Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sumpah Cinta (tak) Ternoda

30 Januari 2016   01:28 Diperbarui: 30 Januari 2016   02:24 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ma..diminum jusnya ya" aku sodorkan jus sirsak.

"Nggak mau, aku mau kelapa muda saja" mama menolak jus sirsak itu, tumben, tidak biasanya mama menolak minuman kesukaan semenjak muda dulu.

"Di luar hujan Ma, nanti kalau dah reda aku belikan ya? Sekarang mama minum jus ini" aku mencoba membujuk mama, dan syukurlah beliau mengangguk lalu meminum tuntas jus sirsak itu.

"Mas, besok mama pengen jalan-jalan ya?" pinta mama setelah menghabiskan jusnya.

"Jalan kemana ma?, mama baru saja sembuh, alangkah lebih baik pulang rumah saja sama mas, ntar mas panggilkan bik Surti biar pijit mama ya?" aku mencoba mengalihkan permintaan mama  ke bi Surti, tukang pijet langganan keluarga kami.

"Tidak mas, mama ingin sekali jalan-jalan"

"Kemana ma?"

"Ke satu tempat, nanti mama kasih tahu kalau kita sudah jalan"

"Ok ma, kali ini mas ikut ajakan mama, kita berangkat jam berapa ma?"

"Pagi saja mas"

"Baik, nanti mas jemput jam 7 ya? mama sudah dandan yang cantik" jawabanku agaknya membuat lega hati mama, terbukti setelah itu beliau tenggelam pada buku bacaan yang sengaja aku bawakan untuknya.

Sudah setahun mama ada di panti ini, dan selama itu pula tiap akhir pekan aku sempatkan mengunjungi perempuan yang telah mengenalkan aku pada dunia. Mama sendirilah yang meminta untuk tinggal di panti ini, dengan alasan biar bisa saling berbagi dengan teman-teman seumurannya. Meski sebenarnya mama belumlah pikun seperti kebanyakan orang-orang tua yang berada di panti ini, hanya sekarang lebih manja sama aku. Bagiku itu wajar, aku anak satu-satunya dan hanya aku orang terdekat mama selama ini.

Alasan mama untuk tinggal di panti ini agar aku bisa konsentrasi kerja, karena saat mama masih tinggal di rumah bersamaku, aku sering khawatir meninggalkan dia sendirian di rumah. Semenjak bi Siti pembantu mama pamit pulang kampung, praktis tidak ada lagi orang yang menemani mama di rumah. Padahal aku sering tugas di luar kota. Rupanya mama bisa membaca kekhawatiranku, lalu memutuskan tinggal di panti ini. 

Pernah aku tawarkan beberapa orang buat membantu sekaligus menemani mama di rumah, namun mama merasa nggak sreg, alasannya pembantu sekarang adanya mainan hp melulu, dan kerjaan sering terbengkalai. Yah sudah aku turuti saja permintaan mama untuk tinggal di panti ini, karena kebetulan juga salah satu pengurusnya adalah teman sekolahku saat SMA, jadi aku bisa tenang menitipkan mama di sini.

**

"Setelah tikungan ini, kira-kira 1 Km ada perkebunan karet mas, kita berhenti di situ" mama memberikan pengarahan padaku saat kami sudah berada dalam perjalanan. 

"Siap tuan putri" aku meledeknya.

"Mas, ucapanmu sama kaya pemuda itu" tiba-tiba mama berkata agak sendu, aku kaget, karena biasanya tiap aku mencandainya, dia akan senang tapi mengapa sekarang terlihat sendu?."dia kerap sebut mama tuan putri" lanjut mama.

"Pemuda siapa ma?" aku mencoba menggodanya agar dia tidak terlalu sedih.

"Nanti mama ceritakan mas"

"Ok "

"Eh mas gimana kabar cucu cantikku Vira?" mama menanyakan cucu kesayangannya.

"Baik ma, semalam telpon, katanya lagi diajak mamanya ke Bandung, dia nitip salam buat eyang yang mewarisi cantiknya"sahutku. Vira adalah anak semata wayangku yang kini tinggal bersama ibunya, Kania. Sejak perceraianku dengan ibunya 5 tahun yang silam aku memang mengalah agar Vira ikut ibunya, aku berpikir seorang ibu pasti bisa lebih jeli membimbing anaknya. Meski sebenarnya Vira juga sangat dekat denganku, toh setiap 2 minggu atau sebulan sekali aku juga menyempatkan mengajak Vira jalan, dan bahkan tiap hari aku selalu telpon ataupun SMS ke dia. Dan selama ini hubungan kami masih baik-baik saja, bahkan meski Kania kini sudah menikah lagi.

"Kau melamun mas?, dah nyampai nih" mama mengejutkanku. Segera aku tepikan mobil, dan berhenti.

"Gak melamun kok ma, ok ma, sekarang kita mau kemana?" 

"Mama pengen jalan susuri kebun karet ini mas"

"Ayo ma" kami keluar dari mobil dan berjalan menuju perkebunan karet.

Perkebunan masih sepi, sesekali terlihat petani berjalan untuk memeriksa batok kecil tempat penampungan karet mentah. Kami berjalan bersisian namun tak banyak kata keluar dari bibir mama, padahal aku sangat berharap mama mau menceritakan mengapa beliau memintaku mengantar ke kebun karet yang sangat jauh dari kota kami.

***

 

 

"Mama akan menceritakan semua, mama pikir sekarang saatnya mama menceritakan semuanya, karena mama sudah tua, sudah sering sakit-sakitan, mama tidak ingin meninggal membawa sebuah rahasia yang sudah mama simpan rapat-rapat selama ini" kata mama, lagi-lagi dengan bibir bergetar. 

"Kenapa mama memintamu untuk mengantar ke kebun karet mas? Karena kisah mama bersemi di antara rerimbun pohon karet seperti ini" Mama memulai ceitanya. "Di perkebuan karet ini mama ingin bernostalgia terhadap masa percintaan mama dahulu nak" lanjutnya.

Sewaktu muda mama menjalin cinta dengan seorang pemuda yang tinggal dekat saudara mama. Waktu itu mama kerja di sebuah pabrik textil dan tinggal di rumah salah seorang tantenya. Mama dan pemuda itu yang belakangan aku tahu namanya Vikar saling mencintai satu sama lain. Jalinan cinta itu ternyata sangat memabukkan jiwa, hingga pada satu saat mereka melakukan hubungan layaknya suami istri.

***

Pada satu hari sebelum Vikar berangkat merantau, dia menemui orang tua Mama, untuk menegaskan bahwa dia memang serius akan menikahi mama. Namun Vikar meminta ijin akan merantau dulu, mencari kerja agar nanti punya bekal sebelum menikahi mama.

Hari berlalu, berganti bulan, rupanya benih yang disemai Vikar telah tumbuh subur di rahim mama. Dan itu menjadikan mama kalut pastinya. Kegundahan mama bukan karena bayi yang kini bersemayam damai di perutnya, melainkan keberadaan Vikar yang hingga 4 bulan berlalu tak juga ada kabarnya, sementara orang tua mama selalu menanyakan keberadaan Vikar.

Mama mendapat tekanan dari pihak keluarga yang merasa kehamilannya adalah aib. Karena tidak tahan dengan tekanan yang luar biasa itu, akhirnya mama memilih pindah ke kota lain. Dan hingga kelahiran si jabang bayi, Vikar tak menjumpainya dan bahkan tidak diketahui keberadaannya. Itu yang membuat mama frustasi. Mama gembira bisa melahirkan bayi buah cintanya pada Vikar, namun sekaligus sedih karena Vikar tak kunjung datang untuk menemuinya.

Dari rasa frustasi antara rasa cinta, rindu dan gusar karena pengharapan pada Vikarlah menyebabkan mama bersumpah tak ingin lagi mengenang semua yang berhubungan dengan Vikar. Parahnya sumpah itu dia katakan sesaat sebelum si jabang bayi itu lahir. Dan mama meyakini bahwa sumpah itu di aamiinkan oleh Tuhan karena sebelumnya selama 12 jam dia bertaruh nyawa demi kelahiran si jabang bayi yang kemudian dia namai, Rendi Kusuma. Akulah Rendi Kusuma itu, anak semata wayang mama dari hubungan cintanya dengan pemuda bernama Vikar, ayahku.

Dan cerita mama di pohon karet itu ditutup dengan ucapan mama yang sampai saat ini selalu terngiang-ngiang di kepalaku "Mama minta maaf atas masa lalu ya mas?. Sekarang terserah pada mas, apakah mau mencari keberadaan ayahmu, atau tidak, yang jelas kalau mama sendiri tidak akan mencarinya, karena dalam sumpah mama dulu pun mama tak ingin tahu kehidupannya, meski hingga saat ini, mama masih menyimpan cintanya."

Yah memang betul kalau mama masih mempertahankan cinta Vikar, karena aku tahu tidak sedikti laki-laki yang ingin meminang mama, tapi selalu ditolaknya.
Dan mama telah memberikan petunjuk yang cukup jelas tentang keberadaan Ayahku, namun aku masih ragu, apakah aku harus mencarinya, atau  akan diam dan membiarkan sebuah rahasia terlewat begitu saja seperti mama?. Karena aku yakin Vikar atau ayahku itu tidak tahu bahwa dia mempunyai buah hati dari perbuatan cintanya di masa lalu.

***

Pemakaman mama baru saja selesai, aku masih menatap gundukan yang hampir tak terlihat tanahnya karena bertabur bunga melati dan mawar kesukaan mama. Ingatanku melayang saat aku masih kecil, betapa mama sangat menyayangiku, dan dia rela berkorban apapun asal aku bahagia. Di mataku mama adalah wanita dan ibu yang hebat. Dia berjuang seorang diri agar aku bisa hidup selayaknya dan sekolah seperti yang lainnya. Mama adalah ibu yang gigih, pantang menyerah namun juga penuh kasih sayang.

Tapi rupanya dibalik kegigihannya menghadapi kehidupan, mama menyimpan sebuah rahasia yang tak ingin aku ketahui. Selama hidup hingga sebulan yang lalu saat mama mengajakku ke kebun karet itu, mama menjaga kerahasiaan keberadaan ayahku bukan karena mama malu dengan kisah masa mudanya yang kelam, namun lebih dari itu, karena sebuah sumpah.

"Mama beristirahatlah dalam damai, aku akan selalu menjaga cinta mama, dan akan kusampaikan rasa cinta mama pada pemuda itu ma...Tidak usah mengelak, aku yakin sejatinya mama masih mencintainya..." gumamku.

Kutinggalkan pemakaman sunyi itu, mama tentulah sudah bahagia disana, dengan cinta sejati yang dia pertahankan hingga ajal menjemputnya.

 ***

 

*puri kecana 2016*

terinspirasi oleh ini karya mb Della Anna

 

ilustrasi gambar : Gilang Rahmawati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun