“Jadi Indonesia itu punya harta karun yang tumbuh liar begitu saja win!” cerocos sahabatku di awal tahun 2015 lalu. Saat itu aku sama sekali tidak memikirkan pernyataan tersebut, bagiku mungkin sahabatku hanya tertarik sesaat pada ‘harta karun’ yang selalu disebut-sebutnya itu.
Barulah beberapa waktu lalu saat kami bersama-sama pergi ke sebuah toko buku terbesar di kota kami dan mengunjungi sebuah pameran perfume, ada pandangan baru yang masuk ke dalam pikiranku. Ada banyak sekali botol-botol ukuran kecil dan sedang yang dipajang di rak-rak stand tersebut, ada pula lilin-lilin yang berbentuk lucu dan romantis, serta beberapa kayu dan dedaunan kering yang tampak menonjolkan kesan tradisional dan ethnic. Bau harum dari beberapa benda yang terpajang di rak-rak tersebut benar-benar memanjakan hidung pengunjung yang datang, bau harumnya lembut dan sama sekali tidak menohok hidung, sebaliknya malah membuat kita menjadi rileks. Harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau, tiap botol kecil perfume di bandrol harga delapan puluh ribu rupiah, sedangkan untuk ukuran sedang seratus lima puluh ribu rupiah, dan yang berbentuk lilin rata-rata berharga delapan puluh ribu hingga dua ratus ribu rupiah.
Bahan dasar perfume yang sering digunakan sehari-hari ialah berasal dari essential oil atau yang biasa disebut dengan minyak atsiri yang berasal pula dari berbagai tumbuhan, seperti: nilam, cengkeh, pala, lada, kenanga, sereh dan masih banyak yang lainnya. Perfume sendiri sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu, kata “perfume” berasal dari bahasa Latin yang berarti through smoke atau “melalui asap”. Salah satu kegunaan perfume tertua yang ada di dunia adalah untuk upacara keagamaan, pembakaran dupa dan tanam-tanaman yang digunakan dalam pelayanan keagamaan. Bangsa Mesir ialah yang pertama menggabungkan perfume ke dalam budaya, kemudian diikuti oleh bangsa Cina kuno, Hindu, Israel, Kartago, Arab, Yunani, dan Roma. Penggunaan botol perfume di mesir dimulai sekitar 1000 tahun SM. Umumnya parfume diletakan di dalam gelas dan botol kaca.
Kemudian kata essential oil diambil dari kata quintessence, yang berarti bagian penting atau perwujudan murni dari suatu material, dan pada konteks ini ditujukan pada aroma atau essence yang dikeluarkan oleh bagian tumbuh-tumbuhan tertentu (seperti daun, bunga, biji, buah, batang, akar, dan rimpang). Minyak yang dihasilkan bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, beraroma tinggi, dan larut dalam pelarut organik.
Mengenai potensi nilai ekonominya juga sudah tidak usah diragukan lagi, minyak atsiri sudah membuat harum nama baik Indonesia sejak dahulu, penghasil minyak atsiri atau yang disebut essential oil terbesar di dunia adalah Indonesia. Di dunia diperkirakan terdapat 160-200 jenis tanaman yang berpotensi menghasilkan minyak atsiri dan 120 jenis ada di Indonesia dan telah diekspor. Jenis-jenis minyak atsiri Indonesia yang telah memasuki pasar dunia diantaranya adalah minyak nilam, serai wangi, cengkeh, jahe, pala, dan kenanga. Menurut Arianto Mulyadi dalam artikelnya yang berjudul "Mengenal Pasar Minyak Atsiri Indonesia". Minyak atsiri asal Indonesia yang menjadi primadona dengan potensi pemakaian lebih dari 1000 ton per tahun ialah Minyak sereh wangi (citronella oil). Produksi dan mutu minyak sereh wangi sebelum perang dunia ke II bahkan telah menempati puncak yang tertinggi di pasaran dunia. Akan tetapi setelah perang dunia ke II Indonesia menjadi produsen nomor 3 dunia (setelah China & Vietnam) dengan produksi pada 2007 sekitar 300 ton, nilainya hanya seperdelapan dari nilai sebelumnya (Guenther, 1987).
Bahkan pada tahun 2014 silam diketahui bahwa 90% produksi minyak atsiri nilam dunia ada di Indonesia. Tetapi sayangnya yang menikmati justru Singapura. Karena yang menjual, sekaligus mengolah “harta karun” ini ialah Singapura. Hal ini dikatakan oleh bapak Djoko dalam diskusi dengan tema 'Mencari Pemimpin yang Pro Pertanian' di Hotel Amaroossa, Bogor. Bapak Djoko menghimbau agar para produsen minyak atsiri nilam di dalam negeri melihat peluang ekspor ke negara lain salah satunya Swiss. Alasannya, Swiss masih sangat banyak membutuhkan produk-produk yang dihasilkan Indonesia, seperti minyak atsiri nilam dan CPO (crude Palm Oil). (finance.detik.com/2014/05/17).
Dunia masih sangat membutuhkan minyak atsiri, hal tersebut dikarenakan kegunaan utama dan manfaatnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai bahan baku penambah aroma, penambah cita rasa makanan, perfume, kosmetik dan farmasi, manfaatnya yang beragam membuatnya banyak diminta. Bahkan penggunaan produk ini sangat beragam dan berkembang di masa sekarang, antara lain dalam industri flavor & fragrance, detergent, obat nyamuk dan kimia aromatik. Jadi selama masih ada kehidupan di dunia, maka selama itu pula minyak atsiri masih akan diperlukan untuk kehidupan manusia.
"Aku tinggalkan kekayaan alam indonesia, biar semua negara besar di dunia iri dengan Indonesia dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya."(Soekarno)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H