Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Berhenti Mencintaiku

16 Januari 2016   08:25 Diperbarui: 17 Januari 2016   16:46 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

jangan berhenti mencintaiku...meski mentari berhenti bersinar

 

Sayup-sayup terdengar dari radio milik tetangga, lagu milik diva Indonesia Titi DJ mengalun lembut. Liriknya yang mendayu sudah sangat akrab di telingaku.Dulu hampir tiap hari aku kerap mendengar kata itu dari mulut mungil kekasihku, Mia. Tanpa sadar, air merebak, genangi kelopak mataku. 

 

***

"Tara, bisakah?" desak Mia

"Mi...aku gak bisa janji, keadaan ini sangat rumit buat kita, aku minta maaf" Batara mencoba menjelaskan pada Mia, kekasihnya. " Aku sangat mencintaimu, namun..." tercekat Batara tak bisa melanjutkan bicaranya lagi.

"Aku memahamimu Tara, tak seharusnya aku meminta ini" Mia mencoba meredakan gundah Batara. "Sudahlah kita bicara lainnya saja Tara" Mia mengalihkan pembicaraan serius sore ini dengan cerita tentang tanaman-tanaman bunga di tamannya yang mulai berbunga di musim hujan, Januari ini.

***

Mia mulai mencoba membuka matanya, meski berat namun dia berusaha sekuat tenaganya. Pandangan matanya masih agak buram, mungkin karena efek seharian tidur dalam pengaruh obat yang diberikan oleh dokter agar dia benar-benar istirahat. Leukimia kronis yang sudah hampir setahundiderita Mia kini tengah beraksi lagi. Sekuat tenaga Mia mencoba melawan penyakitnya, namun sepertinya kini dokter sudah pasrah. hidup Mia kini hanya mengandalkan keajaiban Tuhan saja.

Dipandangi sekelingnya, ada Edo kakanya, Meli adiknya dan Vikar anak semata wayang dari perkawinannya dengan Raga yang telah kandas 3 tahun yang lalu.

Vikar memegang tangan ibunya lembut, seolah takut menyakiti tangan yang dialiri infusan itu, Mia tersenyum. 

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Batara masuk bersama Putri, anak perempuannya. Setelah menyalami Edo dan bicara sebentar, akhirnya Batara meminta izin untuk bicara berdua saja dengan Mia.

"Mi.." lirih Batara memanggil kekasihnya, dikecupnya kening wanita yang sangat dia cintai itu.

Mia mengedipkan mata, "makasih Tara" sahutnya.

"Mi, hari ini aku melamarmu, maukah kau menikah denganku?" Batara terbata mengucap lamaran itu, Mia kaget, seketika matanya berlinang.

Batara mengusap air mata Mia, diciumnya telapak tangan Mia.

"Dua hari yang lalu, aku sebenarnya sudah bicara dengan Putri soal ini, Puji Syukur dia mau menerimamu untuk jadi pendampingku Mi" jelas Batara "Dia juga sudah aku ceritakan bahwa sejatinya kau adalah perempuan pertama yang mendiami hatiku, cinta kita pernah bersemi jauh sebelum aku mengenal ibunya, hanya sayang percintaan kita waktu itu belum beruntung, maka itu Putri mau menerimamu jadi pendampingku Mi, tuk menggantikan mendiang mamanya, bahkan dia mendoakan kita agar bahagia Mi"

"Benarkah itu Tara? aku tidak sedang bermimpi kan?" tanya Mia.  "Tapi keadaanku .." ragu seketika menyelimuti hati Mia, dia merasa ajal sudah mendekat dan dia takut Batara akan kecewa.

"Sssttt... kau akan sehat Mi, lalu kita berdua akan bahagia bersama anak-anak" papar Batara, memberikan semangat pada kekasihnya. Dalam benak Batara, mimpi sewaktu mudanya akan terlaksana, yaitu menikahi kekasih pertamanya itu.

 Beberapa tahun yang lalu, memang Batara dan Mia menjalin hubungan kekasih, hanya sayang karena keadaan keluarga Mia yang sadang kacau membuat Mia harus pergi dari Batara, lalu menikah dengan lelaki yang dipilih keluarga Mia. Sedang Batara setelah itu merantau, membawa luka yang demikian perih.
Setelah beberapa tahun merantau, akhirnya keluarga Batara memutuskan untuk menjodohkan Batara dengan perempuan lain, ibu Putri.

"Hey kau melamun ya?" Batara mengagetkan Mia yang sedang melamunkan kisah mereka berdua. "Dah makan Mi?" tanya Batara selanjutnya

"Udah"

"Hmmm aku panggil mereka dan kita umumkan lamaran ini ya Mi?" pinta Batara

"Terserah kau saja Tara, aku mencintaimu" 

"Makasih Mi" Dulu  saat mereka muda dan pacaran, Mia selalu saja mengakhiri ucapannya dengan kata "aku mencintaimu  atau jjangan berhenti mencintaiku" pada Batara, dan kini dia seolah tak sungkan lagi tuk mengulang kata-kata yang dulu selalu dia ucapkan pada Batara.

***

Pernikahan sederhana Mia dan Batara baru saja selesai. Dalam suasana yang skrala dan khidmat mereka berdua mnegucapkan janji setia hingga ajal menjemput. Pernikahan yang hanya dihadiri keluarga dekat dalam suasana yang serba putih itu memang atas permintaan Mia. 

"Mia, aku antar kamu ke kamar kita ya?" ajak Batara "Kamu harus istirahat dulu sayang"

"Ya... tapi aku pamit dulu sama saudara-saudara ya Tara?"

Batara mendorong kursi roda yang diduduki Mia lalu mengantarnya pada kerumunan saudara-saudara mereka berdua. Setelah berpamitan, Batara mengantar Mia menuju kamar, yang dulu pernah dipersiapkan oleh Batara untuk kekasihnya yang kini menjadi istrinya itu.

"Aku bahagia Tara" kata Mia setelah mereka berdua dalam kamar

"Aku juga sangat bahagia Mi, rumah ini akhirnya ditempati oleh perempuan yang sangat aku cintai" ada getar dalam ucapan Batara. Getar itu adalah kebahagiaan yang sangat dalam. Dia ingat waktu muda, dia berjuang sendiri membenahi rumah ini untuk Mia, namun setelah rumah ini menjadi layak huni dan dia berniat melamar Mia. Namun kenyataannya kecewa yang dia dapat, Mia telah menikah dengan pemuda lain yang menjadi pilihan keluarganya.

"Tara.." lirih Mia memanggil suaminya
"Eh..ya Mi"

"Tara, kamu melamun ya?"

"Hmm nggak Mi "Batara mengelak, "Aku terlalu bahagia, akhirnya kita dipersatukan oleh Tuhan"

"Aku juga bahagia, selama ini aku selalu berdoa agar Tuhan memberikan kesempatan padaku agar aku bisa menjadi istrimu meski hanya sehari" terbata Mia.

"Mia... tidak sehari sayang...kita akan menikmati nafas ini lebih lama lagi" Batara mencoba memberi semangat pada istrinya.

"Aamiin" jawab Mia.

Batara memeluk penuh kasih tubuh istrinya.

***

"Mia.." sentak Batara saat mendapati tubuh Mia tergeletak di samping ranjang mereka berdua. Semalam Batara tidur terlalu nyenyak hingga tidak mendengar istrinya bangun. Diangkatnya tubuh istrinya lalu dibaringkan di ranjang.

Saat dia beranjak hendak mengambil handphone untuk menghubungi ambulans, tangan Mia menariknya.

"Please, jangan bawa aku ke rumah sakit Tara, biarkan aku di rumah ini" Pintanya.

"Tapi kamu perlu perawatan dokter sayang"

"Tidak Tara, aku hanya membutuhkanmu saat ini"

"Mia..jangan bandel sayang" Batara mencoba mencandai Mia.

"Please Tara, boleh ya? aku tak perlu dokter, aku hanya perlu kamu, aku mencintaimu Tara"

"Ya sayang, aku juga sangat mencintaimu, ok kamu istirahat, aku panggil doktermu, agar kesini memeriksamu ya?" Luluh Batara mendengar permintaan istrinya.

Mia mengangguk.

"Apapun yang terjadi, aku ingin berada di rumah ini Tara, Aku sangat bahagia ada di sini" Pinta Mia lirih setelah Batara menelepon dokter yang selama ini menangani Mia.

"Kamu pasti sehat sayang, kita baru menikah 3 hari dan akan banyak hari lagi yang bisa kita nikmati bersama untuk menebus hari-hari kita yang pernah hilang" Batara terbawa kata-kata Mia dan kesyahduan pagi.

"Ya Tara, doaku dilebihkan oleh Tuhan, aku meminta sehari bisa jadi istrimu, sekarang sudah 3 hari ya Tara?" canda Mia. Dia melihat bulir air mata di kelopak mata Tara, maka dia bermaksud mencandai suaminya agar tak larut dalam sedih.

"Hehehe ya sayang... aku mencintaimu, sangat mencintaimu Mi" jawab Tara, sambil mengusap lembut kepala Mia.

***

Dokter baru saja memeriksa keadaan Mia, lalu meminta bicara dengan Batara di ruang tamu agar Mia tak perlu mendengar pembicaraan mereka.

"Saya sebenarnya takjub dengan kemajuan kesehatan Mia, tapi tetap aku sarankan dia dibawa ke rumah sakit agar menjalani perawatan yang benar.

"Dia sama sekali tidak mau dok"

"Yah...mau bagaimana lagi?, leukemia kronisnya sudah berjalan dengan cepat, kami para dokter hanya bisa mengupayakan transfusi darah dan kita serahkan pada Tuhan" lirih dokter Pras memberikan informasi pada Batara.

"Apa dia perlu transfusi dok"

"Ya"

"Tapi dia tidak mau ke rumah sakit"

"Itu masalahnya"

"Baiklah dok, nanti aku coba bujuk dia ya dok?" akhirnya hanya itu yang bisa Batara katakan pada dokter Pras, karena kebetulan juga dokter Pras sudah ditunggu pasien di rumah sakit.

***

"Mia, kamu cinta aku kan?" Tanya Batara setelah dokter Pras pamit.

"Dengan segenap jiwa raga sayang" jawab Mia.

"Kalau kamu mencintai aku, boleh kan nurut sama aku Mi?"

"Hmmm ya Tara, apapun maumu, asal jangan disuruh ke rumah sakit " jawab Mia, seolah dia tahu arah mana pembicaraan Batara.

Batara tersekat, dia tak mampu bicara apa-apa lagi.

"Tara, aku sangat mencintaimu, tapi rasanya waktuku sudah tidak lama lagi, aku ingin tetap berada di sini sampai maut menjemputku, aku ingin di rumah ini, aku ingin berada dipelukanmu" Mia menggigit bibir bawahnya untuk menekan kesedihannya.

"Mia, please jangan berkata begitu, hari-hari kita masih panjang, tuh kebun mawarnya belum kamu sentuh" Batara mencoba mengalihkan kesedihan Mia.

"Maafkan aku Tara, aku belum sempat urus kebun mawar itu"

"Nggak papa Mi, masih banyak waktu, makanya kamu harus sehat agar mawar-mawar itu bisa tersentuh tanganmu"

"Tara... kelak dari surga, aku akan merawatnya, juga merawat cinta ini agar selalu ada untukmu, seperti kamu merawat cintamu untukku selama ini, maafkan segala kesalahanku dulu ya Tara?" tangis Mia tersendat.

"Kamu tidak salah Mia, kehidupan masa lalu memang belum berpihak pada kita, namun kita patut berterima kasih pada Tuhan yang telah memberikan waktu pada kita untuk menyatukan cinta kita"

"Tara, aku sangat mencintaimu, jangan berhenti mencintaiku"Mia berkata lirih.

"Pasti Mi"

***

Pemakaman terasa bisu, tak ada suara keluar dari para pelayat. Mereka hanya bisa terdiam menyaksikan kesedihan yang ada di wajah Vikar anak semata wayang Mia, dan terutama wajah Batara.

Semalam, saat hujan mengguyur bumi, Mia pamit pada Batara, Vikar dan Putri, saat dia merasa sudah tak sanggup lagi melawan leukemia kronisnya.

"Vikar, cinta mama, tetaplah selalu menjadi kebanggaan dan kesayangan mama ya?, jangan nangis, anak lelaki harus tegar" pesan Mia pada Vikar

Vikar hanya tertunduk, tangannya tak lepas dari genggaman tangan kiri mamanya.

"Putri, titip adikmu ya? kalian sudah menjadi keluarga, kalau Vikar berlaku salah tolong dikasih nasehat" Putri menangguk, dia juga merasakan kesedihan, karena bagaimanapun selama ini dia merasakan kebaikkan tante Mia padanya dan pada papanya.

"Tara,.. titip anak-anakku, titip Vikar dan Putri ya? Tuhan sangat baik, aku meminta sehari menajdi istrimu Dia memberikan setahun untuk kita, Dia memberikan kesempatan lebih lama agar aku bisa merawat mawar-mawar kita, dan memupuk cinta kita Tara, jangan berhenti mencintaiku" 

Batara tak sanggup berkata, makin erat dia menggenggam tangan kanan Mia.

Dari sore keadaan tubuh Mia sudah menurun, namun untuk kesekian kalinya pula Mia bersikeras tidak mau dibawa ke rumah sakit, dokter Pras yang dipanggil pun sudah mengisyaratkan pada Batara agar menuruti kemauan istrinya, entah apa alasan dokter Pras.

Selepas magrib, Mia berpulang, membawa separuh jiwa Batara, Vikar dan Putri.

***

"Jangan berhenti mencintaiku Mia" hanya itu yang bisa Batara ucapkan sebagai penutup dedoa yang dia mintakan pada Tuhan di samping makam istrinya.

Sunyi... mengiringi langkah gontainya, meninggalkan pemakaman itu. Rasa cintanya turut terkubur bersama jasad perempuan yang hampir separuh lebih usia hidupnya sangat dicintainya

 

 

*********

 

puri 16 1 16

ilustrasi gambar Gilang Rahmawati

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun