Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raja Salman "Lebih Pancasilais" daripada Habieb Rizieq?

7 Maret 2017   15:21 Diperbarui: 8 Maret 2017   02:00 2011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat; Rizieq menuduh Ahok menista agama Islam, kafir dan tidak diperbolehkan menjabat Gubernur. Raja Salman menyalami Ahok dalam posisi sebagai Gubernur DKI, tuan rumah yang ikut menjemput bersama Presiden Joko Widodo di bandara Halim Perdanakusumuah. Seandainya, raja Salman tidak setuju pemimpin non Muslim, ia tentu mengajukan keberatan kepada pemerintah Indonesia sehingga diatur supaya Wakil Gubernur, Djarot Syaifudin yang ikut dalam rombongan penjemputan menggantikan Ahok. Hal semacam itu lazim dalam tradisi diplomasi.   

Kelima; raja Salman memuji toleransi di Indonesia dan berulang kali memberi pesan agar toleransi itu dijaga-rawat. Pesan itu disampaikannya, baik dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam, maupun tokoh lintas Iman.  Sementara dalam banyak kasus terlihat Rizieq dan organisasinya membajak toleransi demi kepentingan primordial mereka.

Keenam; apa yang dimusuhi Habieb Rizieq CS terkesan tidak dipermasalahkan raja Salman. Selain Ahok, Habieb Rizieq juga bermasalah dengan polisi adat (Pecalang) di Bali dalam kasus penghinaan oleh Munarman yang juga jubir FPI. Seperti diketahui, kasus itu sudah ditangani pengadilan karena Munarman telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Dalam logika Habieb Riziek (seperti yang dinalarkannya di kasus Ahok), Munarman tidak bermasalah dengan Pacalang melainkan dengan negara.  Sementara, ketika tiba di Bali para Pacalang masuk dalam tim pengaman, bekerja sama dengan aparat untuk pengamanan raja Salman. Artinya, raja Salman sendiri percaya pada para Pecalang dalam pengertian tidak keberatan terhadap kehadiran institusi adat Bali tersebut untuk pengamanannya. Ia juga disambut dengan tarian Pendet Bali, bukan qasidah atau sejenisnya yang lebih bernuansa Islami atau Arabi. Hal lainnya: Megawati Soekarnoputri juga pernah dilaporkan atas kasus penodaan Islam terkait isi pidatonya di HUT PDIP 23 Januari 2017, yang antara lain mengatakan: “Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memosisikan diri mereka sebagai pembawa 'self fullfilling prophecy', para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, padahal, notabane mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya.” Namun, nampaknya hal itu tidak dipermasalhkan raja Salman, buktinya beliau bertemu khusus dengan Megawati dan Puan.

Ketujuh; raja Salman begitu mengagumi Soekarno dengan buah karya dan pikiran-pikirannya seperti djelaskan di atas. Sementara, Habieb Rizieq melecehkan pendiri bangsa itu dengan “menuduhnya” menempatkan sila Ketuhanan di pantat. Rizieq begitu mengagungkan Piagam Jakarta sehingga tega melecehkan bung Karno yang justru dihormati masyarakat Indonesia dan juga banyak tokoh dunia.

Akhirnya, apa yang ditunjukkan raja Salman selama di Indonesia membuktikan bahwa pujiannya terhadap tolerasni dan kebinekatunggalikaan di Indonesia itu bukanlah basa-basi. Ia “terkesan fasih” menafasinya. Komentar Romo Venus Dewantara yang ikut menyambut kedatangan raja Salman di Bali dan sempat bercakap dengan baginda merupakan sebuah afirmasi: “Raja (Salman) mau datang ke Bali, saya melihat Raja menghayati Islam yang merangkul atau rahmatan lil ‘alamin’. Wajah keislaman Raja Salman yang teduh menyambut semua orang sebagai saudara.” (Sumber: http://bali.tribunnews.com/2017/03/06/jubah-di-bagian-dada-romo-venus-disentuh-raja-salman-sambil-tersenyun-di-bali-ini-katanya). Dalam tulisan saya sebelumnya, saya sebut Islam yang macam itu rupanya menjadi visi dari Islam Nusantara. Sebuah wajah Islam yang nampak senafas dengan pandangan keislaman Presiden Joko Widodo dan raja Salman. Dan, menurut saya itulah Islam yang Pancasilais. Harian Kompas (7/3/2017) menyebutnya sebagai kontekstualisasi Islam di Indonesia; ya, Islam yang membumi di ruang politik bernama Indonesia.  

Saya tergoda untuk bertanya, kalau raja Salman yang merupakan ahli agama Islam (penghafal Alquran sejak usia 10 tahun dan pelayan dua kota suci Makkah dan Madinah) saja bisa menunjukkan sikap menghargai pluralitas di Indonesia, mengapa keahlian Islamnya Habieb Rizieq CS begitu memusuhi pluralitas dan marobek toleransi? Raja Salman tidak saja menunjukkan sikap toleran, melainkan juga keramahan dan persaudaraan, tetapi mengapa Rizieq CS cenderung bersikap kasar, mendominasi dan memusuhi? Kesan saya, kok raja Salman lebih Pancasila-is daripada Habieb Rizieq dan konco-konconya?

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun