Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Salib dan Rekonsiliasi Nasional

21 April 2019   21:26 Diperbarui: 23 April 2019   21:50 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus berlutut dan mencium kaki Presiden Sudan Selatan Salva Kiir. (Foto: Vatican Media/Handout via REUTERS)

Pesta rakyat di salahsatu pentas electoral terbesar dunia telah sukses kita selesaikan. Kita bangga karena sukses penyelenggaraannya diapresiasi oleh para pemimpin dunia. Corak demokrasi yang diakui memiliki tingkat kerumitan tinggi lantaran menggabungkan pemilihan pimpinan tertinggi eksekutif (presiden) dan legisilatif dalam satu even. Namun hanya dalam waktu dua jam paska pelaksanaan hasilnya sudah bisa tergambarkan.  Tiada duanya di dunia.

Pemilu telah usai. Namun,  getaran panggung dan keriuhan bercampur rasa was-was membayang. Di tengah tebaran kabut panas saling klaim kemenangan, kipas-kipas bara oleh kelompok-kelompok kecil di belakang layar yang inginkan jalan pintas ke kursi kuasa, umat Kristiani memasuki minggu Paskah. Sebuah ironi, tetapi pasti bukan kebetulan, bahwa Paskah hadir pada waktu dimana suhu politik nasional memanas.

Paskah dimaknai dengan jalan salib.  Salib memaknai rekonsiliasi. Ia menghubungkan bumi dan langit, dunia dan sorga, manusia dan Pencipta. Hubungan manusia yang rusak akibat pemberontakan kepada Allah Pencipta, didamaikan oleh Salib.  Dengan Salib, hubungan yang rusak itu dipulihkan.

Sementara, palang menggambarkan relasi horizontal antara manusia dan sesamanya, bahkan dengan sesama ciptaan Allah.  Ia menghadirkan keramahan dan perhatian, cinta kasih dan pemulihan, persaudaraan dan kekeluargaan. Itulah jalan kehidupan.

Tetapi, bila bentuk salib dibalikkan, yaitu bagian palngnya di bawah, maka bentuknya terlihat mirip pedang. Dan, kita tahu bahwa pedang dalam banyak hal menyimbolkan perang, konflik, pertumpahan darah, permusuhan, pemisahan, provokasi dan sejenisnya. Dan, itu adalah jalan menuju maut.

Maka, jalan salib antitesa jalan pedang.  Jalan Salib Paskah hadir untuk mendamaikan permusuhan, menguatkan yang lemah, mengangkat yang rendah, menyembuhkan yang terluka, melindungi yang tertindas, dan memberi pengharapan bagi yang putus asa.

Persitiwa penyaliban menjadi puncak penggenapan misi Yesus di bumi.  Lewat teladan hidup dan karya-Nya, Yesus menjadikan jalan Salib sebagai metode aksi. 

Metode jalan salib terlihat pada keseluruhan pendekatan dan kesaksian hidup-Nya.  Beberapa teladan darinya dapat ditunjukkan lewat persitiwa-peristiwa penting menjelang Paskah, yang akan menjadi klimaks dari misi mesianik-Nya. 

Pertama; ketika bersama murid-murid menuju kota Yerusalem Ia disambut sebagai Raja. Bukan Ia yang mendeklarasikan diri sebagai raja, melainkan rakyat banyak berinisiatif sendiri memproklamasikan status kerajaan-Nya. Meskipun, dalam ‘persitiwa pelantikan’ yang sangat momental itu, Ia datang dengan hanya mengendarai seekor keledai, betina pula!?? Dan, kita tahu bahwa keledai adalah binatang pengangkut barang, bentuknya mungil dan lemah, bahkan kerap diasosiasikan dengan kebebalan. Padahal, jabatan Raja dan Guru adalah pembesar agung, yang pantasnya mengendarai kuda jantan pilihan berparas elok, perkasa, dan kuat.  Kuda yang bisa membuat kehadiran-Nya memancarkan wibawa, ketakjuban, dan rasa hormat, sekaligus kegentaran di tengah khalayak.  Namun, kuda gagah adalah simbol kekuatan, kekuasaan, pengaruh duniawi, dan penaklukan, yang substansinya bertolak belakang dengan spirit jalan salib, yaitu kelemahlembutan dan cinta kasih. Toh, meski mengendarai keledai lemah, dengan sukarela, tanpa dikomando atau rekayasa, rakyat menyambutnya dengan sorak-sorai dan gegap gempita. Mereka menanggalkan pakaian di badan dan memangkas ranting-ranting dedaunan sebagai karpet yang ditebarkan sepanjang jalan menuju kota, sambil berseru, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!”

Kedua; malam menjelang penangkapan-Nya, Ia merayakan Paskah, hari raya penting umat  Yahudi bersama murid-murid. Ia yang dikenal sungguh oleh para murid sebagai Raja dan Guru, tanpa disangka-sangka mengambil baskom dan air, lalu membasuh  kaki murid-murid-Nya, satu persatu.  Ia justru merendahkan diri serendah-rendahnya.  Pernah di Cyprus kami melakukan ibadat pembasuhan kaki, dan ketika tiba di teman dari Betlehem dan Yordania, mereka menolak kakinya dibasuh. Karena penasaran, setelah ibadat saya menanyai keduanya. Menurut mereka, tindakan membasuh kaki adalah pekerjaan yang sangat hina dalam tradisi mereka, karenanya mereka merasa tidak layak menghinakan orang lain dengan membiarkan kaki dibasuh. Mereka pun tak  sudi melakukan pekerjaan pembasuhan. Dengan metode jalan Salib, Yesus melakukan ‘pekerjaan rendahan dan hina,’ bahkan yang paling rendah diantara semua jenis pekerjaan. Tetapi, lewat ‘demonstrasi’ itu pendekatan Salib mengajarkan bahwa manusia seharusnya saling merendahkan diri satu terhadap yang lainnya, dan saling melayani atas dasar cinta kasih. Bukankah Tuhan, sang Pencipta adalah sumber cinta kasih? Bukankah Tuhan maha penyayang?  Arogansi dan struktur kuasa adalah sumber luka dan pengrusak martabat kemanusaiaan. Tidak ada pekerjaan yang lebih rendah daripada membasuh kaki orang lain, tetapi itulah yang dipilih Yesus untuk meneladankan kerendahatian dan empati, memporakporandakan arogansi dan sok kuasa.  Sebelumnya, Ia telah mengajarkan kepada para murid, bahwa pemimpin adalah  dia yang melayani, bukan dilayani dan lewat pembasuhan kaki Ia memperkuat ajaran-Nya itu, tetapi di sisi lain juga mengangkat martabat dari para pelayan dan pekerjaan pelayanan itu sendiri ke puncak struktur piramida kepemimpinan. 

Ketiga; ketika ditangkap Ia dihadapkan pada Pilatus. Dalam pemeriksaan, Pilatus tidak menemukan kesalahan-Nya, lalu mengirim-Nya kepada Herodes, yang juga ternyata tidak menemukan kesalahan apapun yang dituduhkan kepada-Nya. Peristiwa itu mendamaikan hubungan antara Pilatus dan Herodes yang sebelumnya saling bermusuhan. Itulah dampak lain dari pendekatan Jalan Salib. Ia memulihkan hubungan antara sesama.

Keempat; di kayu Salib Yesus melihat ibu-Nya bersama murid-Nya Yohanes, lalu berkata, “Ibu, lihatlah anakmu,” selanjutnya kepada Yohanes, “lihatlah ibumu.”  Dan sejak itu, Maria, Ibu Yesus tinggal di rumah Yohanes.  Jalan salib membuat hubungan keluarga meluas, tidak hanya terkurung pada ayah, ibu dan anak sedarah-daging. Itu sebuah pemulihan hubungan antar manusia, yaitu memperluas makna kekeluargaan.  Persitiwa penting lain dicatat di kayu Salib adalah, Yesus mendoakan mereka yang memusuhi dan menyalibkan-Nya, “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”  Ia bukannya memprovokasi pengikut menggalang kekuatan untuk membalas dendam lalu mensiasati kudeta atau perang saudara sebangsa. Melainkan, dengan doa-Nya itu makin memperkuat iman para murid akan esensi pendekatan jalan salib. Pengertian mereka diperkaya, kebijkasanaan mereka diperluas.  Ini diperkuat pula dengan sikap-Nya ketika hendak ditangkap di taman Getsemani dan seorang murid melawan dengan mengangkat pedang dan memangkas putus telinga Malkhus, budak dari imam besar, Yesus dengan kuasa penyembuhan melekatkan kembali telinga Malkhus dan menegor Petrus, “Sarungkan pedangmu, bukankah Aku harus meminum cawan yang dierikan Bapa kepada-Ku?” (Yoh.18:11). Yesus tegas menolak jalan pedang!

Kelima; pada hari minggu Paskah, ia memperkenankan para perempuan menjadi saksi pertama atas kebangkitan-Nya. Perempuan dalam tradisi Yahudi bahkan tidak pantas menjadi saksi pengadilan atau saksi kebenaran. Kalau terpaksa, nilai kesaksiannya hanya setengah dari kesaksian laki-laki.  Para perempuan itu pagi-pagi datang dan menemukan kubur-Nya kosong. Segera mereka pergi memberitahu para murid, tetapi tidak ada yang mau percaya. Mungkin karena perempuan sehingga kesaksian mereka dianggap “tidak layak dipercayai.” Tetapi, Petrus, salah seorang dari mereka akhirnya penasaran dan pergi juga ke kubur hendak membuktikan sendiri. Berkat kesungguhan Petrus mencari Tuhan itulah ia menjadi murid pertama yang kepadanya Yesus memperlihatkan diri sejak bangkit dari kubur (Lukas 24:34). Di sini pendekatan jalan Salib mengangkat kelompok marginal dalam struktur sosial, yaitu kaum perempuan menjadi tokoh penting.  Demikian pula, Ia memberkati yang sungguh-sungguh mencari-Nya, yaitu Petrus dengan memperkenankannya menjadi orang pertama yang ditemui-Nya. 

Itulah makna jalan salib. Ia tidak hadir sebagai penguasa yang menggentarkan, melainkan menunjukkan kelemahlembutan sebagai kekuatan. Kekuatan, untuk menghadirkan cinta kasih, pemulihan hubungan, dan saling melayani demi mencapai kebaikan bersama.

Makna itulah sepenuhnya juga kerap diteladankan oleh Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia.  Yang paling aktual dalam kunjungannya baru-baru ini ke Sudan Selatan dalam misi perdamaian untuk bertemu para pemimpin di negara itu, baik dari pejabat pemerintah maupun partai oposisi. Seperti diketahui, negara itu terancam menjadi negara gagal lantaran kemiskinan dan perang saudara yang seakan tidak berkesudahan. Dalam pertemuan itu, Paus Fransiskus mencium kaki presiden Salva Kiir, juga kaki pemimpin pemberontak Riek Machar, serta tiga wakil presiden Sudan Selatan untuk memohon agar mereka mau mengakhiri perang dan kembali bersatu merawat perdamaian dan membangun bangsa.

Hal yang mirip pernah pula dilakukan Neslon Mandela, presiden Afrika Selatan 1994-1999.  Ia adalah orang kulit hitam pertama yang menjadi Preasiden di negara yang dikuasai warga kulit putih dengan politik Aparatheid yang rasial dan diskriminatif.  Dibawah kekuasaan Apartheid Mandela dijadikan tahanan politik dan sekurangnya 28 tahun dikurung di penjara. Namun, ketika keluar dan terpilih menjadi presiden melalui konstetasi elektoral multirasial pertama dalam sejarah negara itu, sikap mulia yang dilakukannya adalah memaafkan semua musuh-musuh politiknya itu, kemudian mengajak mereka terlibat dalam pemerintahan, bekerja sama membangun negara. Afrika Selatan bertumbuh menjadi negara yang jauh lebih baik, karena Mandela memilih jalan salib (memaafkan musuh dan menghilangkan diskriminasi), bukan menggunakan kekuasaan sebagai kepala negara untuk membalas dendam.

Demikian pula kita di Indonesia. Kiranya makna jalan salib Paskah menginspirasi kita untuk merawat kembali hubungan persaudaraan kebangsaan. Pilpres sempat membuat kita terbelah dalam dukungan, juga terbelah dalam memilih partai-partai politik dan caleg. Tetapi perbedaan itu hal normal, bahkan anugerah. Pemilu sudah usai dan kita tinggal menunggu hasil real count dari KPU.  Sambil menunggu, saatnya kita rekonsiliasi untuk merekatkan kembali hubungan pertemanan dan kekeluargaan,  lalu dengan gotong-royong kita siap membangun bangsa bagi kebaikan bersama.yaitu meraih masyarakat adil dan makmur berdasaran Pancasila. Siapa pun yang kelak resmi ditetapkan sebagai Presiden dan wakil, ia adalah pemimpin bangsa Indonesia. Karena itu, dengan semangat persatuan dan persaudaraan kita siap menerima hasil. Bukankah pemimpin adalah pelayan masayarakat? Bertempur dan konflik bukanlah nature seorang pelayan sejati!

Saya yakin, apa yang menjadi substansi jalan salib seperti dibahas di atas terdapat juga dalam ajaran agama-agama lain, meski tentu dengan konsep yang berbeda.  Sebab, semua agama pasti mengajarkan moralitas dan keagungan, perdamaian dan cintakasih. 

Marilah kita memilih jalan salib, bukan jalan pedang, demi Indonesia yang damai, adil, makmur  dan sejahtera!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun