Dengan kelincahan dan kerja keras Presiden Jokowi nampaknya sigap dan tepat menjawab kebutuhan aktual: yaitu memperkuat negara. Tidak membiarkan keliaran terus berlangsung, sebab itu berarti pembiaran terhadap kebocoroan-kebocoran energi bangsa yang memperlemah deras arus kemajuan.Riak dan dinamika massa bukan dimatikan, melainkan dikawal dan diarahkan ke saluran-saluran yang disiapkan di ruang publik. Presiden Jokowi menyebutnya sebagai, “merawat kebhinekaan,” tetapi juga “menegakkan hukum.” Jadi, konsolidasi politik adalah dalam rangka penegakan hukum (di level negara) dan memelihara kebhinekaan (di level massa) sehingga keindahan dan keunikan partikular-privat muncul mekar bersemi menghiasi taman keragaman NKRI.
Namun, kita telah belajar dari pengalaman sejarah. Di era Orba negara terlalu kuat dan menaklukan gerakan massa. Reformasi menghasilkan kebalikannya, yaitu massa menaklukan negara. Keduanya menggambarkan kegagalan membangun ruang publik yang politis.
Maka, kita perlu mengingatkan Presiden Jokowi agar hati-hati memanfaatkan hasil konsolidasi politik itu. Konsolidasi harus bermuara pada upaya mensinergikanseluruh kekuatan nasionaluntuk diarahkan ke muaracita-cita kemerdekaan. Soekarno, sang Proklamator menyebutnya sebagai “gotongroyong,” bila kelima sila Pancasila disarikan menjadi hanya satu. Artinya, ruang publik NKRI diwarnai olah keutuhan dan kesatuan dari berbagai keragaman yang berkreasi dalam satu kesatuan gerak menuju pencapaian tujuan nasional.
Penekanan titik orientasi di atas penting agar pengelolaan “kekuatan nasional” tidak terjatuh ke kutub ekstrim otoritarianisme ataupun anarkisme. Apa maksudnya? Jangan sampai kekuatan yang terkonsolidasi lalu kebablasan hingga mengamputasi kreativitas, daya kritis, dan gerakan massa. Negara memang perlu kuat untuk mengawal dinamika tinggi di level massa dan mendorong laju pembangunan, tetapi massa juga perlu kuat agar dapat berkontribusi maksimal dan partisipasi efektif dalam semua tahapan pembangunan nasional.
Demonstrasi sebagai salah satu bentuk pasrtisipasi politik penyaluran aspirasi jangan sampai dibekukan.Tetapi juga, gerakan-gerakan massa harus mengalur jalur resmi yang diprovidensi di ruang publik berkeadaban. Gerak massa yang bertentangan atau berpotensi mengancam eksistensi bernegara, mengancam kebhinekaan dan kehidupan bersama, menggerogoti ideologi dan dasar negara memang harus ditertibkan dan diarahkan kembali ke jalurnya.
Hanya dengan cara itu, konsolidasi politik Presiden Joko Widodo menemukan makna eksistensialnya, yaitu mentransformasi ruang-ruang privat partikuler demi membangun ruang publik berkedaban. Maka, bersemilah taman sari keragaman Indonesia!
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H