Mohon tunggu...
Selvin Pamalla Mangiwa
Selvin Pamalla Mangiwa Mohon Tunggu... Perawat - Do your best and let God do the rest

Mahasiswi FIK UI

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Angin Duduk" Apakah Pertanda Serangan Jantung?

11 Juli 2021   03:29 Diperbarui: 11 Juli 2021   03:38 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering kali kita mendengar keluhan masyarakat badan serasa meriang dan "Angin duduk", dengan "kerokan" menjadi solusi pilihan masyarakat mengatasi gejala tersebut?

Apakah angin duduk pertanda awal terjadinya serangan jantung? Mengapa sebaiknya tidak melakukan "kerokan" saat mendapatkan keluhan Angin duduk dan pilihan terbaik segera ke rumah sakit? Mari mempelajarinya lebih lanjut.

Penderita yang mengalami angin duduk seringkali merasakan/mengeluhkan adanya sensasi " seperti angin yang menekan di sekitar dada dan perut" seolah-olah "sedang duduk" yang tidak akan hilang sekalipun Anda mencoba untuk memijat atau 'mengeroknya". 

Waspadalah bila mengalami keluhan angin duduk karena merupakan gejala awal anda mengalami serangan jantung dan Silent Killer dengan periode yang cepat. Penyakit Angin duduk juga disebut dengan istilah medis "angina" (angina pectoris).

Gejala dari ACS pertama kali digambarkan oleh William Heberden, seorang dokter Inggris. Beliau menggunakan istilah 'angina pectoris' yang berasal dari bahasa Latin yaitu 'angere' yang berarti tercekik atau tertekan dan 'pectoris' yang berarti dada. 

 ACS merupakan penyakit jantung koroner yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut.

Sindrom koroner akut adalah sekumpulan manifestasi atau gejala akibat penyakit arteri koroner, adapun patofisiologi gejala-gejala tersebut adalah sama (berurut peristiwa patologisnya) ditandai oleh erosi, fisuri, atau pecahnya plak yang memang sudah ada, selanjutnya mengarah ke trombosis (penggumpalan) dalam arteri koroner dan menyebabkan kondisi bagi ancaman kehidupan pasien dengan penyakit arteri yang menganggu suplai darah ke otot jantung (Ramadhani, 2010).

Jantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang keluar dari aorta yaitu right coronary artery dan left main coronary artery. Dinamakan Coroner karena bersama dengan cabangnya melingkari jantung seperti crown (mahkota, corona) dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu Pertama sulkus atrioventriokular yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel,  kedua sulkus interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini dinamakan kruks jantung dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung.

sirkulasi-koroner-60e9e8a71525107d9b19f5b3.png
sirkulasi-koroner-60e9e8a71525107d9b19f5b3.png
Beberapa etiologi/ penyebab munculnya acute coronary syndrome (ACS), yaitu: 
  • Atherosklerosis, yaitu deposit plak (ateroma) kekuningan mengandung kolesterol, bahan lipoid dan lipofag terbentuk di dalam intima dan media arteri besar dan sedang. Faktor resiko terjadinya atherosklerosis diantaranya hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes melitus, riwayat atherosklerosis dalam keluarga dan obesitas.
  • Vasospasme adalah penyempitan pembuluh darah secara mendadak tapi sebentar yang menyebabkan vasokonstriksi dan faktor resikonya dikarenakan kurangnya aktivitas fisik, dan juga olahraga.
  • Embolus yang terjadi akibat vegetasi pada pasien Endocarditis. Embolus adalah suatu massa, dapat berupa bekuan darah atau materi lain (lemak, udara, bakteri, gas) yang terbawa aliran darah melalui pembuluh, tersangkut dalam suatu pembuluh darah atau percabangan yang terlalu kecil untuk dilewatinya sehingga menyumbat sirkulasi darah yang disebabkan oleh faktor resiko seperti adanya pembedahan dan obesitas.
  • Kongenital oleh  karena faktor keturunan  yang  sudah ada pada saat sebelum orang yang menderita penyakit ini dilahirkan.

Mekanisme terjadinya ACS adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau sub akut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi.  

Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial, atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. 

Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard) (PERKI, 2015).

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI, 2015), berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, ACS dibagi menjadi:

  1. Infark miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)

STEMI merupakan indikator kejadian oklusi /penyumbatan total pembuluh darah arteri coroner yang memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya.

Keadaan klinis pada penderita ini akan ditemukan tanda-tanda nyeri dada typical angina > 20 menit, bisa hilang atau tidak hilang dengan obat-obatan, lokasi: substernal, retrosternal, precordial, sifatnya: rasa sakit seperti ditekan dan terbakar, pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) akan ditemukan deviasi ST segmen elevasi > 1mm di ekstrimitas dan > 2mm di precordial, 2 lead yang bersebelahan. Sementara pada pemeriksaan laboratorium hasil biomarker miokard ditandai dengan peninggkatan  CKMB lebih dari 25/l , Troponin T positif > 0,03

2. Infark miokard dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI)

Keadaan klinis penderita ini adanya keluhan nyeri dada >20 menit dengan lokasi sampai substernal, kadang sampai epigastrium dengan ciri seperti diperas, diikat, rasa terbakar. Pada saat dilakukan perekaman EKG akan ditemukan gambaran deviasi ST segmen depresi > 0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse. Pada pemeriksaan laboratorium biomarker miokard ditandai dengan peningkatan CKMB > 25 /l, Troponin T positif > 0,03

3.Angina Pektoris tidak stabil (UAP)

Keadaan klinis pada penderita ini mengeluh nyeri dada kurang dari 20 menit, ada peningkatan frekuensi nyeri hingga dapat mengalami perburukan bila tidak segera ditangani. Biasanya nyeri dada dapat hilang dengan obat-obatan seperti Nitrogliserin (NTG), pada hasil pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) ditemukan adanya  gambaran ST depresi <0,5mm dan T inversi <2mm dan pada hasil pemeriksaan laboratorium hasil enzim jantung (bio-marker) dalam batas normal.

Keberhasilan terapi pada penderitas ACS bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien segera ke unit/instalasi gawat darurat.Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung. 

Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada penderita dengan infark miokard, yaitu :

  • Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara terapi reperfusi, fibrinolitik, angioplasti, atau CABG dengan waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle kurang dari 60 menit
  • Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti platelet.
  • Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi oksigen demand atau mencukupi kebutuhan oksigen.

Pada penanganan ACS therapi awal yang dapat diberikan yaitu Oksigen,Nitrat, Aspirin, Morfin (disingkat ONAM), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.

  • Tirah baring/ Oksigenasi

Oksigen harus diberikan segera bagi penderita dengan saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi sebanyak 4-6 liter/menit, oksigen dapat diberikan pada semua pasien ACS dalam 6 jam pertama.

  • Nitrogliserin (NTG) 

NTG dapat diberikan sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. 

  • Aspirin 

Pemberian therapi aspirin dikombinasikan dengan dosis awal ticagrelor  yang dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan dengan pemberian secara sublingual (di bawah lidah) agar absorbsi obat lebih cepat.

  • Morfin sulfat 

Pemberian morfin diberikan yang dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual dan tidak menolong dalam mengatasi nyeri hebat yang dirasakan oleh pasien.

Munculnya keluhan angin duduk dan penanganan yang cepat dari pasien serta inisiatif keluarga untuk lebih cepat membawa pasien berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu dalam menyelamatkan kematian pembuluh darah koroner pasien oleh karena pasien perlu dilakukan pemantauan/observasi hemodinamik ketat selama 12-24 jam dan juga harus dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) yang akan diulang setiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

 Jadi bagi Anda yang pernah mempunyai keluhan angin duduk sebaiknya sedini mungkin melakukan pemeriksaan kesehatan. Sayangi jantung Anda dari sekarang!! Karena di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. 


Salam sehat selalu, God Bless.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth's, (2007), Textbook Of Medical-Surgical Nursing, USA: Lippincott Williams and Wilkins.

Darmawan A. (2010), Penyakit jantung koroner, Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah.

Homoud MK.(2008), Coronary artery disease, New England Medical Center.

Makmun LH, Alwi I & Ranitya R., (2009), Panduan tatalaksana sindrom koroner akut dengan elevasi segmen ST, Jakarta: Interna Publishing.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015), Pedoman Tatalaksana Sindrome Koroner Akut Edisi Ketiga. Ditelusuri dari http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koroner_Akut_2015.pdf.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun