Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta yang Tak Terungkap

8 Januari 2024   14:49 Diperbarui: 8 Januari 2024   15:00 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/photos/jantung-cinta-percintaan-valentine-700141/

Debat capres ke-3 telah usai. Ketiga calon presiden, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, telah menyampaikan visi misi mereka untuk Indonesia yang lebih baik.

Di antara para penonton debat, ada seorang wanita tua yang duduk di pojok ruangan, tampak sendu. Wanita itu bernama Sri, seorang ibu rumah tangga yang telah kehilangan anaknya, seorang mahasiswa bernama Dimas, dalam sebuah aksi terorisme beberapa tahun lalu.

Sri selalu mengikuti debat capres, berharap ada salah satu calon yang bisa menjawab kegelisahannya tentang masa depan Indonesia. Namun, kali ini, Sri merasa semakin sedih.

"Kenapa tidak ada yang membicarakan tentang terorisme?" gumam Sri. "Apakah mereka tidak peduli dengan anak-anak yang menjadi korban?"

Sri mulai menangis. Ia teringat Dimas, anaknya yang begitu cerdas dan bercita-cita menjadi seorang dokter. Dimas adalah harapan Sri untuk masa depan. Namun, semua itu kini sirna.

Tiba-tiba, Sri mendengar suara seseorang memanggilnya. Ia menoleh dan melihat seorang pemuda yang duduk di kursi sebelahnya.

"Ibu," kata pemuda itu. "Apakah ibu baik-baik saja?"

Sri memandang pemuda itu. Ia tampak familiar, tapi Sri tidak yakin siapa dia.

"Nama saya Ilham," kata pemuda itu. "Saya melihat ibu menangis, jadi saya ingin membantu."

Sri tersenyum. "Terima kasih," katanya. "Saya sedang memikirkan anak saya."

Ilham mengangguk. "Saya juga pernah kehilangan orang yang saya sayangi," katanya. "Jadi, saya bisa memahami perasaan ibu."

Sri dan Ilham pun mulai mengobrol. Mereka bercerita tentang anak-anak mereka yang telah meninggal dunia. Mereka juga bercerita tentang harapan mereka untuk masa depan Indonesia.

Saat itu, Sri merasa seperti menemukan teman baru. Ilham adalah orang pertama yang benar-benar mengerti perasaannya.

"Terima kasih," kata Sri kepada Ilham. "Karena ibu bertemu denganmu, ibu merasa tidak sendirian lagi."

Ilham tersenyum. "Sama-sama, ibu," katanya. "Kita semua harus saling menguatkan."

Sri dan Ilham pun bertukar nomor telepon. Mereka berjanji untuk tetap berhubungan.

Malam itu, Sri pulang ke rumah dengan perasaan yang lebih baik. Ia masih sedih, tapi ia tidak merasa sendirian lagi.

Sri tahu bahwa Dimas akan selalu ada di dalam hatinya. Ia juga tahu bahwa ia harus terus berjuang untuk masa depan Indonesia, agar tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban terorisme.

Cerpen ini memiliki akhir yang mengharukan, karena Sri akhirnya menemukan teman baru yang bisa memahami perasaannya. Ilham juga memberikan harapan baru bagi Sri untuk masa depan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun