Karena sebuah perjalanan bukan lagi tentang seberapa jauh tempat tujuan kamu, melainkan akan menjadi seperti apa kamu setelah berjalan.Apa sih yang kamu ingat saat mendengar kata “Jawa Timur”? nah mungkin kota Malang dan Batu merupakan salah dua dari apa yang ada di pikiran kamu. Dingin dan sejuk, itu yang saya pikirkan pertama kali tentang kedua kota yang menampilkan keramahannya selama kunjungan beberapa hari. Tujuan utama saya ke kota Malang adalah untuk mengikuti Kelas Inspirasi, namun Malang menawarkan saya lebih dari itu tentu saja.
Menjajal kuliner yang ada serta berwisata ke kota Batu yang bisa ditempuh selama 60 menit perjalanan menggunakan mobil atau motor. Lalu kuliner apa yang menurutmu paling terkenal di seantero kota Malang? Bakso Malang menjadi top of mind dari kebanyakan orang rata-rata. hhhmm saya bukan kebanyakan orang rata-rata, karena disuruh menyebutkan makanan apa yang diinginkan, saya menginginkan semuanya. Menginginkan semuanya, seperti saya menginginkan si dia. Eeeeaaaa…. Aahh tetap, bakso malang ada di dalam list kok. Tenang, perut ketjil saya tak akan kelaparan.
Tiba di Kota Malang dan langsung berkendara menuju kawasan Balesari, Gunung Kawi (duuuh, jadi inget belum bayar ka nita, saat jajan es jeruk di meeting point pertama), udara dingin yang menusuk membuat saya dan rekan seperjalanan “berteriak-teriak” (literally ngoceh laper sih kita semua) kelaparan.
Setelah ribut kasak kusuk belum makan di rumah penduduk yang nun jauh di atas bukit sana, bahkan beberapa orang akan dikorbankan untuk turun gunung dan membeli makanan, akhirnya sang bapak Kepala Sekolah tempat kami mengajar tiba juga menjadi jalan terang. Seperti magic, tat tut tat tut di hape sang kepsek, tibalah kang bakso malang. Lah si kang bakso dorong gerobaknya pake apa, ke atas gini, terus yakin ada baksonya, kalau si bapak jatuh gimana, bisa jadi gak makan bakso donk. Hahahaha…kekhawatiran sebatas perut lapar dan kenyang terlebih dahulu. Yeeeaaaayyy!!! Kang bakso akhirnya tiba juga, langsung donk dikeroyoook.
Sebanyak dan sekenyangnya saya makan, Cuma menghabiskan 6 ribu rupiaaaaah. Muraaaaaaahhhhhhh dan enak, saya senang! Yang lucu, ada seorang rekan relawan yang diem-diem, makan diem, ngambil diem, eeehh makannya paling banyak. Mas BJ!!!! Nyimpen tenaga buat besok yaaa kan mas. Keesokan harinya makan pagi dan makan siang, sudah disediakan oleh tuan rumah. Yang paling saya suka adalah tempe kacang, dinikmati dengan sayuran rebus dan bumbu pecel.
Di Jakarta gak nemu tempe kacang. Pelengkap lainnya seperti ayam goreng, dan beberapa menu lain pokoknya lewaaat sama tempe kacang. Lidah saya terlalu menyukai itu. Terharu pokoknya di bagian ini, karena semua makanan bisa dinikmati secara cuma-cuma.
Lidah yang bosen sama bakso, menolak diajak makan bakso lagi saat kami semua selesai turun gunung. Aaaahhhh, itu kan baru omongan sesaat ci nolak makan Bakso. Tapi pas diajak makan Bakso Bakar Pahlawan Trip yang cukup tersohor, gak nolak. 1 porsi makanan ini juga masih terbilang terjangkau, di kisaran 20k. Mau nambah gak, nambah gak, nambah gak.
Kalau lagi makan enak, emang suka bimbang mau melanjutkan ke porsi kedua atau gak. Lalu apa kabar #elusperutketjil yang tampak mustahil direalisasikan. Lalu kuliner apalagi sih yang asik di kota malang? Eiitss, sekarang pindah kota dulu ke Batu. Berjalan-jalan di museum angkut yang ternyata lebih luas dari yang saya bayangkan, membuat perut-perut saya gak betah kosong. Lepas senja, jajanan di sekitar museum angkut mulai dari bakpao-6k, serta es roti-6ksempat saya cicipin. “kurang ci makannya kalau cuma segini, ayok makan yang lain, mumpung lagi jalan-jalan”, bisik si perut ketjil ke dalam lubuk hati yang terdalam. Aahh, itu sebenarnya sekedar alasan untuk kembali memamah biak.
Segampang itu saya tergoda sama makanan kan (muka murung sambil ngunyah ketan cokelat keju). Yakin Cuma makan itu aja? Hhhmmmm ngaku aja deh sekalian, saya juga sempet icip-icip gorengan serta susu jahe di tempat yang sama. Semuanya cuma perlu ditukarkan dengan kisaran 20 k. Totalitas memang harus hadir di setiap kesempatan, apapun, dan bagaimanapun itu. ok sip ci!!! Di alun-alun kota batu, kuliner terkenal lain yang tidak sempat saya cicip Depot Susu Ganesha, Batu. Belum makan berat, tapi perut sudah penuh sama cemilan itu, tapi masih mau makan berat itu, entah apa menyebutnya.
Next!!! Perjalanan yang cukup jauh ditempuh, arah balik ke Malang, membuat saya harus harus sabar tiba di tempat selanjutnya (well, its not about the distance sih, tapi lebih karena emang ngunyah itu sebuah keharusan saja). Warung Mbok Sri, yang direkomendasikan dince yang dokumentator handal, menjadi tempat tujuan berikutnya. Hidangan di Warung Mbok Sri ini memang bukan hidangan khas Malang, tetapi mempunyai citarasa Malang, lantaran saya juga memilih menu sambel apel sebagai pelengkap makan malam kami semua saat itu.
Apa yang kami pesan ber-6 saat itu, cukup memuaskan perut yang sebentar-sebentar lapar, sebentar-sebentar kenyang. Ditemani Gurame asem manis, cah kangkung, urap, udang saus telur asin, gorengan tempe-tahu, serta ayam bakar madu, malam itu berjalan dengan cepat. Perbincangan dari hangat sampai dingin, dari yang serius sampai yang cuma ngebanyol, dari ketawa cuma ngikik-ngikik sampai tertawa lebar, memeriahkan apa yang sudah meriah dari saya dan teman-teman yang baru saya temui ini. Makan malam bareng, menu cukup banyak, alhasil 1 orang cukup jajan di kisaran 60k. Yes! Perut senang, kantong juga gak meringis.