Mohon tunggu...
Semuel Leunufna
Semuel Leunufna Mohon Tunggu... Dosen - You Will Never Win if You Never Begin

Dosen Universitas Pattimura Ambon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bencana Alam, Perubahan Iklim, Ketahanan Pangan dan Peringatan Dini

1 November 2021   10:00 Diperbarui: 1 November 2021   10:05 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perubahan Iklim Dan Produktifitas Pertanian

Produktifitas pertanian merupakan unsur pokok dari ketahanan pangan. Unsur lainnya; aksesibilitas, kesehatan, dan harga, menyusul kemudian setelah pangan tersedia.  Bencana banjir, juga kekeringan, sebagaimana dikemukakan diatas, merupakan kondisi ekstrim dari anomali iklim yang berdampak pada produktifitas pertanian. Bahkan sedikit pergeseran dalam kondisi normal unsur-unsur iklim termasuk curah hujan, suhu, konsentrasi karbondioksida (CO2) dan lainnya akan berpengaruh pada aktivitas pertanian dan produktifitas pangan.

Musim panas yang kering di Rusia bagian selatan tahun 2010 berimbas pada penyusutan produksi biji-bijian dalam negri sebesar 37% dan menyebabkan peningkatan harga secara global sebesar 80% dalam periode 6 bulan (Boer et al., 2013). Program siaran televisi Voice of Amerika (VoA) beberapa waktu lalu melaporkan adanya pergeseran/perubahan kalender penanaman dan perubahan pada komuditas tanaman kultivasi di  negara bagian Kalifornia USA akibat kekeringan yang panjang. Negara yang adalah salah satu dari sekelompok kecil negara dengan kemandirian dan ketahanan pangan terbaik dunia ini (kemandirian pangan/ food self-help, didefenisikan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat), harus mengimpor komuditas tertentu hortikultura yang tadinya diproduksi, sebagai akibat perubahan iklim yang terjadi. Perubahan unsur-unsur iklim tidak hanya berpengaruh langsung pada tanaman kultivasi, tetapi juga tidak langsung melalui pengaruhnya pada organisma dan mikroorganisma tanah yang bertanggungjawab terhadap kesuburan tanah serta kondisi CO2 karena pernapasan yang dilakukan.

Kajian spesifik lebih lanjut memberikan gambaran pekanya tanaman kultivasi terhadap perubahan unsur iklim.  Suhu tinggi dapat mempercepat pertumbuhan banyak tanaman, tetapi suhu tinggi juga dapat mengurangi produksi (misalnya pada biji-bijian) karena suhu yang tinggi mempersingkat periode waktu pertumbuhan dan pemasakan biji. Pada tanaman tertentu, pengaruh peningkatan suhu akan tergantung pada suhu optimal tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Pada beberapa daerah, suhu tinggi dapat menguntungkan tanaman yang khas untuk wilayah dimaksud. Namun bila suhu melampaui suhu optimum tanaman, produksi akan menurun. Pada daerah dengan kondisi iklim ber suhu tinggi dan curah hujan rendah, sulit mengatasi kekeringan karena kurangnya suplay air dan dengan demikian sulit memenuhi kebutuhan air tanaman.

Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat meningkatkan produksi. Produksi beberapa tanaman seperti gandum dan kedele dapat meningkat 30% atau lebih pada peningkatan konsentrasi CO2 dua kali ganda. Pada tanaman jagung, peningkatan produksi hanya sekitar 10% dalam kondisi yang sama  EAP (2014). Meskipun demikian beberapa faktor dapat menghambat potensi peningkatan produksi dimaksud; misalnya jika suhu melampaui suhu optimm atau jika air atau nutrisi tidak tersedia.

Suhu, kelembaban, dan konsentrasi CO2 yang tinggi menciptakan lingkungan yang ideal bagi berkembangnya tanaman pengganggu (gulma) tertentu serta hama dan penyakit tanaman. Kondisi ini akan merusak tanaman, terutama yang rentan terhadap hama dan penyakit atau mengurangi produksi akibat persaingan dengan tanaman pengganggu (gulma) terhadap unsur hara, air, cahaya serta unsur iklim lainnya, meningkatkan penggunaan pestisida maupun herbisida yang pada waktunya mencemari lingkungan dan merusak kesehatan manusia.

Kemarau panjang secara berulang tidak hanya berdampak pada rendahnya produksi tanaman pertanian, menyebabkan ketidaktahanan pangan suatu wilayah tetapi juga dapat berlanjut pada hilangnya kultivar-kultivar tanaman pertanian akibat konsumsi benih yang diperuntukkan bagi penanaman berikutnya oleh petani. Hal yang sama dapat terjadi pada wilayah yang terinfestasi hama dan penyakit secara berkepanjangan, sebagaimana teramati pada beberapa pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Propinsi Maluku (Leunufna, 2013).

Peringatan Dini (Early Warning) Bencana Ketahanan Pangan

Peringatan dini bencana ketahanan pangan atau kelaparan (famine) dilaksanakan dalam beberapa tahapan kegiatan sebagaimana dilakukan organisasi the Famine Early Warning Systems Network, FEWS NET (www.fews.net.) yakni dengan pertama-tama memahami konteks ketahanan pangan atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap atau indikator ketahanan pangan termasuk dengan mengoleksi dan menganalisis data Agroklimatologi, nutrisi, pasar dan perdagangan, serta mata pencaharian atau sumber penghidupan. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan monitoring, menganalisis dan meramalkan kondisi yang akan terjadi, kemudian menggolongkan ketidak-tahanan pangan dalam lima stadia/tahap yakni (1) minimum atau tidak ada, yang diberi warna biru muda,  (2) tercekam  (warna kuning), (3) krisis (warna orange), (4) darurat (warna merah muda) dan akhirnya (5) bencana atau kelaparan (merah tua). Hasil analisis data dan informasi ini kemudian di sampaikan kepada penentu kebijakan untuk membantu mengarahkan tanggapan kemanusiaan pada wilayah-wilayah terdampak bencana.

Sebagaimana praktek usaha tani, usaha peternakan, rumputan makanan ternak maupun perikanan bergantung pada optimalnya unsur-unsur iklim, maka perubahan iklim menentukan ketahanan pangan hingga bencana kelaparan. Data iklim dan cuaca pada kondisi saat ini, masa lalu dan prediksi kedepan, dengan demikian, sangat diperlukan guna menduga produktifitas pangan dan selanjutnya kondisi kekurangan pangan yang mungkin akan terjadi. Kerjasama dari berbagai isntansi terkait penyedia data dan informasi iklim dan cuaca (curah hujan, jatuhnya salju, dst.) baik pada wilayah kontinen maupun perairan sangat diperlukan.  

Teknologi pengindraan jauh (remote sensing) juga telah dimanfaatkan untuk memprediksi produksi tanaman pertanian  dan dimanfaatkan sebagai data peringatan dini ketahanan pangan. Teknologi ini sukses dikembangkan untuk menduga produksi padi di lembah mekong dan dimanfaatkan dalam pengelolaan ketahanan pangan (Ha, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun