Debat capres ke-3 telah usai. Ketiga calon presiden, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, telah menyampaikan visi misi mereka untuk Indonesia yang lebih baik.
Di antara para penonton debat, ada seorang wanita tua yang duduk di pojok ruangan, tampak sendu. Wanita itu bernama Sri, seorang ibu rumah tangga yang telah kehilangan anaknya, seorang mahasiswa bernama Dimas, dalam sebuah aksi terorisme beberapa tahun lalu.
Sri selalu mengikuti debat capres, berharap ada salah satu calon yang bisa menjawab kegelisahannya tentang masa depan Indonesia. Namun, kali ini, Sri merasa semakin sedih.
"Kenapa tidak ada yang membicarakan tentang terorisme?" gumam Sri. "Apakah mereka tidak peduli dengan anak-anak yang menjadi korban?"
Sri mulai menangis. Ia teringat Dimas, anaknya yang begitu cerdas dan bercita-cita menjadi seorang dokter. Dimas adalah harapan Sri untuk masa depan. Namun, semua itu kini sirna.
Tiba-tiba, Sri mendengar suara seseorang memanggilnya. Ia menoleh dan melihat seorang pemuda yang duduk di kursi sebelahnya.
"Ibu," kata pemuda itu. "Apakah ibu baik-baik saja?"
Sri memandang pemuda itu. Ia tampak familiar, tapi Sri tidak yakin siapa dia.
"Nama saya Ilham," kata pemuda itu. "Saya melihat ibu menangis, jadi saya ingin membantu."
Sri tersenyum. "Terima kasih," katanya. "Saya sedang memikirkan anak saya."