Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intan Marbun Martir, Ahok Tersangka, Negara Alpa?

17 November 2016   11:34 Diperbarui: 17 November 2016   11:48 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Lukisan Intan Olivia karya Toni Malakian (Toni Malakian/Facebook) & http://Sumber: KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG

Negara dan semua perangkatnya  seolah ditaklukkan oleh massa yang beringas dan menyasar apa pun demi meningkatkan daya tekan mereka. Diberi kelonggaran pada satu tuntutan mereka bergerak ke tuntutan lain, lalu lainnya lagi, dan lagi, hingga berhasil mengambil alih negara. Mereka menyebut itu dengan revolusi damai (????!). Dan, kita tahu bahwa bila terus dibiarkan merupakan manifestasi sempurna anarkisme, dimana secara de facto massa liar berkuasa dan mendikte negara. Negara kehilangan signifikansi dalam kondisi demikian. 

Kita saksikan dengan terang  benderang betapa sejumlah elit negara terlibat langsung dalam pengerahan massa, bahkan ikut berunjuk rasa 4 November 2016 dan berorasi menyemangati dan menginspirasi massa.  Batas antara negara (jabatan mereka sebagai elit politik dan pejabat negara) dengan massa tidak lagi ada. Tidak saja memprovokasi, mereka juga melecehkan simbol-simbol negara. Maka, kesimpulan kita tidak bisa lain kecuali bahwa massa sukses berkonspirasi dengan oknum elit negara, lalu menggerogoti serta melakukan pembusukan dari dalam. Negara untuk batas tertentu telah disusupi musuh real.

Sebagai warga negara kita ingin memastikan kehidupan bernegara tetap berjalan dalam bingkai NKRI. Kita ingin pastikan negara memiliki semacam “mekanisme pertahanan diri” untuk membersihkan elit-elit benalu yang diam-diam maupun terang-terangan “menghisap darah” NKRI dengan rakusnya. Apakah tidak ada regulasi atau kode etik untuk itu membersihkan para benalu ganas itu? Kalau ya, saatnya negara membutuhkannya. Tetapi kalau sudah ada, saatnya ditegakkan setegak-tegaknya! Negara tidak boleh lagi membiarkan agen-agen kerusuhan menyusup, menggunakan fasilitas negara memperkuat kelompok basis mereka lalu balik menyerang negara.  

Kita juga ingin memastikan negara tidak bisa membiarkan kelompok tertentu memaksakan kehendak dan mendikte negara. Teror dan tindakan anarkis harus dihadapi dengan tegas dan keras. Pelecehan simbol-simbol negara, baik Presiden sebagai kepala negara dan aparat negara,  Pancasila, UUD’45, Bhineka Tunggal Ika, dan sebagainya harus segera dihentikan! Hanya dengan cara itu ketertiban bisa diciptakan dan wibawa negara dipelihara. Negara ada untuk melindungi warganya, bukan membiarkan kelompok perusuh membunuh warga lain demi kepentingan sempit mereka.

Kita memiliki harapan karena Presiden telah menjanjikan “sebuah narasi besar” untuk menjamin ketertiban dan keamanan warga negara. Kita belum tahu apa bentuknya. Konsolidasi  Presiden, TNI, Polri dan berbagai komponen bangsa menjadi dasar bangunan berharap kita. Sebagai rakyat kita menaruh kepercayaan penuh pada janji Presiden. Dan dengan semangat menantikannya. Tidak lain harapan kecuali negara menegakkan wibawanya dan menciptakan kehidupan bersama yang aman dan kondusif.

Cukuplah keempat balita di Samarinda menjadi korban keliaran terakhir. Cukuplah seorang Intan Marbun melayang nyawa seolah sebagai martir. Jangan lagi ada intan-intan lainnya. Darah serta nyawa para korban tak berdosa ini akan tetap teroterh di lembaran sejarah peradaban bangsa ini. Jerit tangis dan pekik ketakutan membaur bersama ledak bom memekak akan selalu terngiang di gendang telinga peradaban kita.

Sekali lagi, jangan lagi ada martir lain di kemudian hari. Bahkan pun, bila Ahok harus dikorbankan oleh permainan hukum dan tawar menawar kepentingan, asalkan keliaran dan anarkisme bisa dihentikan di negeri ini, biarlah terjadi demikian. Tetapi pemerintah yang mewakili negara dan telah diberi kepercayaan oleh rakyat, tegakkanlah wibawa negara, lawanlah para perusuh dan pembantai anak-anak bangsa. Mereka bukan hanya musuh negara tetapi musuh-musuh peradaban. Kembalikan peradaban, toleransi, kedamaian dan rasa aman di bumi pertiwi ini.

Tegak dan kuatlah NKRI, merdeka!

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun