Kasus pemerkosaan tak henti-hentinya memenuhi media cetak dan media online. Kebanyakan berakhir dengan meninggalnya si korban. Dan yang membuat hati pedih, mayoritas pelaku pemerkosaan masih di bawah umur ataupun anak remaja.
Entah bagaimana perasaan keluarga si korban, saya yang tidak kenal dengan para korban dan hanya tahu dari berita saja merasa sangat terpukul.Â
Kok bisa pelaku berbuat keji?
Kok bisa mereka tega memperkosa?
Kok bisa mereka dengan gampangnya membunuh, dengan cara yang sangat tidak manusiawi.
Sebenarnya saya enggan membaca berita, di rumah hanya acara anak-anak setiap hari. Bukannya kuper, tapi saya jengah dengan berita politik, kriminal, kesenjangan ekonomi dan berita-berita negatif yang jika saya membacanya hanya membawa aura gelap.
Hingga dua hari terakhir di kantor sedang hangat membicarakan Eno, pekerja pabrik yang dibunuh oleh pacarnya yang dibantu dua temannya. Yang membuat hati ini sakit, gadis itu dibunuh dengan cara kejam, tak hanya di pukul wajahnya dengan cangkul hingga sekarat, tapi bagian intimnya dimasuki gagang cangkul hingga tembus ke paru-paru.
Saya hanya bisa menarik napas panjang, setan apa yang ada di diri pelaku, hingga sampai berpikiran melakukan tindakan keji itu. Yang bagi orang normal pasti tidak pernah terbersit dalam kepalanya.
Yang lebih membuat prihatin, pelaku masih berusia 15 tahun dan baru lulus UN. Bayangkan anak SMP berlaku seperti itu. Saat anak lain sibuk main PS atao sepedaan dengan teman-temannya.
Dari beberapa berita yang beredar, pelaku marah karena meminta berhubungan intim dengan si korban tapi ditolak. Dia bertemu dengan mantan korban yang juga mendendam pada si korban dan membantu proses pembunuhan itu.
Saya jadi ingat dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Desa Kaligawe, Pedan, Klaten pada tahun 2002 yang lampau. Dimana seorang gadis (Lestari 16 tahun) dibunuh dan sebelumnya diperkosa oleh pelaku yang masih dibawah 17 tahun. Â Kronologi kejadian Lestari pulang dari sekolah, bertemu dengan salah satu pelaku dan sepedaan bareng, tiba-tiba muncul ide untuk merampok sepeda ontel korban dengan tujuan uangnya digunakan main PS. Tak hanya dipukul , korban juga diperkosa dan bagian intimnya dimasuki batang singkong hingga tembus ke rahim dan usus. Hampir sama dengan korban Eno kan?
Kesamaan dari dua kasus ini adalah pelakunya berusia antara 14 - 18 tahun, memperkosa dan membunuh.
Saya mengenal salah satu pelaku, dia sering nongkrong di fotokopian sebelah rumah dan saya ataupun adik saya sering bertemu dan ngobrol dengan dia. Dia tidak sekolah, badan tatoan dan sering berantem dan membantu gengnya tawuran. Begitupun dengan pelaku utama yang bukan anak sekolahan.
Mendengar berita itu saya bergidik, saya sering bertemu dengan pelaku bahkan adik saya bergaul dengan dia. Beberapa tahun kemudian pelaku sudah keluar dari penjara, dan beberapa tahun berikutnya membunuh seorang pemuda dan mengambil motornya. Lokasi pembunuhan hanya berjarak setengah kilometer dari rumah saya.
Saya benar-benar tidak habis pikir dengan orang seperti itu, dan cenderung merasa tidak bersalah. Salah asuhkah? Pergaulankah? HIngga ada orang berbuat liar. Para pelaku pembunuhan Eno ataupun Lestarimempunyai emosi di luar kewajaran. Faktor usia dan emosi yang labil menyebabkan keempat pelaku mudah mengubah rencana dalam waktu singkat. Perkosaan terjadi juga karena ada kesempatan, Eno membawa masuk pelaku ke kamar sedang Lestari berjalan di jalan sepi sendirian.
Mungkin juga pertumbuhan dan perkembangan moral para pelaku yang tidak lengkap, mempermudah mereka melakukannya, Pertimbangan moral mereka juga tidak bisa lagi membedakan secara jelas perbuatan baik dan buruk. Tanpa berpikir akibat selanjutnya, mereka dengan gampang melakukan kejahatan itu. Tanpa berpikir panjang , besok akan begini atau begitu.
Banyaknya tindakan asusila hingga pembunuhan yang dilakukan remaja membuat saya paranoid, takut dan kawatir menghadapi masa depan. Kedua anak saya laki-laki, bagaimana saya menjaga mereka dengan baik dan pola pendidikan seperti apa yang tepat agar anak tumbuh dengan baik, bisa mengeksplore dan tetap punya moral.
Selain pengaruh pendidikan dalam keluarga, pengaruh lingkungan, pertemanan, dan faktor eksternal  ternyata orang yang berperilaku liar, berkali-kali membunuh atau melakukan tindakan keji kemungkinan besar susunan otaknya berbeda dengan orang biasa. Beberapa hari yang lalu saya melihat suatu acara di Fox Crime dan ada penyelidikan pada beberapa narapidana yang sering membunuh dan tidak ada rasa penyesalan. Otak mereka di scan adn hasilnya susunan otak mereka berbeda dengan orang biasa dan ada kesamaan susunan otak antar penjahat. Ah, mengerikan jika mereka sudah terlahir dengan kecenderungan berbuat keji.
Saat ini saya hanya berusaha menjadi Ibu yang baik, menjadi teman, melindungi tapi tidak mengekang dan yang utama hanya bisa mendoakan mereka.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H