Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Menyumbank" Korporasi Lewat Top Up Uang Digital

18 September 2017   16:09 Diperbarui: 19 September 2017   15:13 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu cilakanya lagi Kartu Uang Digital ini, kalau kartunya hilang maka nilai uangnya pun turut hilang. Sebuah kerugian tak terlihat bagi pengguna kartu, tapi tentu saja menarik benefit bagi perbankan. Seharusnya pengguna dapat benefit, ini malah cuma dapat pilihan terjepit. Jadi tolong hal ini dipikirkan kembali oleh para bankir dengan sesekali teriak sendiri "Saya Pancasila", supaya paham kebijakan juga mesti Pancasilais di sektor perbankan.

Tentu saja bahwa sesuai aturan, Bank Indonesia memiliki independensi. Terlepas kebijakannya dari pemerintah dan memiliki kewenangan sendiri untuk memutuskan. Tapi bukan berarti kemudian Bank Indonesia tidak menghargai situasi rakyat. Untuk itu, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat mesti mencari cara menghentikan kebijakan ini. 

Benar bahwa belakangan setelah marak penolakan, Gubernur BI menyebut penggunaannya akan memakai skema segmen dimana intensitas pengguna dan jenis penggunaan turut berpengaruh. Konon katanya, pengguna menengah ke bawah yang memakai untuk transportasi dimungkinkan gratis. Tapi sayang, kita sudah terbiasa ditarik Rp 2000 setiap transaksi Top Up dan saya baru sadari belakangan ini tak ada aturan yang memayungi penarikan di halte Trans Jakarta tersebut.

Kalau diminta Rp 2.000 x  12 12 untuk menyumbang negara langsung, rela saja Pak. Tapi menyumbang  perbankan yang sudah punya aset besar untuk memenuhi kewajiban mereka  dalam melayani, rasanya kok seperti hidup di era sebelum tahun 45 dulu. Jadi tolong, rakyat kita belajar memasuki era uang digital tanpa harus dibuat semakin kesal. Masakan tidak malu para bankir dan lembaganya disumbang dari recehan yang setengah mati diperoleh kelas menengah ke bawah.

Kebijakan kok terdengar sumBANK ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun