernah dapat nilai bagus? 

Aku mau buat mami dan papi aku senang" di situ hati saya terenyuh. Berbagai cara sudah kami coba. Namun suatu hari ada perubahan ketika kami saat itu mempersiapkan ulangan Science. 

Melihat cukup banyak materi di mana sepertinya siswa akan dapat lebih memahami apabila materi tersebut disampaikan melalui kegiatan praktikum atau percobaan, maka sebelum memulai sesi kala itu, saya mengajukan pertanyaan kepada anak ini demikian "Apakah kamu pernah melakukan percobaan ini?" dengan polosnya anak ini menjawab "tidak pernah pak". Kala itu materi yang diajarkan mengenai campuran solusi, suspensi dan koloid. 

Siswa diminta untuk mengidentifikasi substansi pelarut dan yang terlarut di dalam sebuah campuran dan bagaimana pengaruhnya terhadap kemampuan susbtansi tersebut larut di dalam cairan. 

Setelah mendengar jawaban anak tersebut saya memutuskan sesi pada hari itu kami isi dengan membaca teori-teori yang ada serta pengertian-pengertian. 

Keesokan harinya saya membawa bahan-bahan percobaan untuk kami lakukan bersama-sama. Anak tersebut melihat bagaimana pengaruhnya ukuran partikel sebuah sustansi terlarut berpengaruh pada kemampuan solubilitas nya. 

Anak tersebut dapat memahami dengan baik bagaimana setiap campuran suspense, solusi dan koloid dapat dipisahkan menggunakan metode yang tepat.

Mengapa saya menceritakan kejadian ini? Dan apa hubungannya dengan teori belajar yang disampaikan John Dewey mengenai "Experential Learning" atau pembelajaran berbasis pengalaman.

Anak tersebut sudah menginjak remaja saat ini dan saya menulis refleksi ini pukul 21.00 tanggal 16 September 2021, setelah selesai sesi dengan anak tersebut di sore harinya. Kami mempelajari hal yang sama dengan yang saya ceritakan di awal tulisan ini. 

Dan betapa terkejutnya saya, anak ini yang mengganggap dirinya sendiri mudah lupa dengan apa yang diajarkan, masih ingat jelas dengan percobaan yang 3 tahun lalu kami lakukan.

 Saya dengan mudah menggali memori dia dan dia bisa dengan lancarnya menceritakan dan menjawab setiap pertanyaan yang saya berikan. 

Apa yang ingin saya sampaikan adalah, 3 tahun lalu saya belum mengenal siapa itu John Dewey dan apa kontribusinya di dalam dunia pendidikan kontemporer, saya hanya mencoba berbagai cara agar dapat membuat anak tersebut mudah mengerti dan saya melakukan apa yang saya anggap mampu membantu anak ini. 

Namun ternyata, John Dewey sudah mengungkapkan dari sekian lama betapa pentingnya pembelajaran berbasis pengalaman ini diberikan kepada anak. Maka pada kesempatan kali ini, ijinkan saya menyampaikan sedikit bagaimana teori ini dapat diaplikasi di dalam pembelajaran dan mengapa penting untuk diterapkan di dalam dunia pembelajaran.

John Dewey lahir pada tanggal 20 Oktober tahun 1859 di Burlington, Vermont.  Dia menerima gelar doktornya dari Universitas John Hopkins dengan judul disertasi "Psychology of Kant". 

Salah satu teori terkenalnya adalah teori pendidikan progresif "Progressive Education". Sebuah teori yang menekankan pembelajaran dengan melakukan atau dikenal sebagai learning by doing. Dewey mempercayai bahwa seorang siswa belajar melalui pendekatan yang melibatkan siswa secara langsung di mana siswa menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Pendekatan ini juga dikenal dengan sebutan "Hands-on Approach". 

Dewey beranggapan bahwa seorang siswa harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya untuk dapat belajar dan siswa harus mendapatkan pengalaman belajar itu sendiri. 

Dewey juga berpendapat bahwa pembelajaran di dalam kelas haruslah bersifat demokratis yang artinya pembelajaran bukan hanya terjadi pada siswa, melainkan juga pada guru. Dewey meyakini bahwa di dalam sebuah kelas, siswa dan guru memiliki suara yang sama di dalam sebuah pembelajaran. Berikut 4 prinsip dasar pendidikan menurut John Dewey:

  • Learning by doing (belajar dengan melakukan), pendekatan ini dianggap dapat membangun kemampuan berpikir kritis siswa karena siswa belajar dengan mengalaminya sendiri dan memiliki keterkaitan dengan masalah yang ada.  Contohnya: di dalam sebuah pembelajaran klasifikasi tanaman, menurut teori John Dewey anak seharusnya langsung berhadapan pada tanaman tersebut dan menemukan ciri-cirinya sebelum mampu mengklasifikasikannya ketimbang hanya membaca dari buku.
  • Discussion (Diskusi kelompok) Dewey percaya bahwa melalui diskusi kelompok, proses interaksi dan demokrasi terjadi, sehingga siswa dapat beragumentasi terhadap ide-ide yang ada dan dapat mengevaluasi keputusan yang diambil.
  • Interactive Learning (Pembelajaran inteaktif) Dewey percaya bahwa interaktivitas merupakan hal yang penting di dalam proses pembelajaran siswa di dalam kelas.
  • Interdisciplinary (antardisiplin) Dewey beranggapan bahwa kontinuitas sangat esensial. Ini artinya, apa yang sudah diajarkan di satu mata pelajaran, haruslah direlasikan dengan mata pelajaran lainnya. Sebagai contoh pelajaran IPA di mana siswa harus melakukan uji praktikum untuk mengukur pengaruh jumlah air pada pertumbuhan tanaman kacang hijau. Maka guru dapat merelasikan pembelajaran ini dengan mata pelajaran lainnya contoh, matematika. Siswa dapat menghitung rata-rata jumlah air ataupun rata-rata jumlah daun yang tumbuh pada tanaman kacang hijau tersebut.

Empat prinsip pendidikan yang disampaikan oleh John Dewey sudah banyak digunakan sebagai dasar pada dunia pendidikan kontemporer saat ini. Beberapa negara pun sudah menerapkan teori-teori belajar ini sebagai dasar kurikulum salah satunya adalah Indonesia. 

Selain itu banyak juga penelitian yang dikembangkan yang berhubungan dengan teori belajar yang disampaikan oleh John Dewey, bagaimana pengaruhnya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, keahlian berkomunikasi, kolaborasi dan sebagainya.

Dalam hal ini ijinkan saya menyimpulkan bahwa belajar dengan melakukan akan lebih mudah untuk diingat oleh seorang siswa karena mereka mendapatkan kesannya. Mereka menikmati dan mengalami langsung pengalaman belajar tersebut. 

Kembali pada pengalaman saya dengan murid bimbingan belajar saya, saya percaya bahwa pembelajaran dengan pendekatan-pendekatan yang sudah disampaikan oleh John Dewey di atas dapat membantu siswa untuk lebih memahami pelajaran dengan lebih baik lagi. 

Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak para guru di Indonesia untuk dapat menerapkan teori belajar ini guna membantu siswa-siswi sebagai generasi penerus Indonesia untuk dapat belajar melalui pengalaman-pengalaman mereka. 

Ijinkan mereka mengembangkan potensi-potensi di dalam mereka dengan mendapatkan pengalaman-pengalaman berharga di dalam kelas. Ingatlah selalu pesan dari John Dewey yang satu ini:

Bahwa kita harus bertindak dengan siswa dan berangkat melalui dia. Dialah yang menentukan kualitas pembelajaran, bukan materi ajar kita" John Dewey (1902)

Salam sehat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun