"Andai suatu saat aku terlahir kembali, aku akan minta pada Tuhan untuk menjadi embun di kepagianmu " kata kata manismu meluncur saat kita berbincang di pintu senja dalam temaram jingga. Debur ombak laut seakan mengiyakan sebaris kalimat syahdumu itu. Aku tersenyum menyadari tatapan matamu yang tajam tengah mencari persetujuan dariku.
"Kalau kau menjadi embun, baiklah aku akan meminta Tuhan menjadikanku pucuk dedaunan untuk menyempurnakan keindahan hadirmu " jawabku.
"Oh aku harap tidak " kau menukas kata kataku dengan cepat.
"Kenapa tidak ?, cobalah kau perhatikan setetes embun yang berada di pucuk dedaunan, indah" belaku.
"Tidak sayang, tetaplah menjadi dirimu seperti ini, seorang perempuan ayu, anggun dan pecinta embun sejati, kan selalu kutemui dirimu di dini hari dan menyentuhmu dalam cinta yang hanya bisa terbaca oleh mata hati" terangmu. Lalu kau menggenggam tanganku dengan penuh kelembutn
"Itulah keabadian cintaku yang aku persembahkan hanya untukmu " lanjutmu.
Hatiku berbunga tentunya, seorang kekasih hati dengan jujur menyatakan cintanya yang begitu dalam.
Sejenak dalam diam.
"Namun mentari akan memisahkan kita ?" tanyaku, "dan aku akan berada dalam satu penantian di sekian waktu tuk menunggumu hadir kembali esok hari. Aku takkan sanggup membunuh sepiku tanpamu " lanjutku.
"Sayang, apalah arti menunggu sekian waktu, jika hadirku yang sesaat itu akan melenyapkan dahaga cinta kita berdua?" ku tatap mata elangmu, aku membenarkan kata katamu menyejukkan jiwaku
**