mati, sinyal ilang, wifi lemot bikin nangis Layar
Dunia serasa kiamat, mati gaya, mati eksistensi
No story update, no (filter) aesthetic
FOMO meronta-ronta, narsistik teriak histeris
Charger entah kemana, powerbank ngambek ketiduran
Bingung mau ngapain, scroll feed udah basi dan kelar
Buku tebal di pojokan, k collecting dust di kolong ranjang
Pikiran melayang-layang, bosan, suntuk, dan galau yang tak tertanggung
Eh, tiba-tiba hening, sunyi menyapa telinga
Dengung notifikasi lenyap, diganti suara jangkrik nyanyi nyaring
Langit malam tiba-tiba terang, bintang-bintang pada nongol ngeriung
Ada bulan sabit ketawa-tawa, awan putih ngobrol riang
Tanpa wifi, dunia nyata jadi menarik tiba-tiba
Ada tetangga ngajak ngopi, ngobrolin hal-hal receh yang biasa
Ada anak kecil main petak umpet, kejar-kejaran penuh tawa
Ada bapak tua baca koran, di teras rumah sederhana
Tanpa wifi, aku tersadar dari hipnosis digital
Dunia nyata jauh lebih berwarna, tidak sekadar pencitraan virtual
Ada koneksi hangat antar manusia, ada tawa lepas tak perlu di-like
Ada langit luas dan semesta yang berbisik, "Hei, lihat aku, nikmatilah!"
Wifi mati, dunia padam? Enggak juga.
Kadang, mati sejenak, justru bikin kita hidup dan melihat.
Makna Puisi
Puisi ini menggambarkan pengalaman generasi Z yang sangat (dependent) pada teknologi, khususnya internet dan media sosial. Ketika koneksi terputus, mereka merasa kehilangan arah, bosan, dan bahkan mengalami FOMO (fear of missing out). Namun, puisi ini juga menunjukkan bahwa ada keindahan dan koneksi yang bisa ditemukan di dunia nyata tanpa teknologi. Dengan mematikan wifi dan keluar dari layar, kita bisa terhubung dengan alam, masyarakat sekitar, dan bahkan diri kita sendiri. Puisi ini mengajak generasi Z untuk tidak terjebak dalam dunia digital dan belajar menghargai hal-hal sederhana dalam kehidupan nyata.
Harapan
Dengan puisi ini, saya berharap generasi Z dapat lebih bijak dalam menggunakan teknologi dan tidak melupakan pentingnya koneksi dengan dunia nyata. Kita bisa memanfaatkan teknologi untuk hal-hal positif, namun jangan sampai kita menjadi budak teknologi yang kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi dan menikmati keindahan dunia di sekitar kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H