Kegitan Interfaith Youth Camp 2016 merupakan program dari Kita-Famili (Kita Forum Agamawan Muda Lintas Iman) Salatiga, dilaksanakan di Dusun Thekelen. Dusun ini merupakan salah satu perkampungan paling dekat ke puncak gunung Merbabu karenanya di sini terdapat base camp untuk pendakian ke puncak. Terletak hampir 2000 mdpl mengakibatkan suhu relatif dingin serta curah hujan cukup tinggi. Perkampungan ini banyak kali diselimuti kabut pekat.
Menurut kepala dusun, Bapak Supriyono, terdapat setidaknya 200-an KK yang secara religius menganut empat agama yang berbeda, yaitu Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha. Karena itu, terdapat masjid Abu Bakr As-Siddiq, vihara Thekelen, juga gereja Protestan dan Katolik. Pun ada sekolah Kristen Karmel, dan TK Wira Putra. Salah satu faktor yang membuat dusun ini unik dan terkenal adalah sikap toleransi penduduknya dalam kehidupan keagamaan. Bila umat salah satu agama membutuhkan bantuan, apakah dalam bentuk materiil atau tenaga, warga agama lainnya memberi bantuan dan ikut bergotong royong. Maka, tidak heran kalau dusun ini kerap dikunjungi dan menjadi semacam destinasi live in untuk pembelajaran toleransi, pluralisme, dan kehidupan pedesaan yang natural.
Di tengah-tengah acara, sekitar pukul 17.00 tuan rumah membuatkan bara api di halaman rumah untuk sejumlah satgas dan saya agar bisa menghangatkan badan. Peserta disuguhi makanan yang berlimpah. Buah-buahan, lauk ayam, tahu, sayuran, teh panas, kopi panas, kue, kacang tanah, lampar, dan berbagai jenis panganan. Semua di selalu tersaji di atas meja yang disusun berderet di sepanjang tembok ruangan sebelah menyebelah. Setiap saat peserta bisa ambil dan makan sesukanya. Saya pikir terlalu melimpah. Padahal, per kepala hanya membayar Rp 60.000 sudah mendapat tambahan fasilitas inap di rumah-rumah penduduk, api unggun, trekking ke air terjun dan lainnya.
Tujuan kegiatan ini antara lain:
- Membangun komunikasi yang erat antara remaja dan pemuda lintas iman di Salatiga dan sekitarnya,
- Membangun kerjasama antar remaja dan pemuda lintas iman,
- Mecipkanan perdamaian melalui perlindungan dan penanganan bencana,
- Mengenal Kita-Famili sebagai ruang belajar dan bermain dalam membangun persahabatan multikultural di Kota Salatigas dan sekitarnya.
Karena tidak menginap, saya hanya mengikuti materi “Perdamaian dan Keamanan,” difasilitasi Kapolres Salatiga, yang diwakilikan kepada AKP. Didik Budiono sebagai Kasat Binmas Polres Salatiga. Presentasi yang disampaikan secara cair itu antara lain menekankan hak warga negara mendapatkan rasa aman. Merujuk Pasal 29 (ayat 2), Pak Didik menjelaskan bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah menurut ajaran agamanya. Karena itu, sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan masing-masing warga merupakan hal penting. Beragama apa pun di Indonesia, haruslah diekspresikan berdasarkan nilai-nilai keindonesiaan. Sebab, kita beragama di ruang politik yang namanya Indonesia karena itu karakter keindonesiaan itulah yang harus kita tunjolkan, yaitu sikap ramah, saling menghormati, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan sejenisnya. Polisi yang ramah dan simpatik ini kemudian mendapatkan respons yang hangat dan positif dari peserta yang memunculkan banyak diskusi.
Di tengah malam acara api unggun dan refleksi kebangsaan dipandu oleh Mas Suklan. Di dalamnya peserta menyanyikan lagu-lagu nasional seperti Indonesia Raya, Padamu Negeri, Rayuan Pulau Kelapa, dan sebagainya. Refleksi juga diisi doa bersama yang dilakukan secara berantai oleh masing-masing agama. Mengalunnya lagu-lagu kebangsaan dan doa agama-agama bagi Indonesia yang harmonis, damai dan ramah dari Thekelen di pundak Merbabu yang masih natural, terasa menggetarkan dan menggelorakan persaudaraan dalam perbedaan, persatuan dan kesatuan. Hakikat bhineka tunggal ika terasakan nyata dan begitu indah. Dengan itu, saya yakin peserta tidur di subuh yang dingin itu dalam suasana hati yang damai dipenuhi keakraban dalam kepelbagaian.