Tentu saja sulit rasanya membayangkan situasi yang dideskripsikan Plato Ginting dengan baik. Hanya rasa dan kesan indah yang bisa ditangkap meski penulis sebenarnya ingin mendengar dan menyaksikan langsung antusiasme penikmat musik Karo pada keseniannya sendiri.
Tetapi apa yang menjadi cerita langsung dari Plato Ginting yang merasakan suasana itu semoga tak sebatas menjadi euforia. Selain bersyukur, momen itu harus dilihat sebagai kesempatan berbenah bagi musisi muda yang semasa dengannya. Selain membenahi cara menciptakan musik yang berkualitas dengan cita rasa baru, juga membenahi cara penyajian musik Karo yang lebih elegan.
Sebagai contoh manajemen panggung hingga seluruh keperluannya mesti membutuhkan orang-orang khusus yang bukan berlatar musisi. Perkembangan musik Karo dan musisinya butuh ditopang oleh manajemen musik yang juga berkualitas. Didukung oleh pengelolaan fans yang juga lebih profesional. Hingga tak lepas didukung oleh pecinta kebudayaan hingga Pemerintah Kabupaten Karo sendiri untuk memastikan perkembangan musik ini bisa menjadi bagian perkembangan kebudayaan, mental hingga ekonomi masyarakat Karo.
Bercermin dari acara di PRSU yang ramai itu, kehadiran manajemen Lalume Indonesia dibawah kordinasi Hendra Gunawan Kaban misalnya adalah salah satu bentuk profesionalitas level baru dalam penyajian tampilan seni Karo. Selain panggung seni kerakyatan yang khas swakelola serta mengandalkan spirit gotong royong, panggung seni musik kontemporer Karo juga harus didukung oleh manajemen yang mengusung spirit profesionalitas.
[caption caption="Andre Elyedes Tarigan tampil dengan gaya rambutnya yang khas di PRSU (Foto: Hendra Gunawan Kaban)"]
Sebab suka tidak suka, perubahan akan datang. Hari ini di sosial media, dengan berbagai kemudahan teknologi yang ada. Sikap permela atau malu-malu yang dulu tampaknya dimiliki oleh para kreator muda musik Karo mulai bergerak positif. Tak jarang sekarang penulis bisa melihat beberapa pemuda atau pemudi Karo berkreasi menciptakan karya meski sebatas dikonsumsi komunitas hingga teman-temannya di sosial media. Dan ini adalah bibit unggul seniman Karo yang mesti didukung untuk terus tumbuh di tanah yang kiranya subur.
Seperti diakui oleh Plato Ginting yang sejatinya masih baru memulai langkahnya, butuh keberanian untuk berkarya. Jelas itu pula yang mulai tampak dalam amatan penulis. Era tampilnya generasi muda Karo untuk merawat kesenian dan budaya hingga berani tampil melampauinya sudah datang.
Pasca PRSU 2016, dari getar semangat Plato Ginting yang berkisah, penulis berkeyakinan. Bahwa musik Karo akan terus eksis dan berkembang mengiringi peradaban masyarakat Karo itu sendiri. Almarhum komponis termasyur Karo, Djaga Depari tidak akan kecewa sebagai musisi. Guru Patimpus Pelawi, Kalak Karo yang merupakan pendiri Kota Medan pun tidak akan dilupakan dalam sepi dengan makin tampilnya pejuang musik Karo masa depan.
Penulis sekali percaya, musik Karo dan pegiatnya akan terus eksis berkembang bersama dengan entitas etnik Karo itu sendiri. Syukur-syukur bisa masuk kembali dalam kancah musik nasional dalam satu dekade mendatang. Meski tak sepenuhnya mereka mendapat sokongan dari pemerintah kabupaten Karo yang mestinya melihat kesenian dan musik bukan semata tradisi masyarakat, tetapi juga akar serta pembentuk karakter unggul masyarakat Karo dimanapun berada.
Selamat berjuang para musisi muda Karo, pengawal dan pejuang kebudayaan masyarakat Karo.
Mejuah-juah, Mpal!