Kehidupan dewasa terasa terlalu deras, terlalu nyata untuk dihibur oleh perahu kertas. Perahu-perahu harapan masa kecilku seolah telah karam ditelan sungai kehidupan yang penuh badai.
Ibu tak berkata apa-apa. Dia hanya meletakkan mangkuk supku, mengambil halaman kosong dari buku yang ada di meja, dan melipatnya dengan cekatan. Dia menggarap kertas itu dengan tangannya yang lembut, membentuknya menjadi perahu kecil yang mungil.
"Buat perahu lagi, Nak. Kali ini, jangan biarkan dia karam," katanya sambil menatapku.
Aku melihat mata Ibu, di dalamnya aku melihat harapan, cinta, dan keyakinan yang tak pernah lekang. Tiba-tiba, tanganku terasa gatal, ingin sekali membentuk kertas itu, mengikuti aliran jemari Ibu.
Bersama, kami membuat perahu kertas. Tak ada lagi anak kecil dan ibunya, hanya dua insan yang tengah menjalin kisah lama dengan benang kasih. Perahu kecil itu pun selesai, sederhana namun penuh arti.
Kami membawanya ke teras, berdiri di tepian sungai yang sama. Hujan sudah reda, digantikan langit senja yang berwarna jingga. Dengan perlahan, kami meletakkan perahu kecil itu ke air.
Perahu itu berlayar, perlahan mengikuti arus. Aku tak tahu ke mana dia akan pergi, tapi satu hal yang pasti, doa dan cinta Ibu menumpang di dalamnya. Dan di hatiku, perahu itu tak akan pernah karam, dia akan terus berlayar, menjadi pengingat tentang kekuatan cinta Ibu yang tak pernah padam.
Malam itu, aku tidur dengan nyenyak, mimpi dihantar oleh suara gemericik sungai dan perahu kertas kecil yang sedang mengarungi petualangannya. Aku tahu, perahu itu tak hanya membawa harapan dan doa, tapi juga cinta Ibu yang akan selalu menjadi jangkar, menjagaku agar tak terseret arus kehidupan yang deras.
Dan setiap kali aku merasa lelah, terluka, atau kehilangan arah, aku akan kembali ke sungai di belakang rumah. Aku akan membuat perahu kertas, ditemani oleh Ibu, dan melepasnya ke aliran air. Sebab, perahu itu adalah pengingat bahwa di tengah lautan kehidupan yang luas, aku tak pernah sendirian. Selalu ada benang kasih Ibu yang terjalin ulang, membawaku pulang ke pelukan cinta yang tak pernah lekang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H