Mohon tunggu...
Selvia Lestari
Selvia Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Semoga bermanfaat untuk artikelnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Kebijakan dari Kabinet Parlementer Djuanda

19 April 2021   02:22 Diperbarui: 19 April 2021   02:26 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 20 Maret 1956 Ali Sastroamijoyo dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri. Ali Sastroamijoyo untuk kedua kalinya di tunjuk menjadi formatur kabinet. Kabinet ini hanya berlangsung selama satu tahun saja. Karena berbagai tekanan dan peristiwa yang mengiringi perjalanan kabinet ini. Selama satu tahun masa kabinet ini, telah terjadi a) Parlemen pemilihan umum telah berputar, b) Konstituante baru saja melangkah, c) Rencana Pembangunan Lima Tahun Sudah di Setujui tetapi berjalan seret, d) Pimpinan Pusat TNI berhasil distabilkan (angkatan darat), e) Gerakan daerah Mengancam kesatuan dan persatuan bangsa dan negara, f) Hatta mengundurkan diri dari pemerintahan, g) Munculnya Konsepsi Presiden, h) Pemberontakan daerah berlangsung terus. 

Gerakan daerah ini muncul sebagai bentuk dan protes terhadap pemerintahan pusat. Gerakan ini muncul karena rasa tidak puas daerah terhadap kebijakan pemerintahan pusat. Pada tahun 1956 ini Wakil Presiden Moh.Hatta menyatakan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. 

Pengunduran diri Moh. Hatta tersebut ditolak oleh pimpinan TNI yang ada diluar Jawa. Pengunduran hatta ini menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat. Pengunduran Hatta ini menandai berakhirnya masa Dwitunggal. Pengunduran ini berakibat ke partai politik yakni, PSI dan Masyumi mendukung Moh. Hatta sedangkan PNI dan PKI dibawah garis Soekarno.

Masalah tersebut ialah penentangan dari berbagai tokoh politik saat itu. Konsepsi Presiden yang diumumkan tersebut berisi : a) Sistem demokrasi parlementer di ganti dengan sistem demokrasi terpimpin, b) dibentuk suatu kabinet gotong royong yang anggotanya memasukkan partai-partai dalam parlemen. 

Dalam hal ini kabinet kaki empat, c) pembentukan Dewan Nasional, yang beranggotakan golongan fungsional, buruh, tani, pengusaha, dan golongan perwira Militer, dimasukkan juga dalam Dewan Nasional, Seperti Kepala Staf AD, AL, AU, Kapolri, Jaksa Agung (Kementrian Penerangan RI, 1970). 

Pada tahun ini juga banyak muncul perlawanan daerah yang bersifat Separatis bahkan bisa dikatakan makar terhadap sebuah negara. Sementara itu dikalangan internal kabinet sendiri banyak yang bermasalah, Sehingga berujung pada ditariknya menteri-menteri oleh partai politik tertentu. Masalah yang semakin memuncak ini membuat Ali Sastroamijoyo akhirnya mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.

Pada tanggal 14 Maret 1957, Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandat kepada Presiden Soekarno. Kabinet ini Bubar bukan karena mosi tidak percaya oleh parlement tetapi karena dalam tubuh kabinet terdapat perpecahan, sehingga partai banyak yang menarik menterinya dari kabinet. Salah satunya ialah ditariknya beberapa menteri dari partai Masyumi (Ali Sastroami-joyo, 1974). 

Setelah penyerahan mandat dari Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo, Presiden Sukarno mengatakan seluruh negara Indonesia dalam keadaan bahaya atau disebut SOB (N. H. T Siahaan dkk, 1989). SOB ini di tanda tangani oleh perdana menteri dan Menhan Ali Sastroamijoyo yang sudah Demisioner. Soekarno kemudian mengundang Perdana Menteri Demisioer Ali Sastroamijoyo untuk dimintai saran dan usul siapa yang tepat untuk memimpin kabinet ini.

 Soekarno mengatakan bahwa kabinet ini tidak didirikan atas dasar kepentingan partai, oleh karena itu yang cocok untuk memimpin kabinet ini ialah orang yang berasal dari golongan non partai. Ali Sastroamijoyo langsung mengatakan "Ir. Djuanda", Ali mengatakan bahwa Ir. Djuanda ialah negarawan yang tidak berasal dari partai politik manapun. Ir. Djuanda ialah seorang teknokrat, tetapi cakap dan berhasil dalam memimpin. Hal ini dijelaskan Ali kepada Soekarno karena Ali telah bekerja sama selama Ali masih jadi Perdana Menteri.   

Setelah meminta dan mendengarkan beberapa pertimbangan dan masukan daritokoh-tokoh politik. Akhirnya Formatur Soekarno mengumumkan kabinet bentukannya pada tanggal 8 April 1957 di Istana Bogor. Formatur Sukarno membentuk Kabinet Darurat Ekstraparlementer dengan Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri. Pertimbangan forma-tur Soekarno menunjuk Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri ialah karena kecakapannya dalam memimpin dan ketenangannya dalam memimpin dan bukan dari kalangan partai
politik. Saat diajukan sebagai Perdana Menteri, banyak orang yang setuju dan menaruh respek kepada Djuanda. 

Kabinet Djuanda resmi dilantik oleh Presiden Sukarno Tanggal 9 April 1957 berdasarkan surat Keputusan Presiden R. I No 108 tahun 1957 di Istana Negara (P. N. H. Simanjutak, 2003). Dilantiknya Ir. Djuanda menjadi

Perdana Menteri menandai berakhirnya status Ali Sastroamijoyo sebagai Perdana Menteri Demisioner. Kabinet karya adalah Kabinet
terakhir dalam sistem parlementer dan era demokrasi Liberal. Kabinet Karya ialah kabinet yang paling lama usianya jika dibandingkan dengan kabinet lain di era sebelumnya, dan juga di era Demokrasi Liberal. Kabinet Karya menjalankan pemerintahan kurang lebih selama dua tahun. Dengan keluarnya surat Keputusan Presiden RI ini maka resmilah Ir. Djuanda menjadi Perdana Menteri. Kebijakan politik luar negeri kabinet ini antara lain terlihat di sektor maritim. Kebijakan tersebut ialah dengan melakukan dekolonisasi bidang kemaritiman, yakni Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember1957. 

Deklarasi ini menghapus dan tidak memberlakukan kembali peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Deklarasi ini tidak hanya berimplikasi secara nasional tetapi juga internasional. Deklarasi Djuanda ini merupakan sebuah Kebijakan politik luar negeri Indonesia, karena Prinsip-Prinsip dalam Deklarasi ini selalu di bawah ke forum internasional PBB, salah satunyadi bawah dan dibicarakan dalam Forum PBB bidang kelautan dan hukum Laut, UNCLOS (Singgih Tri Sulistiyono, 2009). 

Berhasil tidaknya sebuah kebijakan yang dijalankan pada suatu pemerintah dapat lihat dari aspek timbal balik dari apa yang dijalankan. Selain itu, berhasil tidaknya sebuah kebijakan dapat juga di ukur dengan respon atau tanggapan dari negara lain atas apa yang diwacanakan atau apa yang diterapkan. Kabinet Djuanda dengan programya pancakarya tersebut, telah menterjemakanya menjadi beberapa kebijakan. 

Salah satu kebijakan tersebut ialah kebijakan politik politik luar negeri. kebijakan ini juga membawa dampak bagi kehidpan negara Indonesia dampak tersebut terlihat dari berbagai aspek, yakni aspek wilayah, aspek politik. aspek secara wilayah Setelah Deklarasi Djuanda 13 desember
1957, Indonesia memberlakukan asas negara kepulauan bagi seluruh wilayahnya. dan jarak 3 Mil tidak lagi berlaku, tetapi menjadi 12 Mil
laut. Sehingga dengan 12 mil laut tersebut, maka tidak ada lagi istilah laut bebas di antara wilayah Indonesia. Maka utuh dan bulatlah sudah wilayah negara Indonesia.

Deklarasi Djuanda tersebut mengakibatkan luas wilayah Republik Indonesia bertambah 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km menjadi
5.193.250 km dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional
karena masih bersengketa dengan Belanda.

Selain berdampak pada aspek kewilayahan, kebijakan ini berdampak pula pada aspek politik. Keluarnya Deklarasi Djuanda yang menjadikan wilayah Indonesia menjadi satu kesatuan yang utuh maka, peta politik juga ikut berubah. Politik Indonesia tidak lagi pada pulau, tetapi lebih kepada konsep Politik nasional. Indonesia merupakan satu kawasan kepualauan terbesar dunia, maka konsep politik yang hendaknya dipakai ialah konsep politik kawasan, atau Geopolitik. Geopolitik berasal dari kata geo=bumi, politik = Kekuasaan. Secara harfiah berarti politik yang dipengaruhi oleh kondisi dan konstelasi geografi. Maksudnya adalah pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mencapai tujuan nasional,dipengaruhi oleh
kondisi dan konstelasi geografi geografi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun