Mohon tunggu...
semesta semesta
semesta semesta Mohon Tunggu... -

Saya adalah saya sendiri. saya bukan kata siapa. Bukan juga karena siapa. Siapa saya tidak ditentukan dari apa kata siapa. saya adalah saya. Saya bersyukur kepada sang Mulia yang mengijinkan saya mengecap kehidupan yang kaya akan makna. Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya buat alm. Papa saya, yg sudah banyak mengajari saya, dan membagikan hidupnya bagi keluarga. saya bersyukur memiliki mama yg melimpah dengan kesabaran, seorang kakak yg memotivasi saya, adik yang menjadi warisan berharga dr alm.Papa saya. Dan buat calon istriku tercinta : "kau merupakan anugerah dalam hidupku"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Gambar Diri yang Rusak

20 Maret 2011   01:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:38 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapakah Anda?

Pertanyaan ini membuat kebanyakan orang menjadi bingung. Cobalah Anda praktekan dalam pergaulan hidup Anda. Dengan siapa saja yang Anda kenal, entah itu keluarga Anda, sahabat, bahkan orang-orang yang baru Anda kenal. Bisa jadi Anda akan menemukan jawaban yang berbeda-beda dari masing-masing orang yang Anda coba tanyakan. “saya adalah Jimmy, saya adalah pengacara, saya adalah dokter, saya adalah pejabat”, dan beragam jawaban lainnya. Sesungguhnya setiap jawaban yang diberikan pada saat Anda bertanya, jawaban itu merupakan isi hati mereka.

Disaat Anda bertanya siapa saya, saya pun akan menjawab : “saya Natan”. Jawaban saya ini adalah jawaban satu-satunya yang mewakili setiap jawaban yang bisa saya kemukakan. Mengapa? Sebab inilah identitas diri saya. Yang saya maksudkan dari identitas diri adalah mengakui bahwa saya adalah saya. Saya adalah Natan, dan hal itu cukup. Mengatakan dengan jujur siapa diri kita merupakan integritas hidup. Sebetulnya pengakuan yang jujur terkadang membutuhkan keberanian. Misalnya; “ ada seorang teman yang mengalami kecelakaan. Akibat kecelakaan tersebut teman saya ini menderita cacat pada bagian tubuhnya dan hal itu membuatnya merasa malu dan tak bisa menerima keadaannya. Bertahun-tahun lamanya dia menghukum diri dengan cara mengurung diri di dalam rumahnya, jarang sekali dia bertegur sapa dengan teman-temannya. Padahal dia dikenal sebagai orang yang supel. Beberapa kali saya mengajak dia keluar rumah hanya untuk refreshing sebentar, namun dia tetap menolak. Saat ditanya alasannya, jawabannya adalah : “minder dengan keadaan tubuhnya yang cacat”.

Menerima setiap kelemahan dan kekurangan diri adalah cara satu-satunya mengasihi hidup, tidak ada yang lain, menurut saya. Anda dan saya tidak mungkin bisa mengasihi oranglain kalau tidak bisa menerima setiap kelemahan dalam diri kita. Apalagi mengashi Tuhan, ini pun mustahil menurut pendapat saya. Kejujuran saya mengakui bahwa saya adalah Natan memberi ruang bagi oranglain untuk mengenali siapa saya sesungguhnya. Dan jawaban itu pun menjadi sebuah pesan penting buat mereka bahwa saya ingin diterima sebagai diri saya bukan yang lain,bukan pekerjaan saya, dan bukan pula prestasi-prestasi besar dalam hidup saya. Kebanyakan kasus yang saya temui dalam pergaulan hidup sehari-hari bahwa ada segelintir orang yang menuntut oranglain menerimanya bukan sebagai dirinya melainkan sebagai polisi, pegawai negri sipil, pengusaha, karyawan bank, dlsbg... Orang – orang yang demikian mengharapkan orang lain menerima mereka bukan sebagai diri mereka, melainkan profesi mereka, dan hal ini sungguh sangat disayangkan. Bahkan ironisnya ada juga Pendeta yang menuntut jemaat menghargai dirinya sebagai pendeta bukan pribadinya. Sayang sekali kalau sebagian besar orang yang saya temui memiliki pandangan hidup seperti itu. Sungguh satu tindakan yang menipu diri sendiri. Bahkan sebagian besar orang-orang yang saya temui bukan saja dari golongan abu-abu melainkan dari kumpulan-kumpulan orang beriman. Hal ini juga yang mendorong saya menuangkan setiap pemikiran dan perenungan ke dalam bentuk tulisan agar bisa saling berbagi dengan teman-teman yang lain.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa profesi kita adalah sebuah kesalahan. Tidak. Maksud dari pernyataan saya adalah keberhargaan dalam hidup kita tidak diukur dari apa yang kita kerjakaan dan posisi apa kita dalam pekerjaan tersebut. Bukan, melainkan diri kita. Kitab kejadian dengan gamblangnya menyatakan bahwa manusia adalah gambar dan rupa Tuhan. Dengan lain kata Saat manusia masih di dalam kandungan pun manusia sudah berharga. Oleh sebab itu cara terbaik menghargai hidup adalah menerima apa adanya diri kita. Bukan saja kelebihan-kelebihan yang kita miliki, potensi dan talenta yang kita punya. Melainkan setiap kelemahan-kelemahan yang sudah menyatu dalam daging manusianya kita. Seperti : tidur mendengkur, tinggi badan, gagap berbicara, bahkan cacat fisik. Semua itu ada di dalam kontrol kuasa-Nya.

Apakah identitas itu?

Identitas adalah hidup kita. Kehilangan identitas sama seperti kehilangan hidup. Kehilangan KTP saja pusingnya minta ampun, apalagi kehilangan identitas kita sesungguhnya. Ibarat kehidupan tanpa roh atau dibalik roh tanpa kehidupan. Identitas merupakan nilai yang sangat berharga. Seperti halnya Anda dan saya, negara Indonesia akan mengakui bahwa kita sebagai warganya kalau identitas kita menunjukan bahwa kita memang warga negara Indonesia. Lain halnya dengan Justine Biber, sekalipun dia berkata : “saya orang Indonesia” mana mungkin negara Indonesia mengakui bahwa dia sebagai warga Indonesia yang sah kalau identitasnya saja menunjukan kewarga negaraan Canada?

Namun seringkali yang kita jumpai adalah orang-orang yang sama halnya dengan ilustrasi sebelumnya. Kembali lagi saya ingin katakan bahwa saya adalah saya, bukan yang lain. Saya adalah warga negara Indonesia bukan Amerika. Saya aslinya Manado bukan Medan/batak. Sungguh merupakan hal yang sangat bodoh kalau hanya karena sebuah pengakuan saja, banyak orang menggadaikan identitas hidupnya, menipu dirinya, mebodohi dirinya, dan menjual imannya.

siapakah identitas kita?

Identitas kita adalah Tuhan. Kita dilahirkan dari Tuhan. Bagian-bagian dalam roh, jiwa dan tubuh kita bahan bakunya adalah Tuhan dan perancangnya adalah Tuhan.

Kejadian 1 : 28.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun