Mohon tunggu...
ahmad hanif
ahmad hanif Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kejadian di Pinggir Jalan

27 Oktober 2016   14:01 Diperbarui: 27 Oktober 2016   14:11 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Woy, ngapa lo tadi teriak-teriak, hah?”, ujar salah seorang pengendara motor kepengendara sampingnya dengan nada emosi. Saya sempat kaget dengan suara itu, karena terjadi tepat dibelakang saya.

Kondisi jalanan saat itu sangat macet. Sayapun posisinya sudah diluar jalan, hendak mengambil pinggir jalan karena ada sedikit celah untuk lewat demi menghindari macet.

Saya perhatikan adu mulut itu kian memanas. Terlihat bapak yang pertama tadi tidak terima apa yang terjadi sebelumnya. Saya menduga penyebabnya adalah saat sedang macet-mecetnya, pengendara yang tidak terima dengan teriakan tersebut berusaha menyalip kendaraan mobil didepannya. Tiba-tiba muncul pengendara motor lainnya dari arah berlawanan. Namun pengendara itu dengan cepat mengurungkan niatnya untuk menyalip kendaraan didepannya. Kejadian itu hampir saja Menimbulkan kecelakaan.

Tidak lama terdengar teriakan dari sebelah kiri saya. Teriakannya tidak jelas. Tapi saya menilai suara itu menghina pengendara tadi. Itulah penyebab yang saya tangkap.

Adu mulut itu masih saja berlangsung. Saya hanya berkata dalam hati, “Apa gak ada solusi lain dari pada adu mulut? Apa mereka tidak telat kerja kalau adu mulut terus?”

Namun karena saya juga tidak mau menghabiskan waktu melihat adu mulut mereka, lantas saya langsung pergi. Minimal mengurangi macet saat itu.

Ada pelajaran penting yang saya petik dari kejadian adu mulut tadi. Dua hikmah yang saya dapat.

Pertama: Pentingnya Menahan Amarah

Hari ini banyak sekali hal-hal yang memicu orang itu untuk mudah emosi. Terlebih dijalanan yang ramai. Terkadang ada saja pengendara yang seenaknya menerabas saat lampu merah, ugal-ugalan dan melawan arah ketika berkendaraan. Ada juga yang asal belok tanpa memakai lampu reting kendaraannya. Jadi jika keluar jalanan (khususnya jabodetabek) baik dengan kendaraan motor ataupun mobil, maka baiknya sudah mengantongi bekal sikap sabar. Sebab ada saja kejadian yang sebenarnya bisa diatasi dengan damai, tapi memilih adu mulut sebagai solusi. Bahkan tak jarang adu jotos antar pengendara.

Sabar dalam menahan amarah hari ini seperti barang langka. Tidak banyak ditemukan orang yang memiliki sifat ini.  Sabar bukan berarti pasrah dengan polah pengendara yang seenaknya tidak mematuhi rambu lalu lintas. Tapi sabar dengan menahan diri dari emosi yang meluap-luap, dan mencari solusi yang lebih baik dari pada adu mulut. Bila melihat pengendara yang salah, disampaikan saja kesalahannya.. Namun jika tidak mau dinasehati biarkan saja. Yang penting sudah dinasehati. Karena tidak sedikit yang menyangka adu mulut sebagai solusi, tapi ternyata malah menjadi akar masalah yang besar dan terus berlanjut.

Disitulah pentingnya menahan amarah.

Kedua: Pentingnya Menjaga Mulut

Memang mengeluarkan kata-kata mudah sekali. Tapi tentu tak semudah menerima konsekwensi yang muncul. Seperti kejadian adu mulut antar pengendara diatas. Penyebab awalnya padahal hanya teriakan yang tak jelas. Kalau saja orang itu diam, tidak mengeluarkan teriakan, tentu tidak akan terjadi adu mulut itu. Tapi mungkin karena didasari tidak tahannya mulut untuk berkomentar, ya sudah. Akhirnya pengendara lain merasa tersinggung, dan berlanjut menanggapi teriakan orang tadi. Hasilnya adu mulut itu tidak dapat dihindar.

Pepatah mengatakan, “Mulutmu Harimaumu”. Mulut yang tidak terkendali seakan menjadi harimau yang menerkam dan melukai pemiliknya.

Kenapa Allah membuat satu mulut dan dua telinga? Karena memang didesain untuk lebih banyak mendengar dari pada banyak bicara.  

Mulut bahkan bisa menjadi cerminan isi dari hati kita. Pepatah mengatakan, “Tong kosong nyaring bunyinya”. Mengibaratkan  orang yang banyak bicara yang tak bermanfaat, kwalitasnya tidak ada.

Perhatikanlah burung elang. Tidak banyak bicara, tapi mudah menyergap mangsanya. Seekor burung dengan suara yang bagus, mudah menjadi incaran empuk para pemburu. Mudah ditemukan karena suaranya.

Itulah dua hal yang perlu kita tanamkan dan kita jaga. Pentingnya menahan amarah, dan pentingnya menjaga mulut. Dua macam itu adalah refleksi dari sikap sabar. Memiliki sifat sabar banyak sekali yang akan dituai. Diantaranya mampu mengendalikan amarah dan perkataan yang sia-sia. Terkadang orang yang melampiaskan amarahnya seakan menjadi pemenang. Tapi belum tentu dia menang mengendalikan amarahnya. Dan terkadang mudah mengucapkan segala perkataan, tapi belum tentu mudah menerima konskwensi yang muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun