Kau tak pernah jemu tersenyum
Semburat wajahmu menyinari langit senja yang semakin lama semakin temaram
Begitulah kau, tak sedikit pun bosan menyapa jiwa-jiwa kusam
Namun kami hanya membalas senyummu dengan anggukan dan gumam seadanya, misalnya, "kau datang lagi, semoga tahun ini kami bisa memetik buah kasih yang kau sajikan di penghujung malam."
Harimu selalu dipenuhi malaikat yang memikat para pencari makrifat
Disela kesibukan penikmat dunia, kau menyelimuti langit
Lalu menghujani kami air rahmat
Tapi, kami masih saja memayungi hati kami dengan maksiat
Adakah kami merasa menyesal?
Tidak. Kami terus saja tersesat dalam khayal
Yang kami tahu hanya memuaskan perut dan akal
Sampai ruh dilahap ajal   Â
Memang benar adanya, kau memenjara iblis di neraka
Sayang beribu sayang, kami telah lahir menjadi bayi-bayi iblis di dunia
Tak secuil pun kami berpikir tuk menjadi rahmat semesta
Yang ada, kami terus saja memantik perang saudara
Kau tetap berseru lantang, "datanglah... datanglah ... datanglah... kepadaku. Aku janji akan memberimu gelar tertinggi di langit dan di bumi. Taqwa."
Seruanmu menggelitik telinga
Ada yang bersegera
Ada pula yang mematung dalam gelimang dosa
Sudah saatnya
Sekarang juga, bukan besok atau lusa
Akan Kujabat tanganmu dengan puasa lalu kupeluk tubuhmu dengan sujud dan doa
Akan kubelai rambutmu dengan sedekah kemudian kubisikkan telingamu dengan tilawah
Dan tak lupa, akan kugiring kau ke mahligai taqwa
 Semoga...
Dinan