Mohon tunggu...
Selvina
Selvina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi

i am just a happy human who like reading and writing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa yang Terjadi Kepada si Paling Sandwich Generation?

8 Oktober 2024   13:33 Diperbarui: 8 Oktober 2024   13:39 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah seseorang menjadi generasi sandwich mungkin sudah sering terdengar di telinga kita, namun apakah kamu termasuk ke dalam golongan sandwich generation? sebelum kamu memutuskan bahwa kamu termasuk generasi sandwich atau bukan, mari kita perhatikan beberapa aspek yang membuat individu menjadi generasi sandwich. Tulisan ini dibuat untuk jadi sarana membaca bagi teman-teman online sekalian dan juga sebagai sarana informasi baru, apabila ada salah tulisan dan kekeliruan, penulis berharap untuk memberikan komentar dibawah ini. 

Istilah sandwich generation dianalogikan sebagai "terjepit" diantara roti, maksudnya bagaimana? Roti diatas adalah tanggung jawab untuk caregiving (merawat orang tua) dan roti dibawah sebagai parenting (merawat anak) dan tentu saja ditengah-tengah adalah individu itu sendiri sebagai isinya. kedua tanggung jawab ini menjadi sebuah situasi yang tidak mengenakan yang dialami oleh sebagian family fighter diluar sana, baik sebagai suami ataupun istri yang bekerja. Sandwich generation ini juga sering dialami para anak muda yang bahkan belum menikah karena mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk membiayai hidup orang tua nya dan adiknya. 

Keadaan ini merupakan ironi yang dialami banyak orang karena akan banyak menimbulkan masalah dalam diri mereka sendiri terutama masalah finansial. Kenapa sebenarnya anak memiliki tanggung jawab untuk menggendong kebutuhan orang tua bahkan adiknya sendiri? mari kita kesampingkan permasalahan balas budi dan bayar jasa orang tua, namun menurut pandangan saya ada yang salah pada orang tua dalam menyusun rencana keuangan mereka dimasa lalu sehingga menimbulkan beban kepada anak-anaknya di masa kini. Dibutuhkan rencana yang matang dalam hal finansial agar tidak membenani apa yang seharusnya bukan menjadi beban bagi anak-anak mereka di masa yang akan datang. 

Mungkin ada juga yang merasa bahwa ini merupakan sebuah kewajiban untuk membalas budi kepada orang tua, memberikan uang bulanan dan kebutuhan rumah. Namun, bagaimana dengan adik? atau bahkan kakak yang sudah berkeluarga? banyak sekali sandwich generation yang merasakan tekanan bukan hanya dari orang tua, adik bahkan anak namun bahkan ada yang harus membiayai satu keluarga penuh dalam hal pemenuhan kebutuhan tanpa bisa mereka untuk saving di masa yang akan datang. 

Tanpa mereka bisa merasakan aman dan nyaman secara finansial. Ironi ini terus terjadi karena seiring berjalannya waktu kebutuhan terus meningkat dan tidak seimbang dengan pendapatan. Muncul sekali banyak pertanyaan dan kekhawatiran bagi seorang sandwich generation yaitu "apa aku bisa menikah?" "apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang kalau aku menikah?" "apakah nanti aku bisa memenuhi kebutuhan hidup kita semua kalau aku menikah?". akan banyak pertanyaan yang muncul dalam diri sendiri sebagai sandwich generation dan itu sangat pelik untuk dihadapi. 

bisa dikatakan munculnya Sandwich Generation akibat kurangnya persiapan dalam mengelola keuangan dan merencanakan masa depan. Tingginya biaya hidup seringkali tidak sejalan dengan pendapatan yang diterima dan akhirnya mengakibatkan tekanan finansial. Fenomena ini juga sering dipengaruhi oleh kegagalan finansial orang tua, kurangnya perencanaan keuangan pada masa tua orang tua dapat memicu sandwich generation berikutnya yaitu di mana nantinya saat anak-anak menjadi orang tua, mereka akan bergantung pada anak di masa tuanya. Oleh karena itu, memahami dan merencanakan keuangan dengan baik menjadi sangat penting untuk mencegah siklus ini terus berlanjut ke generasi berikutnya.

bukannya bermaksud menyalahkan orang tua atau bahkan palying victim akan keadaan orang tua, namun itulah kenyataanya. Banyak sekali sandwich generation ini menjadi tradisi keluarga, banyak orang tua menganggap bahwa anak itu adalah sebuah investasi masa depan saat tua nanti, padahal kenyataanya orang tua juga harus mbisa memiliki kestabilan finansial untuk masa tua nya tanpa mengandalkan anaknya nanti. Bukan bermaksud orang tua beban atau bagaimana, namun kita juga sebagai generasi sandwich belajar untuk bisa merencanakan keuangan agar tidak membenani anak kita nanti. Agar sandwich generation ini tidak berlanjut dan membebani anak kita dimasa depan. 

Beberapa tahun yang akan datang sudah di prediksi bahwa akan banyak inflasi dan biaya bahan pokok pasti akan mengalami kenaikan yang signifikan, diperlukan perencanaan yang matang agar kita masih tetap stabil finansial. Lalu bagaimana caranya? 

1. memiliki asuransi kesehatan, tidak dipungkiri bahwa kesehatan dan kematian tidak ada yang tahu alangkah baiknya kita mempersiapkan ini sebagai pegangan apabila sakit atau sesuatu terjadi di masa yang akan datang. 

2. tabungan pensiun, tidak ada salahnhnya mempersiapkan dana pensiun karena sebagian orang bukanlah PNS yang kehidupan tua nya terjamin dengan dana pensiun, kita sebagai non-PNS bisa mempersiapkan ini dalam bentuk tabungan agar di masa tua tidak harus membebani anak-anak dan bisa mememnuhi kebutuhan diri sendiri di masa depan. 

3. dana pendidikan anak, ini merupakan poin yang sangat penting menurut penulis, karena banyak sekali orang tua diluar sana yang tidak mempersiapkan masa depan anaknya terutama pendidikan akan seperti apa. Alangkah baiknya sebagai salah satu tanggung jawab orang tua kita harus bisa memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak kita, mendapatkan pendidikan dalam tingkat tertentu juga menjamin anak kita bisa hidup lebih baik nanti. 

4. Memberikan anak pelajaran tentang uang dan urgensi finansial, banyak anak muda zaman sekarang yang menghamburkan uang untuk membeli barang hedon karena berpikir untuk apa menabung jika tidak bisa bahagia? atau memikirkan bagaimana bisa bersaing dengan anak muda yang lain yang mampu membeli barang-barang mewah. Ajarkan anak sedari dini untuk menabung dan skala prioritas dalam hidupnya agar saat dewasa nanti tidak terjadi hedonisme. Menabung dan investasi merupakan salah satu skill untuk bisa bertahan hidup, tabungan merupakan jaminan kamu aman di masa yang akan datang. 

Jika kalian yang membaca ini merupakan orang yang mengalami situasi sandwich generation, alangkah baiknya bangun komunikasi yang baik kepada orang tua tentang finansial. Memang pada ajaran agama dan prinsip budaya yang kita anut, anak diajarkan untuk berbakti dan membahagiakan orang tua. Namun, akan menjadi kurang tepat apabila kemudian diartikan jika orang tua yang sudah tidak berpenghasilan dapat dengan bebas menggantungkan diri pada anaknya yang bekerja. Dengan komunikasi yang terbuka, nantinya diharapkan sang orang tua akan mengerti dan tidak terlalu besar menuntut sehingga beban dan tingkat stress anak sedikit berkurang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun