“Handle our life as a bee does a flower, extract its sweetness but do not damage it.”
Seperti ada yang menggerakkan, reflek saja kakinya berayun, mungkin saja sudah ribuan langkah ia tempuh. Hari itu amat terik, matahari dengan senang hati menebarkan energi panasnya ke bumi. Laki-laki itu kira-kira berumur 30 tahun, memakai baju mirip kemeja berwarna hitam polos dan bercelana 'gantung' sedikit melebihi lutut, serta memakai ikat kepala dengan corak batik berwarna biru. Gagah sekali ia melangkahkan kaki, dibebani dua keranjang bambu berisi botol-botol yang ia pikul di pundak. Langkahnya terhenti tepat di depan kedai jus dan camilan tempat saya dan teman-teman sedang melepas penat.
"Punten..." sapanya kepada penjual jus.
"Eh si bapak, punten atuh ditunggu sebentar. Saya selesaikan dulu pesanan pelanggan." mba penjual jus langsung menanggapi.
Saat itu rasa ingin tau saya mulai mencuat, dilihat dari penampilannya yang agak 'berbeda' tentu akan membuat siapapun tertarik ingin tau.
"Bapak darimana?" saya mencoba membuka pembicaraan,
"Eh anu saya dari Baduy Dalam" terangnya.
Saat itu juga pikiran saya langsung terhubung dengan percakapan beberapa hari yang lalu, bersama-sama teman-teman backpacker yang baru saja pulang dari desa Baduy Pedalaman. Pantaslah penampilan 'si bapak' berbeda dan ia tidak memakai alas kaki seperti orang-orang pada umunya, persis seperti cerita dan deskripsi teman-teman tentang suku Baduy Dalam.
Setelah beberapa saat, saya akhirnya terlibat pembicaraan langsung dengan 'si bapak'. Cara berbicara 'si bapak' juga menggunakan bahasa Indonesia, namun lebih banyak dicampur dengan bahasa sunda disertai pula dengan logat sunda yang kental.
"Neng, madunya mau?" tanya si bapak
"Ini madu asli dari Baduy pak?" saya malah balik bertanya
"Enya, ieu asli meunang ngala ti leuweung,” jawabnya meyakinkan. Artinya kira-kira begini: "Iya, ini asli. Kami mengambilnya dari dalam hutan Baduy."
[caption caption="Empat Botol (800 ml) Madu Asli Baduy Dalam "][/caption]
Menurut cerita teman-teman beberapa hari yang lalu, madu asli Baduy Dalam berasal dari lebah liar yang ada di dalam hutan Baduy. Proses pengambilannya juga dengan cara tradisional dan tidak merusak hutan, selain itu madu tersebut murni langsung dikemas kedalam botol-botol bekas 'syrup' ukuran 800 ml tanpa tambahan gula dan bahan lainnya. Beruntung sekali saya bisa membeli madu asli Baduy ini disini.
"Iya pak, saya mau madunya empat botol saja. Tapi ngomong-ngomong harganya berapa satu botol pak?" saya kembali bertanya, lebih kepada penasaran seberapa mahal madu murni yang kaya manfaat ini dijual.
"satu botol nya tujuh puluh ribu saja neng" jawab si bapak kali ini dengan bahasa Indonesia.
Cenderung murah sekali harga yang ditetapkan oleh 'si bapak' untuk ukuran sebotol penuh madu yang diambil langsung dari sarang lebah liar di hutan dan tanpa campuran gula. Tentu saya langsung membayar empat botol madu tersebut untuk dikonsumsi sehari-hari.
Saya memang selalu mengonsumsi madu secara teratur setiap hari, mengingat khasiatnya yang sangat banyak dan tentunya madu diproses langsung oleh alam dan tidak tidak dicampur bahan kimia, seperti vitamin lain pada umumnya.
”Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan." [QS. An-Nahl: 69]
Disalin dari manfaat.co.id inilah beberapa manfaat madu untuk kesehatan:
1. Menghilangkan batuk
Sebuah studi 2007 dari Penn State College of Medicine yang melibatkan 139 anak-anak, menemukan bahwa madu sangat efektif dalam menghilangkan batuk. Dekstrometorfan (DM) dalam madu dapat menenangkan batuk pada malam hari untuk anak-anak dan meningkatkan kualitas tidur mereka. Studi lain juga pernah dipublikasikan di Pediatrics yang dilakukan pada 270 anak-anak berusia 1-5 yang mengalami batuk pada malam hari karena pilek. Dalam penelitian ini, anak-anak yang meminum dua sendok teh madu 30 menit sebelum tidur mengalami penurunan intensitas batuk dibandingkan dengan mereka yang tidak meminum madu.
2. Mencegah Kanker dan penyakit jantung
Dua penyakit paling berbahaya dimuka bumi ini ternyata juga dapat dikurangi resikonya dengan mengkonsumsi madu. Zat yang terdapat pada madu mengandung flavonoid, antioksidan yang membantu mengurangi risiko beberapa jenis kanker dan penyakit jantung.
3. Meningkatkan daya ingat
Menurut penelitian yang dilansir dari Reuters, 102 wanita usia menopause diwajibkan untuk mengkonsumsi 20 gram madu sehari. Setelah empat bulan, mereka yang mengkonsumsi madu ternyata meningkat daya ingat jangka pendeknya.
4. Ampuh menghilangkan luka
Dalam sebuah penelitian di Norwegia, terapi madu menggunakan Medihoney (madu Selandia Baru yang mengalami proses pemurnian khusus) dan Norwegian Forest berhasil membunuh berbagai bakteri yang terdapat dalam luka. Dalam studi lain, 59 pasien yang menderita luka dan borok kaki, yang mana 80 % dari mereka telah gagal untuk sembuh dengan pengobatan konvensional, lalu diobati dengan madu yang belum diproses. Semua dari mereka (kecuali satu kasus ) menunjukkan peningkatan yang luar biasa setelah diolesi madu.
5. Mencegah Diabetes (sebagai pengganti gula)
Meskipun madu mengandung gula, ia TIDAK sama dengan gula putih atau pemanis buatan. Kombinasi yang tepat dari fruktosa dan glukosa sebenarnya membantu tubuh mengatur kadar gula darah. Beberapa madu memiliki indeks hipoglikemik rendah, sehingga mereka tidak menyebabkan kenaikan gula darah Anda. Dan masih banyak manfaat lainnya, namun tidak akan muat jika ditulis dalam 1 halaman artikel ini.
Kembali lagi pada 'si bapak', saya semakin penasaran. Pembicaraan kami terus belanjut, saya banyak bertanya tentang kehidupan suku Baduy Dalam. Menurut 'si bapak' menjadi penjual madu bukanlah pekerjaan utamanya, karena madu sendiri tidak tentu produksinya. Tergantung pada lebah yang berkembang biak di pohon-pohon besar di Gunung Kendeng, kawasan tanah hak ulayat Baduy. Sehari-hari para masyarakat bertani dan berkebun ubi dan pisang, untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka sehari-hari. Saya juga sempat bertanya kenapa 'si bapak' tidak mengenakan sandal atau alas kaki lainnya,
"Geus agama wiwitanna kitu" jawabnya tegas, artinya kira-kira "ini ialah ajaran agama nenek moyang kami",
Saya sebenarnya agak terkejut dengan jawaban 'si bapak', sebab menurut saya memakai alas kaki tentu tidak akan terlalu berbahaya bagi kehidupan apalagi melanggar ajaran agama, melainkan akan memberikan manfaat untuk melindungi kaki dari batu-batu tajam atau benda-benda lainnya di jalan, namun saya urungkan untuk memperpanjang pertanyaan saya tentang hal ini, atas dasar kesopanan dan saling menghargai sesama umat beragama.
Saya juga bertanya apakah bapak kesini dengan berjalan kaki atau naik kendaraan, konon masyarakat Baduy Dalam sangat anti dengan teknologi termasuk naik kendaraan. Dan 'si bapak' menjawab ia memang berjalan kaki dari Baduy hingga kesini, kemudian akan kembali berjalan kaki menjajakan madu yang masih tersisa dan termasuk waktu pulang kembali ke Baduy juga akan ditempuh dengan berjalan kaki. Saya benar-benar kagum pada 'si bapak' dan warga Baduy Dalam lainnya, mereka pastilah memiki kondisi fisik yang sangat sehat dan kuat, manfaat dari aktifitas yang rutin mereka kerjakan. Bayangkan saja, berapa kilometer yang harus di tempuh dari Desa Baduy Dalam di Kabupaten Lebak, Banten menuju ke Depok hampir Bogor ini, lalu 'si bapak akan kembali pulang ke Banten.
Hal ini tentu berbeda sekali dengan masyarakat pada umumnya di zaman sekarang, saya pribadi cenderung malas dan sangat jarang berolahraga. Kemanapun tempat ingin dituju selalu ditempuh dengan alat tranportasi yang makin hari makin canggih, ingin makan atau berbelanja barang-barang yang diperlukan terbiasa dilakukan hanya dengan duduk dan menyentuh layar smartphone, semua serba dilakukan dengan teknologi dan mesin. Bahkan budaya silaturahmi saat mengundang untuk melaksanakan hajatan pun mulai ditinggalkan, tergantikan dengan "online invitation" melalui sosial media atau undangan fisik yang dikirimkan lewat jasa pengiriman. Semakin lama tubuh manusia mungkin akan semakin lemah karena kurang bergerak dalam aktifitas sehari-hari. Budaya persaudaraan, tolong-menolong dan keramah-tamahan yang menjadi identitas bangsa mungkin juga akan luntur, bersamaan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
"Bapak, ini saya beli enam botol madunya." mbak pemilik kedai menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu kepada 'si bapak', ia ternyata sudah selesai melayani pelanggannya. Saya rupanya sejak tadi sudah keasyikkan mengobrol dengan 'si bapak'. Dengan cekatan 'si bapak' mengambilkan enam botol madu dari keranjangnya dan memberikannya kepada mba pemilik kedai.
"Nuhun." 'si bapak' mengucapkan terima kasih.
"Iya sama-sama pak, terima kasih juga sudah mampir kesini, nanti kalau ada lagi kesini lagi ya pak." mbak pemilik kedai kembali menjawab,
Setelah berpamitan, akhirnya 'si bapak' melanjutkan perjalanannya untuk menjual madu-madu yang masih tersisa.
Hari itu saya belajar dari sosok 'si bapak' yang amat bijak dan sederhana. 'Si bapak' dan warga Baduy Dalam lainnya tentunya sangat patut untuk diapresiasi dan di contoh keteguhannya dalam menjaga adat budaya sebagai identitas bangsa Indonesia dengan komitmen yang kuat.
Oh iya dalam artikel ini saya selalu menyebut orang Baduy Dalam yang saya temui dengan sebutan 'si bapak', karena meski saya sudah mengobrol lumayan lama dengan 'si bapak', sayangnya saya lupa untuk menanyakan nama beliau. Maafkeun saya ya pak. Tapi saya pribadi sangat ingin suatu saat nanti bisa berkunjung ke desa Baduy Dalam dan melihat langsung bagaimana masyarakat Baduy Dalam beraktifitas dan berkreatifitas dengan tetap memegang teguh adat dan budaya mereka dengan komitmen yang kuat, selain itu saya berharap ketika saat itu datang akan bisa bertemu kembali dengan bapak dan keluarga.
Salam Budaya dari saya,
Selvy Safitri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H