Di era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Di tengah gempuran perangkat canggih dan aplikasi pembelajaran, peran guru tetap menjadi kunci dalam mengoptimalkan potensi peserta didik. Teknologi mungkin menyediakan alat, tetapi guru adalah jiwa dari proses pendidikan itu sendiri.
Guru sebagai Pembimbing, Bukan Sekadar Pengajar
Prof. Sugata Mitra, seorang ahli pendidikan dari India, pernah mengatakan bahwa di era digital, guru bukan hanya pengajar yang menyampaikan informasi, tetapi juga fasilitator yang membantu siswa memahami dan memanfaatkan informasi yang mereka peroleh dari internet. Guru perlu mengarahkan peserta didik untuk memilah informasi yang benar, relevan, dan etis di tengah banjirnya informasi di dunia maya.
Sebagai contoh, seorang guru matematika kini tidak hanya mengajarkan rumus, tetapi juga mengarahkan siswa untuk menggunakan aplikasi seperti GeoGebra atau Wolfram Alpha secara bijak. Dengan cara ini, siswa tidak hanya menguasai materi, tetapi juga memanfaatkan teknologi untuk memperdalam pemahaman mereka.
Mengembangkan Soft Skills dan Karakter
Teknologi dapat membantu banyak hal, tetapi pengembangan karakter dan soft skills tetap membutuhkan sentuhan manusia. Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, pernah berkata, “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.” Artinya, guru harus menjadi teladan, membimbing, dan memberikan dorongan kepada siswa.
Di era digital, peran ini semakin penting karena banyak anak yang lebih banyak terpapar layar daripada interaksi langsung. Guru harus mampu menanamkan nilai-nilai seperti empati, kerja sama, dan integritas yang mungkin sulit dipelajari dari aplikasi atau video online.
Mendorong Kreativitas dan Kemandirian Belajar
Menurut John Hattie, seorang profesor pendidikan dari Australia, faktor terpenting dalam keberhasilan belajar siswa adalah kualitas pengajaran guru. Guru yang baik adalah mereka yang mampu mendorong siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan mandiri.
Sebagai contoh, guru dapat memberikan proyek berbasis masalah yang relevan dengan kehidupan siswa. Alih-alih hanya memberikan ceramah, guru bisa meminta siswa mencari solusi inovatif menggunakan teknologi seperti internet, aplikasi desain, atau bahkan coding. Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengasah kreativitas dan kemampuan problem solving.
Tantangan yang Harus Dihadapi Guru
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada tantangan besar dalam peran ini. Tidak semua guru memiliki akses atau kemampuan menggunakan teknologi secara optimal. Selain itu, kesenjangan digital juga menjadi masalah, terutama di daerah-daerah yang kurang terjangkau teknologi.
Menteri Pendidikan Indonesia, Nadiem Makarim, menekankan pentingnya program pelatihan guru agar mereka bisa lebih siap menghadapi perubahan zaman. Guru tidak harus menjadi ahli teknologi, tetapi mereka harus tahu cara memanfaatkan teknologi untuk mendukung proses belajar-mengajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H