Mohon tunggu...
Buyumski Barbara
Buyumski Barbara Mohon Tunggu... -

loveable

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

15 Menit bersama Anies Baswedan*

22 Maret 2015   11:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tugas pemimpin itu menggerakkan, lalu membuat orang tergerak dan berjalan sendiri-sendiri. Kira-kira seperti itulah pandangan Anies Baswedan soal sosok pemimpin ideal. Baginya, Indonesia membutuhkan presiden yang bisa berbicara: ini lho Indonesia maunya seperti ini. Selain itu, menurut Anies, ilmuwan Indonesia sangat banyak di luar negeri. Dirinya punya keinginan besar untuk berbicara dengan para ilmuwan tersebut dan mengajak mereka untuk pulang ke Indonesia.

“Itu juga salah satu syarat kalau Indonesia mau menjadi besar,” terang Anies.

Menurut Anies, nasionalisme itu bukan pada bendera, tapi pada nilai yang disampaikan dan dikomunikasikan. Itu yang menurutnya agak hilang di Indonesia hari ini.

Generasi Baru Indonesia

Ditanya soal pandangannya terhadap masyarakat Indonesia, Anies menjawab, “Masyarakat Indonesia itu sangat beragam, namun memiliki kesamaan dalam hal patuh terhadap sesuatu yang abstrak. Seperti saat ia menganalogikan larangan buang air kecil di suatu tempat. Beberapa orang ada yang patuh hanya karena ada tulisan ‘dilarang’. Padahal kalau pun dilanggar mereka belum tentu dihukum. Tapi ada juga masyarakat yang menaati larangan tersebut karena tempat itu dianggap keramat, misalnya. Menurutnya itu semua sama saja. Justru tantangan sekarang adalah bagaimana cara mengomunikasikan. Nah, politik pun seperti itu. Itu semua hanyalah masalah cara penyampaian; komunikasi.”

Menurut Anies, pemimpin adalah orang yang punya pengikut. Kalau presiden adalah orang yang dapat otoritas sehingga dia bertindak atas nama kita semua. Yang nanti akan kita pilih adalah pemimpin mana yang akan kita titipkan otoritas itu. Ada pemimpin yang memiliki otoritas tapi ada juga pemilik otoritas tidak mempunyai pengikut.

Anies menambahkan, “Seorang presiden bukan hanya bisa memenangkan pemilu atau pilpres, tapi dia juga harus bisa menjalankan pemerintahan selama lima tahun. Untuk bisa menjalankan pemerintahan itu, minimal dia harus punya komponen di eksekutif yang bisa digerakkan dan dukungan dari parlemen. Tapi bukan berarti jumlah kursi partai di DPR akan memudahkan negosiasi. Yang penting adalah orangnya; presidennya. Support di DPR adalah soal komunikasi politik. Kuncinya, tim di kabinet harus diisi orang-orang yang bisa berkomunikasi dengan tegas, berani, terus terang, dan negosiasi dengan DPR.”

Soal siapa pun pemimpin nanti yang dipilih rakyat, Anies berpesan, “Bagi mereka yang mendapatkan otoritas, maka mereka mesti menjalankan otoritas dan memeriksa di lapangan. Nature-nya, orang yang mendapat amanah, harus mengecek bukan apakah perintah sudah dikeluarkan, tapi apakah pelaksanaannya sesuai perintah.”

“Saya nggak menghitung posisi. Wong nggak di dalam negara saja (pemerintah, red) kita bekerja untuk Republik,” ujarnya ringan.

Menurut Anies, yang sering terjadi adalah orang masuk politik dengan mengandalkan rupiah dan berusaha membeli yang mereka kira kehormatan. Padahal yang mereka beli hanya penghormatan.

“Anda bisa bayar puluhan ribu orang datang ke lapangan dengan tepuk tangan. Itu namanya penghormatan. Tapi, Anda tidak pernah bisa membeli kehormatan mereka. Di Indonesia, banyak orang keliru antara penghormatan degan kehormatan,” tegas Anies.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun