Mohon tunggu...
Money

Konsep Manajemen Strategik Syariah Beda dengan Konvensional

30 Mei 2016   23:06 Diperbarui: 5 Juni 2016   19:30 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
referensi gambar : www.kembar.pro

Dari ayat di atas, kita dapat mengetahui bahwa konsep pengawasan merupakan hal yang penting agar tidak terjadi kesalahan perbuatan atau penyimpangan. Allah sendiri yang akan menjadi pihak yang selalu mengawasi setiap perbuatan kita melalui malaikat-malaikat-Nya karena Dia-lah Yang Maha Mengetahui. Selain itu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “ sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan, dilakukan secara iqtan (tepat, terarah, dan tuntas).(HR. Thabrani). Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa pengawasan berfungsi agar kinerja setiap anggota perusahaan dapat dilakukan secara baik, tepat, terarah, dan tuntas.

Penerapan manajemen strategik syariah yang optimal tentu akan menciptakan suatu rencana kerja yang jelas terkait bagaimana meningkatkan kinerja dan mengembangkan organisasi menjadi lebih besar dan dapat bersaing dengan organisasi yang lain serta bagaimana organisasi dapat terus tumbuh dan melakukan kegiatan usaha dengan berkesinambungan (sustainable).2 Namun kemudian muncul pertanyaannya, apakah dalam islam membolehkan seseorang memiliki kekayaan perusahaan yang sangat besar bahkan seperti memonopoli pasar? contohnya saja seperti unilever yang menguasai pasar produk kebutuhan sehari-hari bukan hanya di Indonesia namun di dunia, sehingga perusahaan lokal baru yang ingin memproduksi produk serupa kalah bersaing bahkan sebelum “perang” itu dimulai dan terkesan mematikan produk lokal yang bermerek “odol cap sidoarjodent” atau “sampo urang aring cap mataharisilk”. 

Adanya CSR bagi perusahaan asing yang menggelontorkan dananya satu milyar per tahun tidak sebanding dengan profit yang rakyat lokal alirkan ke kas yang berada di kantor pusat luar negeri. Adanya penyerapan tenaga kerja tidak sebanding dengan eksploitasi sumber daya baik alam maupun manusia yang dimanfaatkan oleh perusahaan tersebut. Pertanyaan lainnya, yaitu apakah dalam islam terdapat istilah persaingan (dalam bisnis)?. Kata persaingan memang memiliki konotasi yang negatif dan terkesan seperti peperangan yang mengharuskan adanya kemenangan dengan menjatuhkan lawan.

Pada dasarnya Islam telah mengajarkan bahwa hakikat amal perbuatan haruslah berorientasi bagi pencapaian ridha Allah SWT. Oleh karena itu sebaiknya dalam melakukan kegiatan usaha, maka suatu organisasi tidak hanya fokus mencari profit yang berupa materi, akan tetapi juga mencari keridhaan Allah, sesuai firman-Nya: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat maka akan Kami tambah keuntungan itu baginya (di dunia), dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia maka akan Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (Qs. Asy-Syura: 20). “Akan tetapi, kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Qs. Al-A’laa: 16–17). 

Kita sebagai seorang muslim harus berusaha dan menjadi sukses. Perusahaan kita bolehlah tumbuh menjadi lebih besar dan menguasai dunia sebagai bentuk pengembalian kejayaan muslim serta menjadi perusahaan yang sangat berpengaruh di dunia. Namun, harus dengan tetap menjalankan syariah-Nya di setiap langkah operasional perusahaan, dengan tingkat ketaqwaan yang lebih besar pula, menjalankan fungsi sosial bukan hanya sekedar CSR namun pengabdian dan pemberdayaan masyarakat, tidak merusak bumi, menyerap tenaga kerja dan memberi ujrah yang adil bagi para pekerja, tidak berorientasi pada materi semata hingga melakukan apa yang dilarang demi keuntungan perusahaan. Tetapi, usaha haruslah dilakukan dengan niat ibadah dan mengharap ridho-Nya serta visi maslahah di dunia dan kebaikan di akhirat tercapai.

Lalu bagaimana konsep islam mengenai persaingan dalam bisnis? Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling mengungguli membawa manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya. Untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah persaingan yang sehat, sesuai firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah : 148 tentang berlomba-lomba dalam kebaikan. 

Rasululah SAW memberikan contoh bagaimana bersaing dengan baik ketika berdagang, Rasul tidak pernah melakukan usaha untuk menghancurkan pesaingnya dagangnya, yang beliau lakukan adalah memberikan etika pelayanan sebaik-baiknya dan menjunjung tinggi kejujuran. Jadi, untuk dapat bersaing kita hanya perlu menyusun strategi bagaimana meningkatkan keunggulan kompetitif, bukan bagaimana menjatuhkan lawan. karena sesungguhnya Allah Maha Mengatur rezeki setiap manusia, seperti ayat berikut : “Allah melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan Dia yang membatasi baginya. 

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(Al-Ankabut: 62). Keyakinan bahwa rezeki semata-mata dari Allah SWT akan menjadi kekuatan dasar bagi seorang pebisnis muslim. Keyakinan ini menjadi landasan sikap tawakal yang kokoh dalam berbisnis. Bila bisnisnya mengalami kemenangan dalam persaingan, ia akan bersyukur. Sebaliknya jika sedang mengalami kegagalan dalam bersaing, ia akan bersabar dan memperbaiki agar lebih baik. waAllahu’alam...

oleh :

Selvia Rustyani

Ekonomi Islam Universitas Airlangga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun