Pernikahan adalah salah satu momen bahagia dalam hidup seseorang. Namun, bagi sebagian orang, menerima undangan pernikahan justru bisa menimbulkan perasaan galau. Saya pun pernah merasakan hal ini.
Saat itu, saya masih berusia 20 tahun dan belum memiliki pasangan. Saya merasa bahwa diri saya belum siap untuk menikah. Saya masih ingin menikmati masa muda saya dan belum ingin terikat dalam komitmen pernikahan.
Ketika saya menerima undangan pernikahan dari teman dekat saya, saya merasa sangat galau. Saya merasa iri dan insecure melihat teman saya yang sudah menikah. Saya merasa bahwa diri saya belum bisa mencapai hal yang sama.
Perasaan galau ini semakin diperparah oleh postingan-postingan pernikahan yang saya lihat di media sosial. Saya merasa bahwa diri saya ketinggalan zaman dan tidak akan pernah menikah.
Saya pun sempat berpikir untuk tidak menghadiri pernikahan teman saya tersebut. Namun, setelah berpikir panjang, saya memutuskan untuk tetap menghadirinya.
Saya berharap bahwa dengan menghadiri pernikahan teman saya, saya bisa belajar dari pengalamannya. Saya juga ingin mendukung kebahagiaannya.
Saat hari pernikahan tiba, saya merasa sangat gugup. Saya khawatir bahwa saya akan merasa canggung dan tidak nyaman. Namun, ternyata saya merasa sangat senang dan bahagia.
Saya melihat betapa bahagianya kedua pengantin tersebut. Saya juga melihat betapa bahagianya keluarga dan teman-teman mereka.
Saya pun menyadari bahwa pernikahan adalah hal yang indah. Pernikahan adalah momen di mana dua orang saling mencintai dan berjanji untuk selalu bersama.
Setelah menghadiri pernikahan teman saya tersebut, perasaan galau saya pun mulai berkurang. Saya menyadari bahwa pernikahan bukan tentang diri saya, melainkan tentang kebahagiaan kedua pengantin.