Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Mundur, Djarot-Heru Pimpin DKI

7 April 2016   23:26 Diperbarui: 16 April 2016   11:24 5732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keenam; lalu Ahok kemana? Orang macam Ahok cocok ditempatkan di banyak posisi. Tetapi menurut saya, posisi paling ideal untuk Ahok adalah Mendagri, Menpan, menteri ESDM, Kabulog, dan lainnya. Presiden Joko Widodo sudah mengenal Ahok sehingga beliau tentu lebih tahu di mana posisi yang paling cocok. Meski kinerja Mendagri, Tjahjo Kumolo saat ini nampak tidak buruk, Tjahjo bisa diberikan posisi lain bila Ahok dianggap lebih cocok di Mendagri. Sesungguhnya saya lebih favoritkan Ahok di pos ini. Karakter macam Ahok sangat diperlukan untuk “menertibkan dan mendisiplinkan” para kepala daerah nakal yang kerap tertangkap terlibat korupsi, narkoba, kejahatan perpajakan, dan lainnya. Ia akan menjadi suri-teladan (dalam hal transparasni dan anti korupsi), sekaligus guru dan mentor  bagi kepala-kepala daerah seluruh Indonesia. E-budgeting seperti yang telah sukses dilakukannya di DKI akan menjadi standar pelayanan birokrasi seluruh Indonesia. Penggajian dan tunjangan berbasis kinerja akan “memaksa” para kepala daerah dan pimpunan birokrasi bekerja keras melayani rakyat, dan akan menjadi lebih produktif, yang segera diperkuat penerapan key performance index bagi PNS di DKI, yang diberlakukan per Mei 2016.

Demikian sejumlah pertimbangan mengapa perlu memikirkan Ahok tidak usah maju dalam Pilkada DKI 2017, dan membiarkan Djarot-Haru pimpin DKI. Teman-teman tentu bisa menambahkan alasan lain. Tetapi, bagaimana pun juga, ini hanyalah pikiran alternatif.  Mungkin hanya mimpi. Meski akan lebih indah kalau jadi kenyataan!    

Salam kompasiana!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun