Bahkan, dengan posisinya di rangking kedua Partai Pemenang Pemilu 2014, Golkar tidak dilirik sama sekali, meski hanya untuk pasangan Wakil Presiden. Di koalisi KMP meski Golkar adalah yang “paling tua” dan “paling besar” namun perannya tidak menonjol. Lebih terkesan dijadikan figuran dalam pentas seram antagonis dari sutradara besar Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
Sumber: www.lagi.online
Lewat kriteria Calon Ketua Umum yang dirumuskan menjelang Munaslub, terlihat Golkar makin menegaskan diri sebagai Partai minimalis yang tertinggal di masa lalu. Diperkuat dengan pemberlakuan syarat sumbangan 1 milyar bagi bakal calon pimpinan menunjukkan bahwa Golkar telah kolaps secara finansial. Ketujuh kriteria utama tidak saja mengesankan formalitas administratif semata, tetapi juga memproyeksikan kesuraman nyata.
Akomodasi kepentingan klik terlihat lebih kuat daripada niat mentransformasi partai agar menyesuaikan diri dengan tuntutan masa depan. Nafsu untuk melestarikan rentang kendali lewat mekanisme pewarisan sulit disembunyikan di sini. Munculnya Setya Novanto, yang diprediksikan berhadapan dengan Ade Komarudin memperkuat tesis ini. Bahkan, kembali dimunculkannya ahli waris tahkta Orde Baru, Tommy Suharto di pentas, meski secara sepintas, menunjukkan bahwa Golkar sama sekali tidak bisa lepas dari “sang arsitek agungnya.” Lebih kurang tujuh belas tahun dimasak dalam loyang reformasi yang kadang sangat membara, tidak membuat partai ini menjadi lebih matang. Bahkan, seperti layakanya kakek pikun kembali merindu dekapan hangat dan puting susu induk semangnya.
Sebagai pengamat, Golkar patut diingatkan. Semoga tidak menjadi seperti polis Sparta, yang kebesarannya terkubur di dasar arsip sejarah perjalanan bangsa, dan kisahnya tinggal terdengar samar sebagai dongeng yang juga tidak lagi diminati generasi net-digital yang asing terhadap budaya tutur.
Salam Kompasiana!
Catatan: Artikel ini terinspirasi dari tulisan A.Setyo Wibowo berjudul “Pendidikan Total-militer Sparta: Mewaspadai Fatamargana Isih penak Jamanku Tho?” dalam Majalah Basis No.3-4 Tahun 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H