Mohon tunggu...
Dwi Indrawan
Dwi Indrawan Mohon Tunggu... PNS -

Seorang pendosa yang sedang belajar bertobat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merawat dan Mengelola Keragaman

29 September 2017   10:50 Diperbarui: 29 September 2017   14:57 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etnisitas, Pluralisme Kewargaan dan Politik Identitas

A. Pengantar

Sulit untuk tidak mengatakan bahwa  keragaman (pluralisme) menjadi bagian dari pondasi nalar berwarga dan bernegara di Indonesia. Artinya keragaman menyangkut bahasa, agama, etnisitas,  tradisi dan sebagainya, merupakan fakta sosial yang tidak bisa diingkari dalam bingkai kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan pengertian lain, tonggak keragaman telah mewarnai dalam narasi kesejarahan Indonesia. Permasalahannya adalah bagaimana mengelola keragaman tersebut sebagai pengejawentahan nalar kehidupan sosial dus nalar berbangsa dengan melihat dinamika kesejarahan di negeri ini. Pada sisi lain keragaman mencuatkan beberapa permasalahan.

Proses menjadi Indonesia dan bagian dari ruang keindonesiaan yang dibangun dari keragaman tidaklah mudah.  Sebagai civic culture Indonesia, selalu terdapat proses dialektika yang mewujud dari proses kontestasi serta konflik. Ada beberapa titik tolak momentum historis yang dijadikan sebagai pijakan ketika bangsa ini merancang nalar bernegara sebagai pijakan guiding principles kewargaan Indonesia.  Pertama,  momentum ketika Perhimpunan Indonesia mendeklarasikan Manifesto Politik  konsepsi Indonesia menggantikan Netherlands East Indies dan bagian dari koloni Belanda. Perhimpunan Indonesia menegaskan makna "Indonesia" sebagai entitas politik yang menengahi batas-batas etnis, kesukuan, ras dan  keyakinan. Indonesia yang dicomot dari ruang etnologi menjadi deklarasi politik yang mempengaruhi pergerakan kebangsaan.

Kedua, momentum Sumpah Pemuda 1928. Pelaksanaan Kongres Pemuda II tersebut menghasilkan documenta historis berharga soal terbangunnya komitmen kaum muda pada keyakinan soal keberagaman yang dibangun atas pondamen unity in diversity.  Penyatuan itu ada konsepsi sebagai satu kesatuan wilayah, satu bangsa, satu bahasa. Pernyataan tersebut menggambarkan bagaimana komunitas politik berbangsa telah ditancapkan. Kaum muda telah menyadari sekat-sekat yang terbangun dalam konsep unity in diversity.

Ketiga, peristiwa Polemik Kebudayaan tahun 1931. Tak ada yang menyangka bahwa konsepsi politik kebudayaan Indonesia telah didesain pada peristiwa Polemik Kebudayaan. Bermula dari tulisan Sutan Takdir Alisyahbana (STA) di Pujangga Baru tahun 1935, ia menyodorkan klaim soal lahirnya zaman Indonesia Baru yang bukan dari kontinuitas kebudayaan sebelumnya seperti kebudayaan Jawa, Melayu, Minang dll.  Sebaliknya STA  menandaskan pentingnya kiblat kebudayaan Barat dan rasionalisasi berpikir masyarakat Indonesia  di tengah pandangan mistikisme dan irasionalitas berpikir.

Berkaca dari momentum historis diatas, bahwa jalan membentuk nation Indonesia telah dipancangkan dari pertimbangan keragaman masyarakat Indonesia. Entitas yang menyatukan telah didesain dengan melampaui bayang-bayang  atas nama kesukuan, agama, ras dan nilai-nilai kelokalan.

Sulit untuk tidak mengatakan bahwa keragaman (pluralisme) menjadi bagian dari pondasi nalar kebudayaan Indonesia. Artinya keragaman menyangkut bahasa, agama, etnisitas, merupakan fakta sosial yang tidak bisa diingkari dalam bingkai kehidupan masyarakat Indonesia. Permasalahannya adalah bagaimana mengelola keragaman tersebut sebagai pengejawentahan nalar berbangsa dus nalar berkebudayaan dengan melihat dinamika kesejarahan di negeri ini.

Proses demokratisasi dan keran liberalisasi berpolitik yang telah dibuka semenjak reformasi 1998 tidak diikuti oleh kematangan warganya dalam mensikapi ranah perbedaan. Ada beberapa problem akut yang disebabkan tumpulnya nalar berbangsa.  Setidaknya terdapat beberapa akar masalah hingga sekarang. Ide dasar dalam tulisan ini dengan merujuk perspektif historis ini adalah meletakkan konsep keragaman serta relasi dengan negara dalam meletakkan kehadiran dalam mengelola keragaman khususnya berkait mentalitas masyarakat yaitu  pluralisme kewargaan di tengah menguatnya politik identitas.

B. Memetakan Keragaman dan Politik Identitas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun