Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Terdampar di Pulau Tak Dikenal

10 Juni 2020   11:46 Diperbarui: 10 Juni 2020   12:59 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.

30 Januari 1991.

Pantai Pamengpeuk

Hari pertama

 Ada 12 kapal yang ikut dalam lomba memancing di Samudera Indonesia selama 5 hari 5 malam. Rombonganku terdiri dari 8 orang, 1 kapten, 1 juru masak, 6 pemancing kawakan. Langit cerah, laut tenang dan kapal2 pemancing terus tancap gas menuju selatan, mencari koordinat yang ditandai sebagai surga pemancing. Saat sampai lokasi pertama, kami mulai melempar umpan. Hasilnya cukup lumayan.  Dari tengiri, ikan merah dll banyak kami peroleh.

Saat malam tiba, kapten melanjutkan berlayar ke lokasi-lokasi yang telah ditentukan.

Hari ke 2.

Arus luar biasa kuat, laut yang dalam tidak memungkinkan kami melempar jangkar yang cuma panjang 200 meter. Maka kami mengikuti arus, karena kebetulan arah tujuan sesuai arus.

Hari ke 3.

Radio antar 12 kapal masih bisa saling menginfokan posisi dan ternyata yang terjauh hanya berjarak 5 mil. Malam gelap hanya lampu kapal peserta yang terlihat oleh rombongan.

Hari ke 4.

Aku menyarankan agar kami membatalkan rencana 5 hari menjadi 3 hari dan lebih baik pulang. Semua kapal setuju, hingga tiba-tiba ada radio yang menyiarkan "Terlihat daratan sekitar 7-8 mil". Akhirnya semua setuju kami istirahat dulu dipulau. Sekitar 1 mil terlihat beberapa bangunan dipulau tersebut.

Aku bertanya ke kapten "Pulau apa itu kap?".

Kapten menjawab "Saya belum pernah kesini atau singgah dipulau itu, itu jelas bukan pulau Christmas. Karena tidak ada kapal cargo dan lainya".

Akhirnya kami mendarat dan tak lama kapal 11 peserta lain juga ikut mendarat. Aku langsung menuju ke gudang atau mungkin benteng peninggalan tentara sekutu peninggalan perang dunia yg lalu.

"Hello, somebody here? " teriakku.

Tak ada yg menjawab selain debur ombak. Aku masuk dan memeriksa isi gudang. Lumayan banyak juga makanan kaleng, beras, tepung, bahkan kopi dan gula sampai minyak goreng pun ada.

 Aku tidak berani colak colek karena mungkin penjaganya sedang kehutan. Tapi saat kuperiksa kaleng itu semua Made in USA, tertanda tahun 1947, artinya sudah expired atau kadaluarsa.

Aku berpikir kalau ada orang atau penjaganya pasti sudah dimusnahkan makanan itu.

Aku keluar dan mencoba masuk lebih dalam ke hutan. Tiba-tiba kutemukan tulang belulang manusia berserakan tanpa dikubur. Segera aku lari keluar hutan lalu bercerita pada teman-teman yang lain.

Ada teman yang usul "Ada sekop dan beberapa drum besar digudang. Yuk kita kuburkan jadi satu lobang aja".

Tapi aku tidak setuju, "Tiap tulang jenazah kita bungkus masing-masing aja, kita harus hormati mereka ya". Teman-temanku mengangguk tanda setuju.

"Siapa tahu ada yg besok mencari". Lanjutku.

                Lalu kami masuk ke hutan untuk menguburkan tulang belulang itu, ternyata jumlahnya banyak juga. Ada 12 jenazah tanpa identitas berikut seragam tentara dimasukan dan disusun di dalam 3 drum, lalu kami kuburkan 

Setelah selesai membacakan doa, kami beri tanda 3 kayu palang layaknya kuburan para pejuang, karena kami mengira mereka adalah prajurit USA.

Rasanya capek juga, tapi kami lega  sudah memperlakukan jenazah-jenazah tersebut secara layak. Selanjutnya sebagian kami masuk ke gudang itu dan tidur. Malam harinya kami buat api unggun dan makan malam bersama.

Hari ke 5.

                Pagi hari ada 4 orang yang berniat masuk hutan lebih jauh lagi. Yang lain tetap memancing, termasuk aku. Namun gelombang tinggi membuat aku menyerah, disusul teman lainnya. Akhirnya semua memutuskan ikut masuk hutan.

Tiba-tiba 4 orang yang masuk sejak pagi keluar dan tampak terhuyung-huyung,  lalu satu persatu roboh. Salah satu dari mereka bilang "Jangan makan buah-buah yang banyak disana, beracun!" Lalu dia diam untuk selamanya.

Ada rasa ketakutan dalam diriku, lalu aku ajak teman-temanku "Semua tinggalkan pulau ini. Ayo pulang, ini pulau kematian."

Kami segera bergegas untuk berkemas, 4 jenazah teman kami langsung dibawa kekapal.

               

                Tapi badai menghalangi niat kami pulang, kecuali kapal yang membawa 4 jenazah. Sebab di rombongan itu ada abang salah satu dari 4 jenazah yg nekad membawa adiknya pulang. Dan mereka berangkat terlebih dahulu beberapa saat sebelum ada badai. Aku dan salah satu teman kamu yang bernama Tomas berdiskusi, dan tercapai kesepakatan bahwa kami berangkat setelah angin reda.

Sayang yang lain tidak mau menunggu, rasa takut pada pulau kematian itu membuat mereka nekad menempuh badai.

                Setelah reda, kami mencari kapten kapal, tapi aneh, kapten dan juru masak menghilang. Saat itulah rasa takutku memuncak. Kami juga bingung, bagaimana kami berlayar tanpa kompas, tanpa bbm yang tinggal 1/2 jerigen Hari ke 6.

"Yuk kita cari kapten, mungkin dia ikut masuk hutan kemarin." Ajakku pada Tomas.

Lalu aku dan Tomas masuk kehutan dengan hati-hati. Seluruh indra kami kerahkan untuk melihat isi hutan dan mendengar serta mencari suara-suara yang ada di hutan.

Suara burung sedikit menghibur, saat kami melihat keatas, ada kelelawar besar bergelantungan.

Dan tiba2 serombongan babi saling menguik di depan, sambil makan buah-buahan yang berserakan di tanah. Buah itu tidak beracun, lalu apa yg membunuh teman dan tentara sekutu itu? Kulihat pula burung-burung makan buah-buah yang ada di pohon, juga monyet yang saling berlompatan dari pohon ke pohon sambil memakan buah itu. didahan, dan ada monyet kecil juga. Namun sejenak kemudian monyet itu pergi menghilang entah kemana.

                Aku mengambil beberapa buah jambu mede sisa babi tadi, juga yang baru jatuh. Tak lupa pula aku mengambil buah pisang yang isinya biji-biji saja, dagingnya boleh dibilang tidak ada. Aku bawa keluar hutan dan hati-hati aku celupkan kedalam kolam yang banyak ikan kecil2. Ternyata ikan-ikan itu tidak mati, meski menggerogoti pisang yang kuberikan. Jambu mede, kesemek (apel Jawa) itu aku cuci bersih dan kugigit sedikit sebelum kutelan. Tomas mengawasi sambil siap2-siap mencekok aku dengan air kelapa bila aku jika nanti keracunan.

Ternyata buahnya manis dan rasanya tidak ada yang aneh di lidahku. Kami berkesimpulan bahwa buah itu tidaklah beracun, akhirnya kami memakan buah-buahan itu.

Hari ke 7

Kami tidak kekurangan makanan karena bahan makanan masihlah tersedia. Beras digudang, ikan hasil pancing dan air minum dari mata air tepi hutan yang dulunya mengarah kegudang sebelum pipanya putus ditabrak babi, masih cukup untuk kami makan.

Tapi sampai kapan keadaan seperti ini? Kami tidak bisa pulang karena tidak ada BBM untuk menjalankan kapal kami.

Hari ke 8, 9, 10.

Aku mulai putus asa, tapi Tomas tetap tegar dengan doa rosario nya. Dia terus menerus berdoa.

Hingga saatnya tiba ...

Hari ke 11.

Kami berdua tengah berada di pinggi pantai. Tampak ada kapal pencari ikan yang menuju kepulau. Setelah melihat perahu nelayan itu, kami merasa hidup kembali, timbul semangat yang besar dari kami. Setelah kapal itu mendarat, kami langsung menyalami nelayan tersebut. Kujabat tangannya yang dingin dan memperkenalkan diri.

"Saya Manula Sepuh, bapak siapa dan dari mana?" tanyaku.

Beliau menjawab "Saya M . . . . "(Saya tidak akan menyebutkan nama beliau) sambil tersenyum. "Saya dari Pamengpeuk, tapi saya tidak bisa mengantar kesana. Saya akan titipkan di kapal yang menuju Australia. Selanjutnya bisa pulang ke Jakarta." Terangnya kemudian.

Kegembiraanku tiada tertahan, namun aku agak heran, mengapa pak M ini tahu kalau aku dari Jakarta?

"Kok Pak M bisa tahu, kita tinggal di Jakarta ya?" bisikku pada Tomas.

Hari ke 12

                Ada perasaan aneh terkait keberadaan Pak M ini, dia sendirian membawa kapal di samudera luas ini, "kenapa tidak ada teman yang menyertainya? Apakah dia penduduk salah satu pulau dekat sini?." Banyak tanya dan keheranan akan Pak M, namun aku hanya memendam dalam hati saja. Aku dan Tomas menaiki kapalnya tanpa tanya-tanya lagi, dan menunggu kapal lewat seperti yang dikatakan Pak M.

Tak sampai sejam kami melihat kapal dagang besar lewat. Tapi seberapa kuat Tomas berteriak dan melambai, tapi kapal itu tak sedikitpun mengurangi kecepatan. 

"Bukan kapal itu yang akan menolong, tapi kapal penumpang yang akan segera lewat." Jelas Pak M.

Timbul keheranan lagi dalam hatiku, "kok Pak M bisa tahu akan ada kapal penumpang yang akan lewat?" Padahal selama beberapa hari terdampar di sini, aku tidak perhan melihat satu kapal pun melewati pulau, hingga kedatangan Pak M.

                Benar aja, sebuah kapal lewat dan pak M mengatur kapalnya untuk menghalangi jalur yg akan ditempuh kapal itu. Kapal itu membunyikan peluit, aku senang sekali, bagiku terdengar seperti nyanyian surga.

Pikirku "Sang nahkoda kapal itu sudah melihat kami, aku merasa hidupku diperpanjang oleh Tuhan.

Dan benar, mereka menghentikan kapal dan menurunkan tangga. Dan salah satu ABK (Anak Buah Kapal) menyuruh kami naik.

Sebelum naik ke kapal aku cari pak M untuk mengucap terima kasih.

Tapi beliau memunggungi aku seraya berkata, "pergilah, pulang ke rumah dengan selamat".

Lalu dia menjauh dariku dan Tomas.

"Aneh ya, kok bukan selamat jalan." Pikirku, namun aku tidak mau memikirkan keherananku lebih lama lagi, aku segera naik ke kapal penolong itu.

Begitu kami diatas kapal, terdengar paduan, suara menyanyikan lagu pujian.

Hari 13

                Sesampai di Fremantle Harbor, Tomas menelpon saudaranya untuk minta uang dan urus imigrasi berdasar Surat Pengantar dari Kapten Kapal Penumpang yang menolong kami tersebut. Dan tak sampai satu hari pengurusan, akhirnya kami berdua bisa pulang ke Indonesia.

Hari 14.

                Kami sudah berada di Jakarta, sudah berkumpul dengan keluarga, hal yang hingga kini aku syukuri. Aku masih diberi kesempatan berkumpul dengan mereka.

4 tahun kemudian,

30 Desember 1995

                Aku sengaja liburan sendirian ke Pamengpeuk. Hanya ingin ke rumah Pak M untuk menyampaikan rasa terima kasih sudah ditolong beberapa tahun sebelumnya. Akhirnya aku sampai di rumah keluarga Pak M. Aku bertemu dengan Bu M istri Pak M, setelah ngobrol panjang lebar, ibu itu bercerita.

"Suami saya hilang saat melaut, hingga kini tidak diketemukan jasadnya. Saya sampai keguguran saat hamil anak kedua, karena memikrkan keberadaan suami saya."

Aku kaget, "turut berduka bu, kapan bapak hilang?" rasanya aku tidak percaya kalau Pak M hilang di samudera ini, soalnya saat bertemu denganku aku lihat beliau sangat gesit dan bersahaja menghadapi badai lautan.

"Sekitar tahun 1989an" jawab Bu M

"Hah tahun 89?" tanyaku heran. "Saya bertemu bapak tahun 1992 bu?" lanjutku.

Terlihat wajah ibu M yang kebingungan "Coba bapak ceritakan ciri-ciri orang yang mengaku sebagai Pak M yang menolong bapak itu?" pintanya

Aku lalu menceritakan sosok yang menolongku dulu, dari perawakan dan wajahnya serta cara berjalannya, kebetulan aku masih ingat.

Ibu M menangis sesenggukan saat aku selesai menceritakan bagaimana Pak M menolong aku dan Tomas.

Dalam keadaan terkejut ini, aku masih belum bisa berpikir dengan jernih siapa sesungguhnya orang yang menolongku dulu dan mengaku bernama Pak M itu.  Yang jelas aku dan Tomas memang ditolong oleh Pak M keluar dari Pulau Kematian.

Kami berdua terdiam.

*Manula Sepuh 30-05-20.

Doaku untuk teman-teman yang tak pernah pulang kembali setelah berpetualang di lautan lepas, seoga istirahat dalam damai.

Kisah nyata dari petualangan Manula Sepuh (Kompasianer Jakarta) yang diceritakan kembali oleh Selsa.

Ilustrasi gambar : Selsa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun