Di punggung bumi yang menjulang tinggi,
Berkabut tipis menyelimuti mimpi,
Ada bukit rindu, tempat hatiku berlabuh,
Pada bayang wajah yang tak kunjung redup.
Pohon cemara berbisik pilu,
Angin merintih menyanyikan lagu,
Tentang jarak yang terbentang panjang,
Dan pertemuan yang masih samar di ujung jalan.
Matahari tenggelam di balik punggung bukit,
Menyisakan senja yang merona keunguan,
Aku berdiri tegak, di puncak harapan yang sunyi,
Menatap lembah tempat kenangan bertebaran.
Burung hantu menguak memecah sunyi,
Bintang-bintang mulai berjaga di langit kelam,
Kunyuk menghampiri, namun rindu tak mau pergi,
Menari-nari di dada hingga mimpi datang malam.
Oh, bukit rindu, bisikanlah pada angin,
Agar rinduku terbang menembus cakrawala,
Sampai ke hatinya, di ujung negeri sana,
Katakan, aku menanti dengan setia.
Sampai fajar menyingsing dan kabut menghilang,
Sampai senja kembali menorehkan warna,
Di bukit rindu ini, aku akan tetap teguh berdiri,
Menunggumu, dengan segenap rindu di hati.
Puisi ini menggambarkan perasaan seseorang yang dirundung rindu yang dalam. Bukit rindu menjadi tempat pelariannya, tempat ia bisa mengungkapkan isi hatinya kepada sang kekasih yang jauh. Penggunaan kata-kata yang puitis dan penuh suasana, seperti kabut, angin, senja, bintang, dan burung hantu, semakin memperkuat rasa rindu dan kesedihan dalam puisi ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI