Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pribadi dan Tubuh

4 Januari 2019   07:10 Diperbarui: 6 Februari 2019   23:08 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah sebabnya tubuh juga memiliki fungsi fundamental, antara lain sebagai kancah ekspresif manusia, tempat utama dimana kemungkinan manusia mengambil bentuk dan menjadi konkrit. Persona hanya bisa mewujudkan dirinya melalui berbagai tindakan yang terkait dengan dunia badani dan material. 

Fungsi fundamental lainnya yaitu dalam hubungan dengan manusia lain, tubuh manusia adalah "kehadiran" (presentia), bukan sekedar ada. Binatang dan benda ada atau tidak ada, tetapi manusia hadir atau tidak hadir. Hadir mengandaikan "adanya tubuh dan jiwa secara bersama-sama dalam kemenyatuan." Tanpa tubuh, manusia (pribadi) menjadi tidak terlihat, dan tanpa jiwa dia hanya ada, bukan hadir.

Dengan demikian, maka Mona adalah tubuhnya, juga pribadinya. Mona, seperti halnya setiap orang, adalah persepsi yang menubuh. Si "cerdas dan ramah" yang menubuh, itulah Mona. Tetapi apakah itu cukup menjelaskan Mona? 

Belum! Keunikan-keunikan tubuh maupun pribadi Mona akan mempertegas tubuh-subyek Mona, yang membedakannya dari orang lain. Mona adalah tubuhnya, sama seperti aku adalah tubuhku. Tubuh yang subyek. Maka, jelas juga bahwa bukan "tangan yang mencuri" melainkan "aku yang mencuri." "Aku" dalam perngertian, tubuh-subyek aku yang mencuri.

Lalu, bagaimana dengan aborsi? Penjelasan Merleau-Ponty masih meninggalkan pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Sebuah (seorang?) janin apakah sudah termasuk "persepsi yang menubuh" atau "pra persepsi yang sedang menubuh," atau lainnya? Pernyataan seperti "aku hamil," apakah berarti "aku" berbeda dengan "yang ku hamilkan" atau "yang kuhamilkan" masih bagian dari "tubuh-subyek aku"? 

Dengan ungkapan lain lagi, apakah aku adalah sebuah pengada (Being, Dasein) sementara "yang ku hamilkan" adalah pengada lainnya (Being atau being)? Jawaban yang tegas adalah, aku dan yang kuhamilkan adalah satu. Kehamilan ku menyatu dengan aku, bagian dari persepsi aku yang bertubuhkan aku. Sebab, bukan "perut yang hamil" melainkan "aku".

Catatan: tulisan ini sudah di-publish di Indonesia-Menalar.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun